Masih ingat hari itu Kamis, 17 Maret 1994. Â Saya menemani Opa sedang menikmati kopi hangat setelah sholat magrib. Â Hari itu adalah hari terakhir rencananya kami berada di rumah Opa untuk pulang kembali ke kota tempat tinggal kami karena libur lebaran sudah hampir habis. Â Â
Tahun 1994 lebaran Idul Fitri jatuh pada tanggal 14 Maret. Â Kami telah tiba satu hari sebelumnya di sana, artinya malam itu adalah hari ke lima, dan hari ke 6 adalah saatnya kami pulang agar tidak terlalu letih saat akan masuk sekolah pada hari Seninnya.
"Dek, tadi malam, Opa lihat Oma duduk disana. Oma senyum dengan Opa. Â Mukanya mirip dengan Dedek," Ujar Opa kepadaku sambil kusuk-kusuk kepalaku. Â
Semua anggota keluarga mengatakan saya mirip dengan Oma. Â Oma telah lebih dulu meninggalkan kami saat saya masih berusia 3 tahun. Â Jujur waktu itu saya merinding mendengar Opa bicara seperti itu. Â Dan ketika saya katakan kepada Mama, Mama langsung diam.
Keesokan siangnya saat kami sedang bersiap-siap pulang dan mengatur barang di bagasi, sementara keluarga lain sudah mulai satu persatu pulang ke kota masing-masing, Opa tiba-tiba terkena serangan Jantung. Â Oksigen sudah dipasang, namun Opa masih merasa sesak. Â
Saya melihat wajah mama panik, mama sibuk menelepon om (kakak mama) yang juga seorang Dokter Anastesi. Â Tidak berapa lama Paktuo datang bersama ambulans. Â Sekilas mendengar suara Paktuo berkata kepada Opa untuk membawa ke Rumah Sakit. Â Saya mengintip opa melambaikan tangan. Â Namun opa tetap dibawa saat itu.
Hanya selang beberapa saat, om yang baru saja berangkat subuh, kembali pulang. Â Tante yang baru berangkat naik pesawat, menelepon ke rumah dan meminta bicara dengan siapa saja orang dewasa yang ada di rumah. Hati saya saat itu mulai tidak tenang.
Benar saja. Â Opa kembali dibawa pulang menggunakan ambulans, Mama tampak menangis, Papa pun terlihat sedih. Â Kami para anak-anak diam tidak berani dan tidak tahu berbuat apa-apa. Â Opa meninggalkan kami semua di Hari Jumat, 18 Maret 1994.
Saya ingat sekali, karena kejadian itulah pertama kalinya saya merasa kehilangan orang yang saya cintai. Â
Opa seorang kakek gagah dan perkasa yang pernah saya miliki. Â Menurut saya sangat keren ketika kami, semua cucu-cucunya diajak berkeliling dengan mobil yang disupir oleh opa sendiri. Â Ditraktir makan kue dan dibelikan permen gulali yang dilarang oleh ibu-ibu kami membuat kami seperti bermain sembunyi-sembunyian bersama Opa.