"Saya keluar dululah" Ibu Dodi mulai merasa gerah. Sedikit mengintip, calon cucunya tidak terlihat lagi. Â
"Saya juga kalau begitu. Â Bisa-bisa lama ini" Ayah Anna pun mulai risau
Muka Anna makin pucat, bibirnya kering, matanya sayu. Â Anna sepertinya mulai menyerah. Â Bidan Dina memandang Anna dengan perasaan khawatir.
"Bagaimana Anna, masih sanggup? Istirahat dulu? Ini sudah diujung lho. Â Kalau tidak sanggup terpaksa kita rujuk ke Rumah Sakit." Bidan Dina mulai memberikan pilihan kepada Anna.
"Ayo sayang, tidak mengapa jika Fitrah, asalkan tidak ada seccar. Aku tidak punya uang cukup jika harus Bayar operasi" Dodi berbisik pelan di telinga Anna.
Seketika Anna kembali bersemangat mendengar bisikan Dodi, suaminya. Â Bukan tentang Fitrah namun ia ingat biaya operasi bukanlah murah, belum lagi ia mendengar gosip-gosip yang beredar dari ibu-ibu tetangga bahwa seccar itu sangatlah menyakitkan ketika biusnya hilang, belum lagi akan ada goresan panjang yang membekas diperutnya. Â
"Iya nak, kamu harus semangat, kata orang kalau lahiran seccar artinya kamu belum benar-benar menjadi seorang Ibu" ujar Ibu Anna berbisik pelan di telinga Anna.Â
Bukan tidak ada sebah Ibunya anna berkata seperti itu. Â Saat Ibu Anna mendengar Bidan berkata akan dirujuk, ia membayangkan jika Anna seccar artinya ia sebagai ibu kandung yang harusnya lebih siap menemani Anna dibandingkan bu Wati, mertuanya Anna. Â Tidak terbayang berapa lama ia harus menemani Anna, sementara adiknya Anna masih ada 2 lagi yang berusia SMA dan SMP yang wajib diurusi di rumah.Â
Belum lagi kesibukannya sebagai ketua pengajian di Masjid. Â "Bagaimana nanti aku mengatur jadwalku" Ibu Anna mulai risau. Â Dalam hati tidak mungkin dia tidak peduli kepada anaknya. Â Namun tubuhnya pun tidak bisa dibelah-belah untuk banyak kepentingan. Â Kalau hanya sekali-sekali sih bisa atau beberapa hari. Â Kalau sampai berbulan-bulan, bagaimana ini?
"Saya keluar dulu sebentar, lupa hari ini ada janji telepon teman Bapak," sambil menepuk bahu Dodi, bapaknya pun meninggalkan kamar.
Sekarang yang berada di dalam hanya ada Bidan Dina, satu perawat, Â Dodi, Ibunya Anna dan tentu saja Anna yang terbaring lemah. Â Dodi mulai mengelus dahi Anna yang penuh peluh. Â Ibu Anna mulai membaca semua surat-surat yang dia bisa demi kelahiran cucu pertamanya. Â