Teruntuk anakku,
Apa kabarmu hari ini? Bagaimana perasaan saat ini? Semoga kalimat ini tidak akan terasa membosankan untuk didengarkanmu setiap hari.  Umi  ingin berbagi denganmu, bukan untuk memberimu ceramah, karena umi bukanlah seorang ustadzah atau alim ulama.  Umi juga tidak ingin mengguruimu, karena umi bukan seorang guru yang mengajarmu dengan setumpuk buku dan sejumlah tugas akademis di kelas.  Hanya ingin menyampaikan sesuatu di saat usiamu sesaat lagi meninggalkan masa anak-anak menuju akil baligh dengan segala persoalan dan tantangan yang dapat menyertai selama perjalanan hidupmu.
Anakku tersayang,
Umi masih ingat 10 Â tahun yang lalu, persis sebelum subuh hari itu, umi mengetahui keberadaanmu dalam rahim umi. Â Antara rasa bahagia, sedih, terkejut, dan bingung bercampur saat itu. Â Bukan karena tidak menginginkanmu. Â Justru umi bersyukur bahwa kehadiranmu persis seperti yang umi harapkan. Â Meskipun kebingungan menyeruak bahwa yang umi rasakan merupakan hal yang sebelumnya tidak pernah dirasakan, diantara rasa sedih tiba-tiba muncul bahwa kau hadir disaat umi belum lama kehilangan sosok mama, omamu yang hanya kau tahu dari foto saja tidak seperti teman-temanmu yang lain. Â
Dan baru saja sehari rasa bahagia itu hadir, nyatanya umi harus merasakan kehilangan papa dan membuatmu secara otomatis kehilangan opa, seseorang yang hingga hari ini hanya kau tahu namanya saja tanpa pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi cucu pertama bagi mereka.
Rasa kehilangan dan kehadiran, bahagia dan sedih yang hadir dalam waktu bersamaan bisa saja membuatmu gamang. Â Rasanya mungkin seperti kamu berdiri diantara puncak bukit yang tinggi sambil memegang ujung tebing, sementara kakimu terjuntai kearah laut yang ombaknya keras menghantam karang. Â Pilihanmu hanya tetap bertahan dalam kondisi seperti itu, melepaskan kedua tanganmu kemudian jatuh terperosok lalu tenggelam atau berusaha menapakkan kaki menuju puncak tertinggi dan selanjutnya mengumpulkan energi untuk kembali turun dengan selamat.
Nak, begitulah hidup. Â Terkadang ada masa-masa dimana kamu harus menerima sesuatu diluar kekuasaanmu. Â Pilihannya hanya ada padamu, terpuruk atau bertahan kemudian bangkit untuk menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya. Â
Seperti firman Allah dalam Al Quran Surat Al Baqarah, ayah 155:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar"
"Bagaimana aku harus melewati perasaan sedih dan mungkin kekecewaan yang orang lain tidak terima? Apakah aku tidak boleh kecewa, lantas menangis?"
Mungkin pernyataan dan pertanyaan itu bisa muncul dari bibirmu, sama halnya dengan umi dan atau banyak orang lain lainnya. Â Tidak mengapa. Â Manusiawi jika ada perasaan seperti itu, kita semua punya perasaan, menangislah jika sedikit dapat meredam gundahmu. Â Segera ambil wudhu, sholatlah dan ceritakan semua perasaanmu kepada Allah. Â Tundukkan wajahmu saat sujud, mohonlah Allah Maha Pencipta Semesta Langit untuk memberimu kekuatan, ketangguhan hingga solusi dari semua permasalahanmu. Â Perbanyak istighfar, semoga dapat melembutkan hatimu dan menguatkan tawakalmu.
"Wajburni yaa Jabbar" (Ya Rabb, hiburlah hamba, hanya Engkau yang bisa menghiburku)
Nak, Hidup tidak selamanya kejam untukmu, ada saat dimana hidup sangat memihak dirimu. Â Seperti saat kau berhasil melalui masa-masa kritismu saat itu, sementara orangtua lain belum tentu seberuntung yang umi rasakan saat itu. Â Atau bahkan ketika orang tua lain bersyukur dengan keadaannya dibandingkan melihat kondisi umi memilikimu saat itu. Â Yah, melihat kebawah dapat membuatmu lebih merasa bersyukur, namun kamupun perlu melihat ke atas, bukan untuk menjadikanmu orang yang menyedihkan dan malang, namun memberikan semangat bagimu agar terus berusaha menjadi sosok kuat dan terus berusaha menggapai harapanmu.
Nak, hidup perlu ikhtiar. Â firman Allah dalam Surah ar-Rad:11, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
Ikhtiar bagi umat Muslim adalah ibadah. Â Berusaha secara fisik, kemudian berdoa (memohon kepada Allah) dan tawakal (menyerahkan, mempercayakan, dan mewakilkan segala urusan hanya kepada Allah SWT)
Namun jika yang terjadi tidak sesuai dengan harapan dan ekspetasimu, ingatlah untuk tetap  bersyukur, Qadarullah.  "Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya" (Al-Baqarah: 286)
Ambil semua sisi baik dalam hidupmu, jadikan pelajaran dari semua rasa sedih dan kecewamu, Insyaa Allah hidupmu akan lebih merasa ringan.
Dari Umi, yang selalu mendoakanmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H