Kulihat tidak jauh Abang menggunakan kostum sarung ala ninja, sedang bermain tarung sarung bersama temannya. Aku panggil-panggil, Abang tidak menoleh. Takut kena sarung yang dipecat, aku berlari dan langsung memeluk Abang dari belakang.
"Bang, ada yang gangguin, ambil buku. Tolong Bang..."
Tarung sarung dihentikan, akupun melepas pelukanku sambil menunjuk anak laki-laki yang merebut bukuku. Betapa terkejutnya aku, Abang berada di belakang anak laki-laki yang mengambil bukuku.
Sontak saja aku berlari menuju Abangku yang sesungguhnya sambil menahan malu. Semua tertawa sambil mengejek, "Cieee....cieee..."
Ternyata yang aku peluk adalah teman Abang yang meminjam sarung Abang untuk dipakai bertarung. "Haduuhh....sarung yang dipegangnya sama dengan milik Abang"
Untungnya Abang berada tidak jauh dari sana. Semua candaan langsung dihentikan oleh Abang. Pelajaran yang aku petik saat itu adalah, Tidak menyahut bukan berarti tidak mendengar, bisa jadi memang bukan itu namanya. Apalagi dengan kondisi muka tetutup. Fisik boleh mirip, tapi orang bisa saja berbeda. Malunya aku....
Hanya selang beberapa hari, anak laki-laki itu menyatakan perasaan sukanya kepadaku, "Cieee..., Uhukk...uhuukk..."
Antara sendal dan Zainuddin MZ, sang idola
Setiap sore, menjelang berbuka. Kalau gak ikutan orangtua cari makanan berbuka ke pasar kaget, biasanya aku dan teman-teman dekat rumah suka ngumpul di lapangan buat main rame-rame. Kita main hadang, benteng, dan badus.
Jadi permainannya benteng itu, kita terpisah jadi dua kelompok. Setiap orang berhak menarik anggota dari benteng lawan sampai anggota lawan habis dan bentengnya direbut.