Homeschooling mom sering disebut Momhomeschooler bagi kami para ibu-ibu yang anaknya memilih pendidikan informal sebagai homeschooler. "Untuk anak kok coba-coba?" Rasanya tagline tersebut seringkali disematkan bagi kami para pelaku homeschooling. Â
Sayapun seringkali merasa galau ketika beberapa kali melihat para ibu-ibu bercerita kegiatan anaknya yang padat di sekolah termasuk jaminan kepastian masa depan cerah bagi si anak.Â
Nah terus saya sudah ngapain aja dengan anak? Kok rasanya kebanyakan bermain, kulur kilir, berkegiatan macam-macam bagaikan uji coba trial and error random dan tidak memiliki kepastian #pendidikan hingga jaminan masa depan. #upss
Agar tidak ada salah kaprah mengenai pilihan homeschooling yang mulai tren dimasa sekarang, saya tidak pernah menyarankan Anda semua mengikuti jejak saya yang hingga hari ini memilih homeschooling sebelum memahami pengertian homeschooling itu sendiri.Â
Bukan berarti saya sangat memahami, namun sampai hari ini sayapun masih terus memahami perjalanan homeschooling di keluarga kami. Hehee...
HOMESCHOOLING DAN KELUARGA KAMI
Awal memutuskan menjalani homeschooling untuk anak pertama saya dimulai saat usianya memasuki 4 tahun. Sekitar satu tahun sebelumnya yaitu tahun 2013 akhir saya mencari banyak referensi mengenai homeschooling, baik dari pengertian, praktisi, termasuk metode yang digunakan dalam berproses homeschooling.Â
Mengumpulkan bahan pembelajaran, tumbuh kembang anak, aktifitas seru dan visi misi keluarga kami yang masih berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi keluarga kami. Jangan tanya alasan saya ketika memulai dan mengatakan "Baiklah, kita lakukan!". Â
Bisa jadi kenekatan kami sebagai orangtua dan keinginan anak sulung kami ketika memasuki usia sekolah dasar membuat kami masih menjadi praktisi homeschooler hingga hari ini.
Banyak metode yang bisa digunakan oleh praktisi homeschooling. Sesungguhnya tidak ada aturan baku bagaimana dan seperti apa metode yang tepat dalam setiap keluarga.Â
Bisa saja metode yang digunakan sudah dikenal namanya, sebut saja konvensional, montensori, charlottte mason, unschooling, ekletik dan beberapa metode lainnya yang disesuaikan dengan visi dan misi keluarga itu sendiri.
Metode ekletik merupakan salah satu metode yang kami gunakan dalam sistem homeschooling di keluarga kami. Metode ekletik menerapkan metode yang bebas dan mengkombinasikan dengan metode lainnya. Mendidik dengan sistem pendekatan beragam, dengan cara menyenangkan dalam proses belajarnya.
MENJAGA KESTABILAN SISTEM KEUANGAN ALA MOMHOMESCHOOLER
Pernah mendengar homeschooling hanya khusus untuk orang kaya saja? Jika ada yang mengeluarkan pernyataan seperti itu kepada saya, tentu saja saya akan amiiinnkan. Bukankah kata-kata bisa menjadi doa? Jika alam semesta mendukung, bukan tidak mungkin kekayaan lahir batin menyelimuti keluarga kami, aamiinn (lagi).
Nah, metode ekletik yang kami terapkan, bisa saja membuat kami sering merombak ulang jadwal dan kegiatan kami. Menambah dan mengurangi aktifitas, termasuk mengeluarkan kocek luar biasa jika saja kami tidak bijak mengatur sistem keuangan di keluarga kami.
Mengikuti tren, mengadaptasi sistem pembelajaran luar negeri, pemakaian alat pendukung pembelajaran mutakhir adalah beberapa godaan jika momhomeschooler tidak bersikap bijak dalam pemilihan aktifitasnya. Karakter procyclicality (cenderung ikut-ikutan) pada akhirnya dapat memicu resiko sistemik dalam sistem keuangan.
Berdasarkan PBI 16/11/PBI/2014 tentang pengaturan dan pengawasan makroprudensial, Â resiko sistemik merupakan potensi instabilitas sebagai akibat terjadinya gangguan yang menular (contagion) pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena interaksi dari faktor ukuran (size), kompleksitas usaha (complexity), keterkaitan antarinstitusi dan/atau pasar keuangan (interconnectedness), serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian (procyclicality).
Dari berbagai kebutuhan pemenuhan aktifitas, sebagai Momhomeschooler, saya melakukan beberapa cara jitu menjaga stabilitas keuangan, diantaranya adalah :
1. Â Menabung dan Berinvestasi.
Mencontohkan hal baik kepada anak merupakan unsur penting dalam sebuah pendidikan, anak adalah peniru yang ulung. Sebagai seorang ibu, saya selalu terbuka kepada anak-anak dalam penggunaan keuangan dalam keluarga. Â
Pemisahan pos-pos rutin seperti tagihan listrik, air, perawatan kendaraan, termasuk belanja kebutuhan dapur yang dibatasi sesuai kebutuhan. Mengajarkan menabung sebagai proses pembelajaran finansial termasuk menahan diri dari banyak keinginan dan kebutuhan utama.
Proses menabung  serta mengenalkan beberapa produk investasi secara perlahan terus dilakukan kepada anak-anak untuk memberi kesadaran bijak dalam mengatur keuangan.
2. Â Membuat permainan sekaligus belajar yang mengasyikkan.
Bermain seru bukan berarti selalu membeli mainan baru. Bermain secara bijak termasuk dalam kreatif membuat permainan alternatif pemanfaatan sumber daya yang sudah ada termasuk mengajarkan tidak mudah konsumtif.  Belajar sambil bermain  atau bermain sambil belajar keuangan akan terasa tidak membosankan.
3. Â Memanfaatkan layanan publik, murah, meriah namun bersifat edukatif.
Sebut saja musium yang dimiliki oleh setiap kota dengan banyak cerita sejarah di dalamnya. Biaya lebih irit, merasakan sensasi peninggalan bersejarah secara langsung menjadi pengalaman tak terlupakan oleh setiap anak. Tak kalah seru, kegiatan bisa juga dengan mengunjungi institusi yang mau bekerjasama dalam memberikan informasi edukatif kepada anak-anak.
Bukan tidak mungkin jadwal rutin ke mall dengan pengeluaran konsumtif tak terduga bisa tergantikan dengan sesuatu yang tidak kalah menarik dan menyenangkan
4. Â Mendidik berwirausaha dan mencintai hasil karya lokal.
Tak kenal maka tak sayang. Pepatah yang tak lekang oleh masa benar nyatanya. Mengajak anak-anak mengunjungi sentra lokal pengrajin jumputan  yang merupakan salah satu seni kerajinan di Palembang-Sumatera Selatan, secara tanpa sadar memberikan pemahaman kepada anak-anak menghargai hasil karya lokal adalah sesuatu yang membanggakan.Â
Proses pembuatan dengan dedikasi, membuka pemikiran bagaimana berwirausaha dan mengangkat kebudayaan daerah sebagai sesuatu yang layak menjadi unggulan.
Anak-anakpun akan sadar indahnya sebuah produk dan bangga menggunakan hasil pengrajin lokal. Termasuk menularkan kecintaan tersebut pada teman-teman dan lingkungan sekitar yaitu dalam setiap kegiatan yang kami lakukan pribadi juga bersama komunitas berkegiatan bersama keluarga lainnya.Â
Jika kita bangga dan mau menggunakan produk lokal maka produk lokal akan terus maju dan semakin dikenal di pangsa pasar Internasional. Hal tersebut juga memberikan efek positif kegiatan perekonomian didaerah tersebut menjadi lebih tangguh jika ada gejolak perekonomian.
Momhomeschooler tidak hanya berperan menjaga stabilitas keuangan dalam satu masa. Menularkan dan mengajarkan kepada anak-anak bagaimana bijak finansial pada akhirnya meneruskan kestabilan sistem keuangan di masa mendatang. Â
@her.lyaa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H