Mohon tunggu...
Lwiji Widodo
Lwiji Widodo Mohon Tunggu... -

...berusaha terus menjaga akal sehat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bumbu-bumbu Cinta (Bag. 2)

25 November 2011   08:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:13 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langit sore yang masih mendung , bahkan gerimis mulai turun kembali . Alam basah dan muram seolah menjadi pantulan seluruh kecemasan Nyonya Ana Ibrahim.

Mungkin kah keracunan itu berasal dari masakan ku ? Dia memutar ingatan kembali tentang semua bahan, serta bumbu-bumbu untuk pesanan keluarga William tersebut, ya semua fresh . Dan sudah menjadi prinsipnya sejak dini, dia selalu menerapkan masakan sehat. Semua penyedap, penambah rasa, raja rasa atau apapun zat-zat penambah kelezatan artificial, tidak ada dalam kamus resep masakannya.

Sebenar-nya selain alasan kesehatan dimana banyak bertebaran artikel-artikel tentang bahaya jangka panjang pada pemakaian intens terhadap MSG atau penyedap masakan, yang baru dia ketahui awal-awal kuliah saat dia ikut millist sahabat femina, semua berawal saat dia baru belajar memasak.

Meski sebenarnya sejak SD dia sudah sering hilir mudik di dapur, namun SK atau mandat dari mama-nya untuk masak yang bener-bener masak baru dia terima saat SMP.Kebetulan saat awal masuk atau kelas satu aturan di SMP nya yang merupakan salah satu sekolah favorit di kota Malang menerapkan masuk siang hari, kemudian kelas dua dari 10 kelas yang ada bergilir lima kelas semester pertama masuk pagi dan sisa-nya masuk siang bergantian pada semester berikutnya.

Dan saat-saat masuk sekolah siang hari adalah menjadi waktu yang dia dambakan, karena bisa menentukan menu apa yang ingin dia masak. Seolah dia menjadi panglima di dapur, Mama-nyahampir menyerahkan dari hulu sampai hilir, dari belanja sayur , ikan serta buah di Pasar Tawangmanggu yang jarak-nya cukup dekatkemudian mengolahnya hinga samapi cara penyajiannya.

Awalnya yang membuat dia seolah “dendam” terhadap segala bentuk serta merk penyedap, setiap masakannya selesai. Dan dia beritahukan ke mamanya bahwa sarapan sudah siap. Mama-nya selalu mengingat-kan

“Penyedap-nya sudah belum?” Bagi mama-nya pertanyaan ini otamatis terucap bila masakan Ana telah siap untuk dinikmati.

“Yaaa, Mama belum di coba kok sudah harus di kasih penyedap sih..”

“Biar tambah sedap, sayang ……itu yang jadi bumbu rahasia kalau kamu di dapur”

“Itu namanya , ga percaya diri sama olahan kita, mungkin bagi yang ga bisa masak senang di kasih itu, biar sedapnya terasa, padahal sedapnya palsu..”

“Lho, kamu suka kan masakan mama ?”

“kalau yang banyak ikan atau daging-nya , sukalah he he”

“ya itulah, sedapnya masakan Mama-mu selama ini, ya karena ada bumbu rahasia si penyedap itu, sayang…udah lah tambahkan dikit saja, atau biar Mama tambahkan sekalian sarapan, sudah lapar nih, menu apa pagi ini…?”

“Sudah Mama nunggu di meja makan aja, biar Ana tambahkan…sayur kacang sama pecelan santan ada telor sama tempe, Ma..”

Ana memang berjalan ke dapur, namun instruksi mamanya untuk menambahkan penyedap rasa tidak dia lakukan. Dan Mama-nya pun sarapan dengan lahap tanpa sadar bahwa nikmat sayur masakan putrinya tanpa ada sebutir-pun penyedap rasa.

Lambat laun saat tanggung jawab masak sudah seluruhnya dia emban, berbagai penyedap rasa didapur dia enyahkan. Hanya orang-orang yang tidak punya jiwa – jiwa seni memasak yang membutuhkan bahan-bahan itu.

“ Bu, semua masakan yang yang ada di kulkas serta bahan-bahan sayur, di bawa semua sama bapak-bapak polisi , bu” ooh laporan dari si Wati pembantunya dengan setengah ber-bisik tadi membuyarkan lamunan masa lalu-nya.

Nyonya Ana segera sadar, dalam kesedihan ber balut kecemasan ini, dia harus bertindak cepat.

Wati , kamu kunci semua pintu, kemudian kamu jangan kemana-mana nunggu telpon dari aku atau dari siapa saja.Aku mau ikut Pak Polisi ini dulu!” Kata Ana pada Watisambil menyeka setetes air mata.

“Iya, bu…” jawab Wati, sekilas Ana bersyukur pembantu di rumahnya ini, cukup tabah dan tidak ketakutan melihat beberapa polisi “kesasar” yang meng-obrak abrik dapur mengambil apapun yang ada disna, termasukbahan serta bumbu-bumbu yang ada di sana.

Dia saja yang bisa debat adu argumentasi masih ciut nyali juga lihat beberapa aparat mondar mandir memasukkan “harta’ dapur-nya dalam kantong-kantong ber-label. Sementara Wati tidak tampak gemetar apalagi raut ketakutan.

Hal kemudian yang dia, ingat adalah dua ksatria kecilnya, yang lagi main di rumah tantenya, Sabina adik suaminya, tinggl tidak jauh dari komplek perumahan sini, dan anak Sabina, si Robin paling suka jika di temani main. Sudah menjadi kebiasaan , siang pulang sekolah dia antar ke rumah Robin, Kemudian gentian nanti menjelang sholat Magrib, Sabina antar kembali pulang, Dan saat ini dia harus hubungi Sabina dulu agar anak-anak tinggal di sana dulu, nanti dia akan jemput. Nanti ? mudah-mudahan badai di sore ini segera reda bathinnya berharap.

”Sebentar Pak.” Ana masuk mencari dompetnya. Ia masukkan

dompet serta hand phone itu ke dalam tasnya lalu bergegas keluar menerobos rintik gerimiske mobil sedan polisi.

Sepanjang jalan mata Ana berkaca-kaca dia berusaha agar kekalutan ini tidak lahirkan tangisan. Ia memandang ke jendela dengan raut kesedihan serta kebinggungan, Ya Allah kuatkan lah hati hamba mu ini, Engkaulah Yang Maha membolak balikkan hati, berilah ketabahan, segera angkatlah beban persoalan ini.

Dia ingin menelpon suaminya, berkali-kali dia buka name list di hand phonenya dan deretan nama paling atas ~Abi, ingin sekali dia tekan nick itu, dan curahkan segala beban, tekanan dan semua ketidakjelasan sore ini.

Namun berkali-kali pula, bathinnya mengingatkan untuk tidak dulu menghubungi ~Abi, dia tidak tega jika semua ketidak jelasan ini turut menyeret suami tercintanya yang pastinya sedang ber-konsentrasi dalam kerjaan.

Semua ketidakbenaran, dan dugaan ngawur ini bisa dia hadapi sendiri, tidak ada yang dia sembunyikan, seluruh bumbu serta bahan-bahan yang dia olah sebagai cikal bakal sup buntut yang seolah menjadi sumber bencana adalah halal dan sama sekali tidak ada kandungan yang berbahaya.

Ah tentu tes laboratrium akan mengkabarkan hal tersebut, kalau perlu uji test di lakukan di KIG – Kingsley International Grup, lembaga riset yang juga melayani uji test materi untuk masyarakat umum. Konon yang menemukan penyebab kematian king of pop Micheal Jackson, juga laboratrium KIG ini. Hingga propofol sempat menjadi top searching di Google saat lab KIG mengumumkan , propofol-lah zat yang menyebabkan pemusik legendaries itu tewas.Dan hampior orang seluruh dunia pingin tahu, apa itu propofol?

Polisi berkumis tipis yang duduk persis disebelahnya tampak sekilas memperhatikannya. Seolah dia mengirim rasa iba ke pada Ana.

“Suami Ibu Ana, apa sudah dihubungi jadi setelah pulang kerja dia bisa langsung ke kantor temani ibu”

Sebenarnya dia enggan membuka mulutnya, namun dia tidak ingin para polisi ini tahu bahwa dirinya dirundung sedih. Meski tentu saja upaya ini gagal.

“Suami saya, kebetulan kerja diluar kota.....” hanya kalimat pendek yang akhirnya keluar, meski sebenarnya masih ber-meter-meter lagi kalimat panjang yang bisa dia sambung dan ingin dia teriakkan.

“suami saya, kebetulan kerja diluar kota..saya sungguh pinggin hubungi dirinya, saya ingin katakan bahwa sore ini rumah kita sudah diacak-acak oleh polisi kesasar plus membawa tuduhan bahwa saya telah meracuni tamu-tamu keluarga pak William, ” suara itu hanya memantul dalam lorong-lorong hatinya.

Memang jika dia hubungi suaminya sekarang serta merajuk agar dia ditemani hadapi masalah “gila” dan tuduhan ngawur ini. Dia yakin dengan segala cara pasti suaminya akan menurutinya.

Dia sungguh bersyukur, di hadiah i Tuhan, seorang malaikat seperti suaminya. Ya, dia tidak berlebihan, suaminya seolah adalah sosok malaikat yang terbungkus oleh raga suaminya.

Hampir tidak pernah marah, dan seluruh kasih sayangnya dia tumpahkan utuh tandas tanpa sisa untuk dirinya. Dan tetesan embun kebaikan-pun tak pernah jeda, dia selalu telaten member, mengajarkan dan menyontohkan tentang kebaikan-kebaikan.

Dan tentu saja, awal-nya setiap ajaran kebaikan yang dia tetes-kan menguap , begitu saja tak ber-bekas. Memang dia tidak bantah atau protes namun menyatukan jiwa-jiwa moderat yang dia miliki dengan hat-hati yang penuh kelembutan tidaklah gampang.

Ada kejadian yang masih terekam dengan jelas, saat itu dirinya dapat pesanan acara perpisahan wisuda TPQ “Hassanul Wardah” di dekat rumahnya, pesanan yang tidak banyak plus minta harga yang bersahabat, ditambah lagi permintaan cukup ribet, nasi kuning yang dihiasi unsur-unsur Islami. Dia sendiri binggung, nasi kuning Islami itu yang bagaimana, apa nasi kuning yang penuh tulisan Assalamualikum?. Apakah nasi kuning, yang pulen, enak serta gurihnya pas dan waran kuningnya cantik itu tidak Islami ya? Namun ya sebagai warga yang baik tentulah dia terima pesanan “kerja bakti” tersebut.

Harga murah, pesanan hanya duapuluh kotak dan “seribu” permintaan . sempurna !

Saat itu hari Kamis, seperti biasanya adalah hari bahagia bagi keluarganya karena jadwal suami datang. Seperti biasanya datang dengan sejuta kerinduan, dan segudang kisah kisah indah. Dan persis setelah tunaikan sholat Magrib ber-jamaah. Suaminya menghampiri Ana yang masih melipat mukenah putih dan sajadah.

“Ma, besok saya pingin ajak kamu sama anak-anak ke Makassar “

“Yang bener nih Pa…Ga bohong..?” saya tahu suami saya tidak pernah berbohong, meskipun dalam hal bercanda dia sangat menjaga sekali lisannya, namun dasar watak sableng yang belum juga luntur, sering kali pertanyaan atau pernyataan darinya jawab spontan dengan “Ah bohong ah”.

“Iya, Mama siap-siapin ya, sama minta tolong baju ku juga” Satu lagi setiap kalimat meski kepada istrinya tidak pernah luput dengan kata “minta tolong” dan kata”terima kasih” awalnya Ana protes, kata-kata itu seolah menjadi “jarak”. Namun lagi-lagi suaminya berhasil mematahkan protesnya, bukan ada jarak namun lebih ke a ah menghargai begitu penjelasannya.

“Kebetulan hari Senin ada pertemuan di Makassar, jadi nanti Sabtu sama Minggunya kita bisa jalan-jalan dulu kan, katanya pingin lihat Trans Studio”

Rasanya tak dapat kulukiskan persaan hati, kabar gembira dari suami tercinta untuk ajak jalan-jalan. Memang hal ini bukan pertama kali, namun selalu kita rencankan jauh-jauh hari sebelumnya, lha sementara saat itu tidak sampai 24 jam dirinya serta seluruh keluarga akan menghirup tanah Celebes, tanah yang melahirkan insan-insan pemberani arungi samudera. Dan yang lebih asooy lagi, ke wahana hiburan indoor terbesar Trans Studio, godaan untuk kesana sebenarnya banyak dirangsang oleh pemberitaan .

Banyak acara gossip-gosip artis yang ambil setting disana, dan niatan itu pernah dia utarakan ke suaminya, saat itu jawabannya hanya senyuman dan “Insyallah..” namun ternyata suami tercintanya merekam keinginannya tersebut.

“Ok, papa sayang…terima kasih ya kado nya he he…”

“Lho , memang siapa yang ulang tahun.?”

“ Ya , begini aja Pa, anggap besok itu kado ulang tahun mama, nanti kalau mama pas ulang tahun, ga minta lagi deh”

Suaminya seperti biasa hanya tersenyum, dan yakin kalimat istrinya ini jauh dari serius pasti nanti saat hari ulang tahun tiba, kalimat inipun dia lupakan.

“Ok, Pa..saya mau ke Bu Umi dulu kalau begitu…”

“Bu Umi yang ngajar di TPQ, itu kan kan Ma, ada apa?”

Kemudian Ana menceritakan pesanan ‘kerja bakti ‘ yang diterimanya, dan dengan rencana ini berarti dia bisa batalkan dan tentu terbebas dari rasa bersalah.

“eeeh, kapan dia pesan Ma…?”

“Ya, sudah seminggu yang lalu lah..?’”

“Mama mau ke Bu Umi untuk batalkan kan Ma, tentu kasian dia akan binggung mencari pengantinya..apalagi waktunya mepet, berarti kita berangkat Sabtu pagi saja Ma, setelah pesanan selesai, kita langsung ke Juanda nanti Papa bantu deh, biar cepet selesai…”

Ana binggung seolah suaminya setelah tawarkan capucinno latte diganti dengan es dawet, masak menunda liburan hanya karena pesanan duapuluh kotak. Seperti biasa dia-pun protes, terhadap sikap suaminya. Memang tetap berangkat ke Makassar namun waktu liburan tentu dipangkas sehari.

Dan seperti lazimnya juga, protes sang istri berhasil di lembutkan dengan tetesan-tetesan kebaikan.

“Ma, Sebelum diangkat menjadi seorang nabi, Muhammad saw. Telah dikenal sebagai orang yang paling menjaga amanah di seantero kota Makkah. Shingga beliau diberi gelar Al Amin.

Orang yang sangat bisa dipercaya. Orang yang sangat menjaga amanah. Sifat inilah yang semestinya dimiliki setiap muslim.”

“Menjaga amanah adalah ruh ajaran agama kita. Mama seminggu yang lalu telah diberi pesanan oleh Bu Umi, dan Mama menyanggupi, dan itu adalah Amanah, sudah-lah Ma, bukan berarti libur Mama di Makassar di discount sehari, tidak..kita pulang sampai mama memang kepingin pulang deh, gimana”

Ana tak menjawab, hanay cubitan mesra di pingganngnya dan selaksa rasa syukur atas anugerah suami yang terus menuntun dirinya untuk menjadi baik disemua segi kehidupan, subhanllah.

“Ibu Ana, langsung diperiksa di lantai dua, ada Bripol Nurbayati yang akan menemani ibu” keping-keping lamunan indahnya pecah berserakan oleh suara tegas polisi “kesasar”, ya bathinnya masih terus berharap para aparat inisalah alamat.

(bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun