Mohon tunggu...
Lwiji Widodo
Lwiji Widodo Mohon Tunggu... -

...berusaha terus menjaga akal sehat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bumbu- bumbu Cinta

24 November 2011   10:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:15 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surabaya terus mengelinding menuju akhir tahun. Dan musim hujan-lah akhir-akhir ini yang banyak mendekap kota ter-besar ke dua di Indonesia ini. Meski musim peng-hujan bukan berarti sengatan mentari berkurang, peluh-pun masih langsung berkejar-kejaran saat kita sebentar berada di ruang terbuka. Dan siang itu hujan baru saja reda, semilir kesejukan menebar keseluruh penjuru kota.

Tidak ter-kecuali di teras sebuah rumah nan asri, yang penuh dengan nuansa hijau tanaman. Tembok rumah yang putih bersih di padu dengan segar-nya hijau daun-daun menambah syahdu suasana rumah. Siang itu sang pemilik Nyonya Ana Ibrahim, tampak mendamparkan dirinya dengan buku-buku resep masakan serta beberapa bacaan Agama.

Tampak ada buku Fiqih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Tuntunan Sholat Cara Nabi karangan Muhammad Nasyiruddin al Bany, Tabloid Nova serta Nyata juga se cangkir kopi Toraja kiriman sahabat-nya yang baru tiga hari dia terima.

Memang soal kopi, dia ini dapat-lah disejajarkan dengan para kopi-kopi sejati. Bukan saja bisa ber-cangkir-cangkir di lewatkan tiap hari jika saja hasrat terhadap minuman dari biji asal Ethiopia ini dia turuti. Namun keinginan untuk mencoba berbagai jenis kopi juga merupakan bagian dari kegemarannya tersebut.

Saat dulu bekerja di Bali, selain kopi cap “kupu-kupu bola dunia” yang sangat di gemari, kopi bali lainnya-pun lengkap dia koleksi. Sayang taste kopi tersebut kini telah bergeser beberapa centi, tidak seperti dulu lagi.

Adzan Azhar berkumandang, dia tutup buku yang tengah di baca, pita buku di julurkan di halaman terakhir sebagai tanda. Terhadap buku memang dia cukup menyayangi, merawat adalah bagian terpenting ketika sebuah buku berhasil dimiliki begitu prinsipnya. Makanya dia cukup sebel dulu saat kuliah, teman-temannya yang juga hobby baca memincam novel-novel Sidney Sheldon dan beberapa halaman ujung-nya terlipat , dijadikan tanda batas.

Dia bergegas, sambil membawa cangkir kosong melangkah ke arah dapur. Bila melihat dapurnya, orang langsung yakin kalau si pemilik rumah cukup banyak meluangkan menit demi menit-nya di ruangan itu. Dapur-nya sebuah ruangan yang cukup luas, dengan dua meja panjang di tengah serta satu menempel di dinding. Lemari es ukuran 3 pintu warna metal, ter-onggok kokoh di sudut ruangan. Dinding dapur di kelilingi keramik hijau muda dengan motif-motif sayur-sayuran kartun seperti gambar wortel dan tomat .

Diatas meja tengah, tampak coffe maker bersebelahan dengan alat panggang roti, dan rak rendah berjejer selai coklat, strawberry serta nanas juga tempat tatakan pisau yang ber motif buah semangka.

Lemari gantung, menempel kokoh pada sisi bagian atas dinding dapur, hampir semua piranti masak- memasak, cetakan kue serta Loyang-loyang tersusun rapi didalamnya.

Dari dapur inilah Bu Ana, mem-produksisemua kreasi hasil olahan resep-resep beliau. Memang masak yang awalnya hanya kegemaran atau hobby, beberapa tahun ini menjadi kegiatan rutin yang menambah pundi-pundi keuangan keluarga.

Memang awal-nya tidak ada niatan untuk bisnis kuliner ini, hoby masak dan membagikan hasil kreasi resep-resep kebeberapa kerabat , tetangga serta rekan-rekan seolah menjadi proklamasi tentang kepiawaiannya.

Dan kemudian pesanan demi pesanan masakan mengalir. Memang harga yang cukup bersaing sangat menjadi daya tarik bagi pelanggan-pelanggannya. Pasalnya memang bukan keuntungan yang menjadi tujuan, isi kekosongan waktu agar belenggu rindu serta pasungan rasa kangen terhadap suaminya yang kebetulan tugas di luar kota sehingga hanya bisa punya kesempatan pulang seminggu satu kali yang menjadi alasan utama.

Dengan ber-sibuk ria, waktu pun akanterasa singkat, dan hari kamis-pun dimana sang suami pulang akan semakin cepat bwgitu bathinnya merumuskan tentang kegiatan terima pesanan.

Memang disi lain dengan semakin seringnya dia terima pesanan jam terbang dalam olah mengolah bumbu semakin mahir, akurasi serta estimasi hidangan yang harus disiapkan untuk sekian orang sekarang bisa dia kalkulasi di luar kepala. Sering kali kendala yang dihadapi para juru masak adalah takaran yang pas, agar cita rasa tetap meski memasak dalam porsi besar.

Seperti kemarin dia sukses terima pesanan untuk 850 piring , pesanan sup buntut untuk acara syukuran keluarga pak Wiliam, kebetulan bu wiliam adalah teman kuliah dulu di Malang.

Capek memang bonus lain dari sebuah usaha, namun rasanya dengan ikut mensukseskan acara dalam artian pesanan bisa diambil tepat waktu capek pun menjadi hal biasa.

Rencana setelah sholat Azhar, dia ingit istirahat sejenak disamping pegal-pegal sisa masak sup buntut untuk partai besar, besok pagi dia juga harus pre-pare pesanan Bu Novi, memang ga banyak hanya cukup ribet dan dia jarang masak menu tersebut. Coto Makassar, awalnya dia menolak halus takut kurang presisi rasa-nya karena dia jarang olah masakan tersebut, namun Bu Novi justru suka, katanya “ Lha, bagus tuh jadi kita orang bisa rasakan coto makasar ala Bu Ana, tho..?”

***

Shalat Azhar telah di tunaikan, dia pinggin hadiahkan pada raga-nya sekian menit untuk rebahkan sejenak. Menurut buku tidak ada yang lebih baik buat tubuh terhadap recovery selain istirahat, minuman suplemen serta vitamin-vitamin memang baik namun jauh lebih ber-khasiat, tidur. Entahlah pakar yang merumuskan hal ini, memang sudah melakukan penelitian atau hobbynya molor.

Sesesaat matanya hampir terpejam sempurna, ketukan halus pada pintu kamar-nya, membuatnya terjaga.

“Buuuu, maaf…ada tamu Bu..”

Suara lirih mbak Wati, pembantunya menyusup pelan.

Ah harusnya tadi dia pesan ke Wati, kalau dia pingin istirahat sebentar, agar tamu yang tidak terlalu penting tidak menganggu dirinya. Subhanallh,..tamu adalah seseorang yang dimuliakan Allah, dia teringat nasehat suaminya saat , protes rekan suaminya tidak pulang-pulang sementara waktu di rumah kan sangat terbatas, masak yang sudah terbatas itu masih harus dicuil lagi.

Mama tidak boleh kita, Rasulullah mengajarkan kita untuk menghormati tamu, ada salah satu hadistnya bahwa: “Apabila tamu telah masuk ke rumah seseorang, maka ia masuk dengan membawa rezekinya, dan jika ia keluar keluarlah dengan membawa pengampunan dosa orang-orang rumah”

Subhanallah, ya Allah ampunkan lah hamba, suami hamba telah mengajarkan untuk menghormati setiap tamu.

‘Iya, Wati….terimakasih”

Diapun lantas turun menuju ruang tamu, rasa ngantuk-pun hilang. Siapa ya kira-kira tamu ku , sore ini. Rasanya kalau teman-temannya satu komplek yang sering berkunjung dengan udara sejuk setelah hujan begini, banyak yang tinggal dirumah saja. Nonton acara gossip atau bahkan tidur pulas, ah tiba-tiba dia merasa tidur seolah barang mewah.

“Selamat sore Bu…”

“Iya, pak selamat sore…” Tamu-tamu sore ini tidak saja dia kenal, namun cukup mengundang tanda Tanya . Tiga orang Polisi dengan wajah seragam, nyaris tanpa senyum. Entah lelah atau menjaga wibawa.

“Ibu yang bernama Bu Ana?” bapak polisi yang tampaknya paling senior menatapnya dengan pertanyaan pertama, yang seoalh menjadi gerbang sebuah berita yang tidak gembira.

“Kami, dari kepolisian ingin meminta keterangan dari Ibu Ana, namun agar keterangan ibu lengkap dan bisa kami catat, kami mohon Ibu ikut kami ke Polres..”

“ket…keterangan apa pak,mengapa saya harus ke kantor Polisi.. “ Ana berusaha tegar, namun kecemasan gagal dia sembunyikan.

“Begini bu, acara di keluarga bapak Wiliam , konsumsinya kan dari ibu, dan berdasarkan laporan, 4 orang tamu keracunan serta dirawat di rumah sakit, dan beberapa yang lainnya mengalami muntah-muntah, yang merupakan gejala keracunan stadium 1, jadi kami mo…”

‘ Tidak mungkin pak, saya masak masakan itu baru, semua pesanan saya masak pagi hari-nya, tidak mungkin kalau makanan dari saya penyebab-nya” Ana memotong keterangan pak polisi, keberanian untuk mempertahankan diri mulai terbit.

“ Memang bu, kami masih akan meneliti penyebab-nya, masakan ibu hanya salah satu indikasi bagi kami, oleh sebab itu kami mohon…”

“Pak, kenapa saya harus ke kantor polisi, bapak bisa uji laborat dari sisa makanan yang ada disana kan..” Dia mulai menguasai keadaan, ketegasan serta keberanian terpancar dari kata-kata yang diucapkan.

“Bu na, ini prosedur bu, kami tetap harus minta keterangan dari ibu tentang berbagai hal, sementara uji laborat juga tetap berlangsung, percayalah lah Bu, kami ini sekarang aparat-aparat professional, yang menepatkan semua masalah pada tempatnya, memang citra kami terlanjur buruk di sebagian masyarakat, kami berusaha merubag paradigm tersebut..”

“ Jadi kami mohon, ibu ikut kami dan perkenankan kami membawa beberapabahan atau masakan dari dapur ibu sekarang….”

Ana tahu semua upaya persuasif-nya seakan menabrak dinding, dan tiba-tiba bayang-bayang menakutkan mendekap dirinya “bagaimana, kalau saya salah, bagaimana kalau mereka keracunan memang dari sup buntutku, bagaiman kalau sampai ada korban jiwa, ya Allah aku berlindung kepadaMU, engaku tahu semua yang hamba lakukan, ya Allah berilah pertolongan hamba mu ini”

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun