Mohon tunggu...
Luzen
Luzen Mohon Tunggu... -

Luzen

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Saya Tidak Tahu Rasa Makanan Itu Enak atau Tidak

21 Agustus 2015   15:56 Diperbarui: 21 Agustus 2015   15:56 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wah kurang manis!" "Hmmm... sambalnya ga berasa..." "Kebanyakan garam nih!"  "Santannya keenceran."

Kurang lebih itulah celotehan para wanita ketika menilai suatu makanan, bahkan tanpa diminta. Seringkali saya juga diminta untuk menilai dan saya bilang enak-enak aja. Eh saya dibilang payah. Mungkin emang dasar dari kecil saya terbiasa pasrah. Ibu saya masak sesuai seleranya. Ibu suka makanan bersantan dari sayur lodeh, opor dan makanan2 bersantan lainnya. Selain itu Ibu lebih suka masak sayur dan agak jarang masak daging. Jujur saya kurang suka tipe makanan ibu yang bersantan itu. Saya juga lupa apakah ketika kecil saya pernah komplain soal itu. Tapi mungkin karena sudah terbiasa terus dimasakin seperti itu, jadi timbul rasa pasrah dan penerimaan dari dalam diri saya. Walau dalam hati kecil saya, tetap kurang suka masakan bersantan. Yang saya ingat Ibu pernah bilang, makan seadanya, ga usah milih2 yang penting sehat. Mungkin kata-kata itu yang tertanam di otak saya. 

Hingga beranjak dewasa, saya tidak pernah mempermasalahkan atau komplain atas hasil masakan orang lain. Sampai suatu ketika saya berpikir. Kenapa orang bisa dengan mudahnya komplain tentang hasil karya/masakan orang lain? Apa lidah saya matirasa dan kurang peka? Bagi saya sendiri, Asal tidak parah2 amat pasti tetap bisa saya makan.

Hingga pada suatu ketika, saya lalu mencoba untuk mengetes lidah saya. Saya coba mencicipi somay bersama teman saya yang super kritis soal menilai makanan. Dengan berusaha berpikir jujur dan kritis, saya makan somay itu. Awalnya, saya tetap merasa biasa-biasa saja. Lalu teman saya nyeletuk, "Sambal kacangnya kurang ah!" "Haah? Kurang apa?" tanya saya bingung. "Kurang banyak kacangnya, keenceran nih!" Tambahnya.  Hadeh memang ribet teman saya yang satu ini. Kebanyakan protes. Lalu saya coba merasakan dengan tenang. Iya sih kalau mau jujur memang sambalnya agak encer. "Tapi gak papa lah makan aja!" Teriak saya.

Tapi lalu saya tersadar.

Ya ampun... Saya merasa baru sadar, Ibu saya telah mengajarkan satu hal luar biasa. Selama ini bukannya lidah saya yang matirasa. Kalau disuruh jujur menilai makanan mungkin saya bisa. Tapi, bukan itu masalahnya. Itu karena saya sudah terbiasa menerima segala sesuatu apa adanya termasuk soal makanan. Saya selama ini belajar untuk tidak mudah menuntut, tidak mudah protes dan menyalahkan orang lain. Ya setidaknya itu hikmah yang saya dapatkan dari Ibu saya soal makanan hahaha...

Ya, saya tidak perlu menjadi seperti orang lain yang jago mengkritik :) Sepertinya saya memang tidak cocok untuk pekerjaan tester makanan hahahaha

 

Belajarlah untuk tidak mudah menuntut :) 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun