Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa sehingga mereka dapat menjadi orang yang sukses dan berkontribusi sebagai anggota masyarakat. Prinsip ini sejalan dengan Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan siswa menjadi individu yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri , dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pancasila membentuk dasar pandangan hidup bangsa dan standar untuk menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan globalisasi, kebudayaan asing berkiprah dengan lebih cepat. Akibatnya, prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila secara bertahap hilang. Setiap negara memiliki landasan pemerintahan yang berfungsi sebagai dasar di mana pemerintahan beroperasi.
Tanpa disadari, kekuatan Pancasila secara otomatis diproses setelah reformasi. Coba kita pikirkan betapa banyaknya bencana dan konflik yang luar biasa besar yang dapat kita atasi. Lihat Myanmar waktu bencana alam seperti tsunami dan gempa bumi Indonesia membuka diri dan menerima bantuan dari negara lain, sementara Myanmar membatasi diri karena khawatir dengan campur tangan asing yang menghentikan bantuan masuk. Meskipun Aceh saat ini berada dalam konflik politik, dan banyak orang khawatir dengan dampak masuknya orang luar. Perdamaian, namun, yang terjadi. Kesetiakawanan yang melandasi sila “Persatuan Indonesia” dan “kemanusiaan yang adil dan beradab” muncul secara bersamaan saat musibah tsunami terjadi. Rakyat Aceh menerima bantuan kemanusiaan dari seluruh tanah air tanpa komando.
Perdamaian telah dicapai melalui energi Pancasila. Berbeda dengan kejadian di Ambon dan Poso, kejadian tersebut umumnya dianggap sebagai bagian dari konflik politik yang tidak dipengaruhi oleh hasutan dan campur tangan “halus” dari pihak luar. Kedua belah pihak sangat menyesal setelah masa konflik berakhir.
Sebagai dasar negara, Pancasila mengandung nilai-nilai keseimbangan hukum yang terdiri dari nilai-nilai ketuhanan (moral keagamaan), nilai kemanusiaan (humanisme), dan nilai kemasyarakatan (nasionalisme dan keadilan sosial). Pertama, gagasan Ketuhanan ini tidak mengarah atau memihak kepada agama tertentu. Sebaliknya, tujuan dari gagasan ini adalah agar keyakinan (aqidah) atas sifat-sifat Ilahiyah, seperti nilai-nilai universal seperti keadilan, persamaan, kemerdekaan, kebenaran, kasih sayang, perlindungan, kebersamaan, kejujuran, kepercayaan, tanggungjawab, keterbukaan, keseimbangan, dan perdamaian.
Kedua, sistem nilai kemanusiaan (humanisme) yang ditujukan pada tata kelola hukum dan politik harus mampu memposisikan manusia sebagai makhluk yang mempunyai hak asasi yang unik. Hak untuk hidup, hak atas pendidikan, hak untuk bekerja, hak untuk berorganisasi, hak untuk menghidupi keluarga, hak untuk berbahagia, hak untuk berpikir, bertindak dan mengembangkan potensi diri.
Kedua konsep tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep akhir, yakni nilai-nilai masyarakat (nasionalisme dan keadilan sosial). Nilai sosial tersebut merupakan prasyarat yang tidak dapat dielakkan bagi peran negara dalam segala proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, peran negara bukanlah peran negara, melainkan melayani kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keadilan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan ideologi negara yang universal dan menyeluruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H