Pada akhirnya bapak dan ibu satu suara untuk mendukungku menerima tawaran pekerjaan itu, setelah aku pikir-pikir, tidak ada salahnya juga aku bekerja lagi di perusahaan. Di bulan ini, aku resmi menjadi karyawan lagi, walaupun usaha jualan beras yang sudah aku rintis masih tetap berjalan untuk penghasilan sampingan. Di posisi ini, aku semakin jumawa, berpikiran bahwa corona memang tidak ada, buktinya lapangan kerja masih sangat terbuka buatku.
Desember, 2020.
Memasuki penghujung tahun, aku sungguh semangat, selain ingin segera menyudahi tahun yang berat di 2020, pada akhir tahun ini, aku juga punya hajat besar yang sudah lama kunantikan. Melepas masa lajang dengan membuat ikatan komitmen sepanjang sisa hidup dengan seseorang yang sudah menjadi pilihan hati adalah salah satu hal terbesar yang akan aku jalani di penutup tahun ini. Undangan sudah selesai dicetak, tempat untuk acara akad nikah pun telah dipersiapkan, walaupun yang akan menjadi tamu hanya pihak keluarga besar saja mengingat kondisi masih pandemi dan himbauan Pembatasan Sosial diberlakukan di mana-mana, tak terkecuali kota tempatku tinggal, Yogyakarta.
Seminggu sebelum acara penikahan, hari Jum'at pukul 06:30 pagi, teleponku berdering, sepintas aku lihat percakapan di Whatsapp group keluarga sudah sangat banyak, perasaanku mulai tidak enak, seperti ada sesuatu yang sedang terjadi, batinku. telepon aku angkat, di seberang terdengar suara adik yang menahan tangis membawa kabar duka. Innalillahi wa innalillahi rojiun, Bapak telah dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit tempat bapak dirawat. Ya, sehari sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, bapak memang masuk rumah sakit karena sakit sesak nafas dan demam yang sudah dirasakannya hampir seminggu tidak kunjung membaik. Tapi aku masih tidak percaya dengan keadaan ini, karena pada hari pertama ketika di rumah sakit, beliau masih sanggup untuk bercengkerama denganku dan bercanda di telepon selama satu jam, seperti tidak terjadi apa-apa.
Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya, akan kehilangan bapak secepat ini, sebelum beliau sempat menyaksikan hari pernikahanku. Aku juga tidak punya firasat apapun, bahwa sosok yang selama ini berpengaruh dalam jalan hidupku akan meninggalkan keluarga untuk selamanya. Saat itu juga aku segera meninggalkan Yogyakarta untuk pulang ke Rembang dan memberikan penghormatan terakhir kepada bapak. Sebelum benar-benar sampai di Rembang, pihak rumah sakit memberikan kabar bahwa hasil Swab beliau positif Corona.Â
Corona seperti sedang menamparku dengan caranya merenggut nyawa bapak, untuk menunjukkan bahwa virus ini memang benar-benar ada dan berbahaya. Hasil swab test yang telah dijalani ibu juga sama, ibu dinyatakan positif Corona beriringan dengan hari meninggalnya bapak. Pikiranku sungguh kalang kabut, aku dan adik yang negatif harus berusaha menghibur ibuk agar imun beliau tetap kuat dan tidak melemah seperti yang terjadi dengan bapak. Keterangan dari rumah sakit menyatakan kondisi bapak sudah melemah sejak semalaman sebelum meninggal, beliau sempat berkali-kali mengalami gagal nafas sebelum akhirnya kembali ke pangkuan Allah SWT. Ternyata virus ini memang benar-benar ada, dan dari pandemi ini, setelah kehilangan bapak, aku jadi belajar perlunya kita menerapkan protokol kesehatan secara ketat seperti yang selama ini dianjurkan pemerintah adalah tidak lain untuk menjaga orang-orang sekeliling yang kita cintai.
Berat rasanya harus menjalani pernikahan dan mengucap akad tanpa didampingi bapak yang telah tiada dan tanpa kehadiran ibuk yang sedang menjalani isolasi mandiri. Tapi sekali lagi, life must go on, aku juga yakin bapak lebih suka menyaksikan dari surga kalo acara pernikahanku tetap berlanjut seperti rencana semula. Akhirnya 19 Desember 2020, telah kuikrarkan sisa hidupku untuk kujalani hidup bersama seorang wanita pilihan. Semua prosesi berjalan dengan lancar, khidmad, dan tentu saja penuh haru. Beruntungnya kita sudah hidup di zaman internet, sehingga ibuk dan adik tetap bisa menyaksikan dari rumah melalui live streaming.
Apa yang terjadi denganku di 2020 memang sungguh berat, aku kira saat dipecat oleh perusahaan adalah ujian paling rumit, namun ternyata, kehilangan bapak untuk selamanya dan menjalani akad nikah tanpa kehadiran beliau adalah cobaan terberat yang sedang diberikan Allah SWT untukku di tahun ini. Tapi, sebesar-besarnya ujian yang datang tetap banyak hikmah yang aku ambil, kini aku menjadi lebih menjaga diri dan keluarga agar tidak terserang virus ganas ini dengan menerapkan hal-hal baik yang telah disosialisasikan oleh pemerintah selama ini.
Selain itu, adanya kisah ini juga membuatku kembali merangkumnya dalam sebuah tulisan setelah sekian lama tidak menulis lagi. Sebelum wafat, bapak juga sempat mengingatkanku dengan kata-kata, "kamu kok sudah nggak pernah menulis lagi". Jadi, semoga bapak tetap bisa membaca tulisanku ini dari surga. Selamat jalan pak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H