Bisa jadi, atas dasar ini pihak PKS berusaha mengantisipasi dengan membuat kesepakatan tertulis dengan Gerindra mengenai jatah kursi calon wakil presiden. Jika saja Gerindra sampai mengkhianati perjanjian tersebut, bisa jadi PKS justru yang akan membuat poros koalisi baru dengan partai lainnya yang juga sama-sama belum menentukan sikap mengenai kontestasi politik 2019.
Dari pengamatan saya, ada beberapa partai selain PAN yang belum mengambil keputusan apapun untuk mendukung salah satu nama tertentu di pilpres nanti. Partai Demokrat masih mencari peluang terbaik untuk bisa mempromosikan nama putera sulung Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono.
Sementara itu Partai Kebangkitan Bangsa yang dikomandoi oleh Muhaimin Iskandar juga rentan meninggalkan koalisi yang dipimpin PDIP jika Joko Widodo enggan memilih Cak Imin sebagai calon wakil presidennya. Berdasarkan fakta ini maka terbentuknya poros ke 3 seperti yang pernah dikatakan oleh Zulkifli Hasan sebagai koalisi nasional masih memungkinkan.
Saya berpendapat gesekan-gesekan antar partai politik saat ini demi memenuhi ambisi merebut kekuasaan justru semakin memperkuat banyaknya kemungkinan yang akan terjadi. Kalau partai yang ada di koalisi PDIP dan Gerindra tidak sepakat terkait nama capres maupun cawapres, mereka berpeluang memisahkan diri dan membentuk koalisi baru. Kemungkinan lainnya, adanya partai politik yang akan menyeberang ke kubu koalisi lawan, seperti PAN bergabung dengan Gerindra.
Terbentuknya poros ke 3 nanti bisa sangat menyulitkan Prabowo Subianto, karena sekarang hanya PKS yang sudah menunjukkan tanda-tanda akan mendukung. Tetapi yang perlu diingat bahwa sikap Partai Keadilan Sejahtera itu belum menjadi sebuah keputusan resmi.
Apalagi jika PKS pada akhirnya memilih untuk tidak bekerja sama dengan Gerindra ketika masanya datang di pilpres 2019, maka tiket Prabowo Subianto untuk kembali rematch dengan Joko Widodo dipastikan hilang karena gagal memenuhi syarat ambang batas pencalonan. Kalau sampai terjadi hal seperti ini, maka Prabowo Subianto berpotensi memilih mundur dari kontestasi kemudian menunjuk nama lain untuk menjadi calon presiden demi menarik dukungan dari partai politik lainnya atau justru bergabung dengan koalisi PDIP dan menjadi calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo.
Beberapa hari yang lalu dunia politik tanah air dihebohkan dengan munculnya sebuah artikel dengan judul "Indonesia Moving Toward a One-Horse Race" yang diterbitkan oleh media asing, Asia Times. Dalam artikel tersebut mengatakan jika Prabowo Subianto melamar sebagai Menteri kabinet Joko Widodo sebagai syarat koalisi Gerindra dengan PDIP seandainya sang petahana kembali terpilih di Pilpres 2019.
Meskipun belum diketahui dasar apa yang menjadi referensi artikel tersebut, tetap saja kabar seperti itu sangat mengagetkan publik. Analisa saya, seorang Prabowo Subianto yang berlatar belakang militer selama ini terkenal gigih dalam memperjuangkan keinginannya. Terhitung sejak terjun ke dunia politik, mantan menantu Soeharto itu bahkan sudah 3 kali maju dalam Pemilihan Presiden.Â
Seperti ingin mengobati rasa penasaran, di pemilu yang akan datang pun ia tetap bertekad maju walaupun diwarnai oleh keraguan oleh berbagai pihak termasuk dirinya sendiri karena belum berhasil memenuhi persyaratan ambang batas pencalonan. Maka dari itu, rasanya tidak mungkin jika Prabowo pada akhirnya hanya akan mengincar kursi menteri di kabinet pemerintahan yang akan datang jika ia gagal mencalonkan diri menjadi Kepala Negara.
Peluang yang paling memungkinkan bagi Prabowo Subianto kalau gagal menemukan kawan koalisi atau tidak mampu memenuhi presedential threshold adalah berkoalisi bersama partai pendukung Joko Widodo, lalu mencalonkan diri sebagai wakil presiden Jokowi untuk Pilpres 2019. Dengan demikian, jika Jokowi kembali dipercaya rakyat untuk periode selanjutnya, hal tersebut bisa menjadi promosi gratis bagi Prabowo, paling tidak selama 5 tahun ke depan mendampingi Joko Widodo.
Mengingat esok adalah periode terakhir incumbent bisa mencalonkan diri lagi, maka pada pemilu 2024 Prabowo Subianto bisa kembali mencalonkan diri menjadi presiden dengan modal kuat berupa kinerja selama 5 tahun mendampingi Joko Widodo. Selain itu, pastinya pada Pemilihan Presiden 2024 nanti lawan-lawan yang akan dihadapi kemungkinan besar merupakan orang-orang baru dari kalangan generasi muda, sehingga peluang mantan Komandan Jenderal Kopassus tersebut untuk menang jauh lebih besar.