Mohon tunggu...
Luthfy Avian Ananda
Luthfy Avian Ananda Mohon Tunggu... Penulis - Kuli Tinta

Pernah belajar di Fakultas Hukum UII, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Duet Jokowi-Prabowo, Mungkinkah Terjadi?

19 April 2018   23:29 Diperbarui: 20 April 2018   11:03 3007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai saat ini Partai Gerindra sepertinya masih merasa was-was menjelang waktu pendaftaran calon presiden dan wakil presiden yang baru akan dimulai pada Agustus 2018. Ketakutan yang dirasakan oleh partai ini bukan lantaran Ketua Umum Prabowo Subianto enggan untuk kembali mencalonkan diri menjadi presiden, melainkan belum adanya tiket dalam bentuk presedential threshold sebagai syarat untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum.

Hingga sekarang, kita semua tahu bahwa partai politik yang masih setia dengan Gerindra adalah Partai Keadilan Sejahtera, hal tersebut terjadi sudah sejak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 lalu. Seiring berjalannya waktu, Gerindra dan PKS yang ketika itu menamakan diri sebagai Koalisi Merah Putih (KMP) ditinggalkan oleh banyak partai politik lain yang sebelumnya sudah sama-sama berjuang memenangkan Prabowo-Hatta walau pada akhirnya gagal.

Partai-partai yang akhirnya memilih untuk mencari peruntungan di koalisi pendukung pemerintahan adalah PAN, PPP, dan Golkar. Meski demikian, Anis Matta mampu meyakinkan kadernya untuk tetap bersama dengan barisan Gerindra di KMP sampai sekarang, ini salah satu bukti betapa solidnya kedua sekutu tersebut dalam bekerja sama untuk merebut tonggak kekuasaan.

Tetapi harus dicatat, bahwa politik tidak cukup hanya dengan bermodalkan soliditas antar kader atau partai saja. Persis dengan yang terjadi sekarang ini, saat peraturan Pemilu mengharuskan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen dari total kursi DPR RI atau 25 persen perolehan suara nasional pada Pemilu sebelumnya, maka tidak bisa ditawar lagi. 

Kenyataannya, Gerindra setidaknya membutuhkan dukungan dari satu partai politik lagi untuk bisa mencalonkan presiden sendiri. Ironisnya, sampai sekarang antara Gerindra dengan PKS sama-sama belum menyatakan sikap secara resmi untuk berkoalisi. Seperti yang disampaikan oleh Direktur Pencapresan DPP PKS, Suhud Alynudin. Ia menegaskan politik masih sangat cair, sehingga belum tentu PKS tetap bersama dengan Gerindra saat 2019 nanti.

Hal tersebut dikatakan ketika mengklarifikasi pertanyaan media mengenai kehadiran Presiden PKS di Rakornas Gerindra beberapa waktu yang lalu. "Kemarin kita hanya menghadiri undangan. Undangan Rakornas Gerindra yang isinya tentang pemberian mandat dari Gerindra ke pak Prabowo. Proses politik masih terus berjalan dan harus diingat bahwa dalam politik tidak ada yang pasti," ungkapnya.

Dinamika menjadi lebih menarik ketika muncul kabar yang menyebutkan adanya perjanjian tertulis antara Gerindra dengan PKS terkait kursi calon wakil presiden. Dalam surat kesepakatan itu, PKS memberikan syarat harus mendapatkan kursi calon wakil presiden jika berkoalisi dengan Gerindra. Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon tidak menampik adanya surat tersebut meskipun dirinya sendiri belum mengetahui secara detail poin-poin yang termuat di dalamnya.

"Saya sendiri belum lihat suratnya, tetapi saya dengar memang ada, nggak masalah isinya kesepakatan cawapres dari kader PKS atau yang di luar kader tetapi diajukan oleh PKS. Nanti duduk bersama lagi," kata Fadli.

Keadaan ini menarik karena dikabarkan bahwa Partai Amanat Nasional juga akan merapat ke kubu Prabowo Subianto meskipun belum memberikan statement secara resmi. Seperti yang kita tahu, walaupun PAN saat ini mendukung pemerintahan, tetapi manuver yang dilakukan oleh politikus seniornya, Amien Rais dalam mengkritik pemerintahan Joko Widodo dianggap sebagai pertanda bahwa partai tersebut lebih condong untuk kembali ke pangkuan koalisi Gerindra atau membentuk poros baru.

Seperti dalam acara di salah satu stasiun televisi swasta, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan terlihat memiliki ambisi yang sama dengan PKS untuk menjadi calon wakil presiden jika bergabung dengan koalisi Gerindra. "Kata teman-teman kita bisa memenangi kontestasi politik jika ada nama Zulkifli Hasan," ungkap Zulkifli.

Pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini tentu bisa menimbulkan gesekan baru di tubuh koalisi yang dimotori oleh Gerindra, mengingat pada pemilihan presiden 2014 lalu, Prabowo Subianto sudah berpasangan dengan kader PAN, Hatta Rajasa. Oleh karena itu, rasanya menjadi tidak adil bagi PKS jika pada pilpres yang akan datang kader PAN kembali ditunjuk untuk menjadi pendamping Prabowo Subianto maupun nama lain yang diusung oleh Gerindra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun