Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhirnya resmi mengumumkan jagoannya di Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2018. Petahana Ganjar Pranowo akan didampingi oleh Taj Yasin Maimun atau akrab disaba Gus Yasin, putera dari Ketua Majelis Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP), KH Maimun Zubair yang berasal dari Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP secara langsung mengumumkan keputusan itu di Kantor DPP PDIP Minggu (7/1). "Untuk Jawa Tengah, yang pertamanya tetap pak Ganjar Pranowo," kata Megawati disambut riuh tepuk tangan para elit partai berlogo banteng yang hadir dalam kesempatan tersebut.
Ditunjuknya Ganjar Pranowo untuk kembali maju di Pilkada Jawa Tengah bukanlah suatu kejutan mengingat kebiasaan PDIP selalu memprioritaskan sosok yang sudah kenyang pengalaman di ranah birokrasi, khususnya Provinsi Jawa Tengah karena status Ganjar juga sebagai petahana. Tidak seperti partai pesaing lainnya yang terjadi banyak dinamika internal terkait nama-nama yang akan diusung untuk menjadi Jawa Tengah 1, keluarnya nama Ganjar Pranowo sebagai ujung tombak PDIP sudah diprediksi sejak awal.Â
Bahkan lulusan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada ini seakan tidak punya pesaing untuk mengganjal langkahnya kembali mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Jawa Tengah 2018-2023. Sekretaris Jendral PDIP, Hasto Kristiyanto bahkan mengatakan masuknya nama Ganjar Pranowo dalam dugaan kasus korupsi megaproyek e-KTP tidak menyurutkan sikap partainya untuk memberikan dukungan kepada Ganjar.
Menurut Hasto, perjalanan kehidupan seorang Ganjar Pranowo dinilai menjadi poin tambahan karena pria kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah ini dianggap bukan pribadi yang gampang terlibat dalam pusaran korupsi di negeri ini. Selain itu, Ganjar juga mampu meyakinkan partainya dengan kinerja selama periode 5 tahun memimpin Jawa Tengah.Â
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah memberikan penghargaan kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) 2017 kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang salah satu indikator penilaiannya berdasarkan kewajiban para pejabat di Jawa Tengah untuk menyerahkan LHKPN. Faktor lainnya yang menjadi pemicu PDIP tetap mengusung Ganjar Pranowo adalah tingkat kepuasan masyarakat Jawa Tengah terhadap kepemimpinannya selama menjabat yang masih sangat tinggi, sehingga dengan demikian tidak ada alasan bagi Megawati Soekarnoputri untuk menunjuk nama lain.
Tidak seperti posisi Calon Gubernur yang hampir tanpa dinamika, mengenai kursi Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah yang akan didukung oleh PDIP justru lebih ramai diperbincangkan. Sebelumnya nama Heru Sudjatmoko yang saat ini masih mendampingi Ganjar sebagai Wakil Gubernur di Provinsi Jawa Tengah sempat diisukan akan kembali ditugaskan oleh partai untuk melanjutkan masa kepemimpinannya. Namun pada akhirnya keputusan final menetapkan nama yang tidak pernah diduga oleh banyak kalangan, adalah Taj Yasin Maimun (Gus Yasin) yang juga masih menjabat sebagai anggota DPRD Jawa Tengah.Â
KH Maimun Zubair berpendapat pemilihan Gus Yasin karena beliau dianggap sebagai sosok yang paham dengan kondisi Jawa Tengah saat ini. "Kalaupun PDIP menggandeng wakil dari partai yang sama tidak masalah. Namun seiring dengan perubahan zaman ya seperti ini. Pak Ganjar akhirnya memilih anak saya, ya sami'na wa'atho'na," tutur Mbah Moen. Sebelum diputuskan nama Taj Yasin Maimun untuk mengawal Ganjar Pranowo, beberapa tokoh lain pernah dirumorkan akan dipilih oleh PDIP, seperti Musthofa Wardoyo (Bupati Kudus), Walikota Semarang Hendrar Prihadi, dan mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Tengah, Dede Indra Permana Sudiro.
Dalam acara pengumuman Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah yang akan diusung oleh PDIP dalam Pilkada serentak tahun ini, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menyebut Gus Yasin sebagai sosok politikus muda yang karismatik. "Orangnya keren lho umurnya 35. Ternyata dia adalah anak dari KH Maimun Zubair sendiri, yaitu mas Haji Taj Yasin Maimun," kata Megawati kala itu.Â
Selain menduduki kursi anggota DPRD Jawa Tengah dari PPP, pria kelahiran Rembang ini juga memiliki pengalaman organisasi yang cukup banyak, diantaranya menjadi anggota GP Ansor Provinsi Jawa Tengah. Dengan fakta tersebut, maka duet Ganjar-Gus Yasin di Pilgub Jawa Tengah nanti diyakini akan memiliki karakter yang sangat kuat sekaligus mewakili ciri mayoritas masyarakat Jawa Tengah, yakni kalangan muda, nasionalis, dan nahdliyin.
Dikutip dari portal berita sindonews.com, jumlah pemilih pemula pada Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2018 diperkirakan sebanyak 4,3 juta jiwa atau 15,5 persen dari total jumlah pemilih yang mencapai angka 28 juta jiwa. Angka ini tentu membuktikan bahwa pada Pilkada serentak tahun ini di Jawa Tengah akan diramaikan oleh generasi milenial yang mungkin tidak sedikit pula yang baru merasakan pengalaman pertama menggunakan hak pilihnya.Â
Didukung dengan usia Ganjar Pranowo (49 tahun) dan pasangan duetnya Gus Yasin (35 tahun) saya rasa cukup untuk memberikan citra yang "segar" di mata generasi masa kini. Karir Taj Yasin Maimun yang cukup mentereng di organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama seperti GP Ansor dengan didukung pula oleh basis masa NU yang cukup kuat di Jawa Tengah juga dianggap ancaman lain bagi lawan-lawan politiknya yang sama-sama akan mencoba peruntungan di Jateng karena hal itu merupakan bentuk keterwakilan masa nahdliyin di tingkat elit politik.
Jika pertimbangan pemilih nantinya ingin tokoh yang nasionalis, maka nama Ganjar Pranowo adalah jawaban tepat, karena berdasarkan track record ia pernah menduduki kursi parlemen selama dua periode, yaitu 2004-2009 dan 2009-2014, sebelum akhirnya dipercaya rakyat untuk memimpin Jawa Tengah hingga saat ini.Â
Kabar baiknya, hal itu dijalankan oleh Ganjar hampir tanpa cacat, walaupun kini ia disebut-sebut terlibat dalam pusaran korupsi e-KTP, namun belum ada bukti yang menunjukkan suami Siti Atiqoh ini korup, sehingga kita harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan menganggap sang petahana masih bersih. Apa yang ditorehkan oleh Ganjar Pranowo itu sudah bisa dianggap mewakili kalangan nasionalis yang ada di Jawa Tengah.
Melihat strategi yang diusung oleh PDIP dalam Pilkada serentak tahun ini, khususnya di Jawa Tengah seperti menyiratkan bahwa partai ini tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti saat Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2017 yang lalu. Ketika memutuskan untuk kembali menduetkan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat memang tidak ada salahnya, karena kedua nama tersebut juga sama-sama mempunyai rekam jejak bagus selama memimpin DKI di periode sebelumnya.Â
Namun sayangnya, PDIP kurang jeli mengamati bahwa kecenderungan pemilih di Indonesia masih mudah termakan dengan isu-isu sensitif seperti suku, agama, ras dan antar golongan. Akibatnya, latar belakang Ahok yang berasal dari kaum minoritas di Indonesia menjadi titik lemah yang tidak mampu ditutup oleh wakilnya, Djarot Saiful Hidayat karena mantan Wali Kota Blitar ini juga bukan dari kalangan tokoh agama hingga hasilnya suara pasangan fenomenal ini dimatikan oleh isu SARA.
Tidak ingin bernasib sama, PDIP menggunakan taktik lain ketika akan mengarungi kerasnya persaingan di Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2018 nanti. Memang sosok Ganjar Pranowo bukan berasal dari kalangan minoritas, baik secara suku, agama maupun ras. Namun jika disandingkan dengan nama lain yang lebih kental dengan karakter nasionalis bukan tidak mungkin isu sensitif seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta akan kembali dijadikan alat untuk menggembosi suara kandidat yang diusung oleh PDI Perjuangan.Â
Karena pada kenyataannya memang kampanye hitam masih menjadi kegemaran bangsa ini untuk merebut kekuasaan. Selain demi mengantisipasi serangan black campaign, langkah partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri ini menurut saya untuk memanfaatkan basis masa Nahdlatul Ulama dan PDIP yang cukup kuat di Jawa Tengah hingga disebut sebagai salah satu daerah dengan lumbung suara terbesar. Maka harapannya dengan menggandeng tokoh nahdliyin seperti Gus Yasin untuk menjadi pendamping Ganjar Pranowo, akan mengamankan suara PDIP untuk Pemilihan Umum 2019 dan memuluskan Joko Widodo kembali sebagai Presiden Republik Indonesia.
Pertarungan sengit diyakini akan terjadi di Jawa Tengah karena calon yang diusung PDIP juga harus berhadapan dengan koalisi besar yakni Gerindra, PAN, PKS dan PKB yang mengusung duet Sudirman Said-Ida Fauziah. Dengan hadirnya Ida, seperti halnya koalisi PDIP, Golkar, Nasdem dan PPP, poros koalisi yang dipimpin oleh Gerindra ini juga dianggap mewakili suara Nahdlatul Ulama di Jawa Tengah. Karena sepanjang karirnya, wanita yang juga politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini pernah merasakan jabatan sebagai Ketua Umum Fatayat NU.
 Dua tokoh nasionalis dan dua tokoh agama hampir dipastikan akan duel di Jawa Tengah. Pilkada di Provinsi ini tentu sulit untuk digempur dengan isu agama seperti yang pernah terjadi di DKI Jakarta. Oleh sebab itu harapan kita semua pertarungan politik yang akan terjadi di tahun ini benar-benar berlangsung secara fair dan menghasilkan pemimpin yang mampu menjadi pelayan rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H