Apa yang bisa dipetik dari kisah yang sudah dilalui oleh Chelsea musim ini? Ya, tim dengan keuangan yang baik tidak bisa selamanya mengandalkan pundi-pundi Poundsterling atau Euro untuk meraih sebuah mahkota. Buktinya, Manchester City yang musim ini jor-joran belanja pemain bintang juga tidak mampu berbuat banyak. Sepertinya Chelsea sudah belajar dari Leicester, bahwa tim semenjana menjadi juara di liga yang berat seperti Inggris tidak hanya ada pada sebuah dongeng, itu nyata.
Kebijakan financial fair play yang dikeluarkan oleh FIFA menurut hemat saya tidak semata-mata untuk menghindari ketimpangan antar klub dengan modus menjaga keseimbangan neraca keuangan saja, tetapi induk sepakbola dunia itu juga ingin mengajarkan bahwa sepakbola dan prestasi adalah satu ikatan yang tidak pernah terlepas dari yang namanya proses.
Bukti yang paling sahih adalah, mayoritas klub yang memiliki prestasi melimpah, baik di liga domestik maupun kompetisi Eropa justru meraih kejayaan bukan karena kekayaan yang dimilikinya sehingga mampu merekrut pemain bintang untuk mencapai tangga juara. Tetapi tim tersebut sudah melakukan pembinaan dini kepada pemain-pemain muda dengan baik melalui akademi yang dimilikinya. Ajax Amsterdam misalnya, kesebelasan asal negeri kincir angin ini bukan hanya dikenal karena pernah menjuarai Eredivisie dan Liga Champions, tetapi juga karena keberhasilannya menelurkan nama-nama besar macam Zlatan Ibrahimovic, Luis Suarez, Edwin Van Der Sar, Patrick Kluivert, dan Marco Van Basten dari hasil binaan akademi klub.
Saya berpendapat, jika suatu klub memiliki banyak pemain yang berasal dari akademinya sendiri, maka akan sejalan dengan loyalitas si pemain terhadap tim yang ia bela. Karena ikatan emosional yang telah terbentuk sejak dini, tentu ini bukan saja soal berapa nilai kontrak atau transfer yang digelontorkan oleh management, tetapi lebih pada rasa memiliki kesebelasan yang ia bela.
Chelsea sendiri memang sudah seharusnya mengambil hikmah dari transisi pemain yang telah dilaluinya. Mempunyai kelebihan dalam hal keuangan klub itu adalah bonus, tetapi yang paling utama adalah bagaimana mereka bisa memiliki calon pemain bintang masa depan yang mampu membawa The Blues berprestasi tanpa harus dilanda kekhawatiran yang mendalam akan ditinggalkan pemain pindah ke klub lainnya.
Antonio Conte adalah pelatih muda yang dikenal sangat visioner. Karakternya itu terlihat ketika ia mampu membuktikan Chelsea mampu berbicara banyak dengan formasi yang mungkin awalnya terdengar asing bagi mayoritas pemainnya, kecuali Marcos Alonso karena Spaniard ini sebelumnya bermain untuk Fiorentina di Italia. Selain itu, pria yang juga mantan pemain Lecce ini cukup sukses memaksimalkan kemampuan anak asuhnya dengan kebutuhan formasi tim sehingga Victor Moses dan Pedro Rodriguez yang oleh pelatih Chelsea sebelumnya dikesampingkan perannya tetapi musim ini menjadi bagian penting dari capaian juara si biru.
Kegemaran Conte terhadap bakat muda adalah asa baru bagi Chelsea. Karena bukan tidak mungkin Ruben Loftus Cheek, Nathan Ake, Kurt Zouma, Nathaniel Chalobah yang merupakan binaan asli tim London ini akan segera menggantikan peran John Terry dan kawan-kawan yang saat ini satu per satu sudah mulai memutuskan untuk gantung sepatu.
Kita tunggu saja, apakah Conte kembali membawa Chelsea meraih kejayaan dengan gaya barunya yang cukup visioner untuk memaksimalkan peran pemain muda dan hasil kerja pemandu bakat di akademi timnya atau dia justru akan tergiur untuk meraihnya secara instan dengan mengandalkan gelontoran dana Abramovich. Dari semua opsi pilihan jawaban itu, saya lebih tertarik untuk terlebih dahulu menyaksikan bagaimana pemain Chelsea sejenak berpesta bersama para pendukungnya setelah melalui musim yang cukup melelahkan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H