Mohon tunggu...
Luthfy Avian Ananda
Luthfy Avian Ananda Mohon Tunggu... Penulis - Kuli Tinta

Pernah belajar di Fakultas Hukum UII, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konsumen di Indonesia Adalah Raja Tanpa Mahkota

25 April 2016   11:15 Diperbarui: 25 April 2016   11:19 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik jika kita perhatikan dengan seksama kalimat yang biasa mengatakan bahwa konsumen atau pembeli itu adalah raja, karena di dalam kalimat tersebut kita semua dapat menafsirkan berbagai macam hal, yang diantaranya adalah konsumen itu memiliki posisi tertinggi di atas segala-galanya, sehingga dalam praktik jual beli apapun termasuk barang dan jasa wajib hukumnya untuk memberikan pelayanan prima sehingga menciptakan kesan puas bagi si konsumen itu sendiri. Di Indonesia, seringkali kita dipusingkan dengan hal-hal sepele saat melakukan transaksi jual beli maupun sewa menyewa, mulai dari pelayanan yang tidak berkualitas, hingga sistem garansi yang terkesan asal-asalan yang pada akhirnya ketika pembeli barang mendapati kerusakan atas barang yang sudah dibelinya, mereka susah untuk mendapatkan penggantian atau pengembalian uang yang sudah diserahkannya kepada si pembeli.kenyataan tersebut lantas menimbulkan masalah baru yang membuktikan bahwa sistem perlindungan terhadap konsumen di Indonesia memang masih lemah.

Sebagai negara hukum, Pemerintah Republik Indonesia sudah melakukan upaya untuk melindungi konsumen dengan menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adanya produk hukum tersebut menandakan bahwa keberadaan konsumen dalam nadi roda perekonomian bangsa sangat dihargai keberadaannya. Namun ironisnya, masih banyak para pengusaha atau penjual barang maupun jasa nakal yang mengabaikan hak-hak konsumen sehingga secara otomatis juga melanggar peraturan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen tersebut. Kasus pelanggaran semacam itu semakin diperparah oleh mayoritas konsumen di Indonesia yang belum paham betul bahwa statusnya dilindungi penuh oleh sebuah hukum negara, maka pada akhirnya ketika mereka diperdaya oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tidak tahu harus melakukan apa dan mengadu kepada siapa.

Kurangnya informasi yang disebarluaskan kepada masyarakat lagi-lagi menjadi persoalan klasik dan faktor utama banyaknya konsumen yang hanya berdiam diri dan pasrah dengan keadaan setelah mendapatkan suatu pelayanan yang tidak menyenangkan dari oknum-oknum pelaku usaha yang nakal. Saya disini juga sangat menyayangkan, Pemerintah Indonesia seharusnya tidak hanya ahli dan rajin dalam membuat undang-undang demi memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, tetapi setelah suatu produk hukum tersebut terbit, seharusnya ada tindakan lanjutan yang bertujuan untuk memberikan informasi sekaligus edukasi kepada masyarakat dengan cara melakukan sosialisasi tentang adanya suatu ketentuan hukum yang baru tersebut. 

Selain masalah di atas, hal lain yang menjadi penyebab lemahnya peran konsumen di Indonesia adalah tidak adanya tindakan hukum yang tegas dan pasti sesuai dengan yang dijabarkan dalam undang-undang perlindungan konsumen, kemudian masyarakat merasa tidak ada perlindungan secara khusus yang diberikan oleh negara karena kesan yang timbul adalah pemerintah terlalu lama melakukan pembiaran terhadap para pengusaha yang melanggar hukum positif itu. Saya pribadi melalui tulisan ini juga akan menceritakan pengalaman pribadi yang sangat pahit saat berstatus sebagai pengguna wifi Indihome yang merupakan produk andalan dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) terkemuka di republik ini bernama Telkom Indonesia. Sebelumnya saya pastikan bahwa tulisan ini tidak bertujuan untuk mencemarkan nama baik Telkom sebagai perusahaan di mata publik, melainkan demi pembelajaran bersama yang akan saya berikan untuk warga lainnya agar tidak terus menerus berdiam diri dan khususnya untuk pihak perusahaan agar bisa semakin meningkatkan pelayanan terhadap konsumennya.

Cerita berawal dari niat saya untuk memulai memberikan kepercayaan kepada Telkom Indonesia dengan berlangganan wifi Indihome dengan kecepatan 10 MB sejak Desember 2015 lalu. Setelah instalasi selesai dilakukan, wifi Indihome di tempat saya tidak mengalami kendala apapun dan cenderung memuaskan karena dapat menggunakan layanan internet yang sifatnya pribadi dengan kecepatan yang maksimal namun harga cukup terjangkau untuk kalangan masyarakat pada umumnya. Saat memasuki bulan Maret 2016 kemarin, secara tiba-tiba wifi di tempat tinggal saya tidak bisa digunakan untuk berselancar di dunia maya, lantas didasari dengan perasaan ingin tahu yang tinggi meski dengan segala keterbatasan pengetahuan tentang cara kerja koneksi wifi karena memang background saya sendiri bukanlah seorang yang bergelut di bidang IT, maka saya beranjak untuk melihat kondisi alat pemancar wifi yang sudah terpasang. 

Hasilnya, muncul lampu indikator berwarna merah pada tulisan LOS yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Dengan fakta tersebut saya melakukan upaya dengan membuat laporan melalui telepon ke Telkom 147. Tanggapan yang saya dapatkan dari Customer service pihak perusahaan pun cukup baik, dengan ramah mereka memberikan informasi kepada saya bahwa akan dilakukan pengecekan lebih mendalam dan dimohon untuk menunggu perbaikan, mereka juga memberikan nomor antrian keluhan kepada saya melalui layanan SMS.

Berselang satu hari setelah melakukan laporan pertama melalui telepon Telkom 147, kemudian wifi Indihome yang saya gunakan kembali bisa nyala dan tersambung ke internet secara normal, yang jelas saya masih agak lupa waktu pasti kejadian kerusakan pertama itu tanggal berapa dan hari apa, yang pasti memasuki medio akhir Maret 2016. Pada tanggal 4 April 2016 pagi hari setelah bangun tidur saat akan mengirimkan beberapa email saya kembali mendapati wifi tidak bisa digunakan meskipun indikator sinyal wifi yang ada pada beberapa device saya seperti laptop maupun handphone tetap nyala. Untuk memastikan, saya lantas kembali melihat kondisi alat pemancar yang terletak di depan kamar, lagi-lagi kondisi yang sama seperti beberapa hari sebelumnya, yakni lampu indikator merah pada tulisan LOS yang nyala. 

Pada saat itu saya kembali mencoba untuk bersabar, karena mungkin kerusakan seperti ini tidak akan bertahan lama, dan perusahaan besar sekelas Telkom tentu punya Sumber Daya Manusia yang handal untuk segera mengatasi gangguan semacam ini. Tanggal 5 April 2016, kesabaran yang ada dalam diri saya sudah mulai terkikis, karena jujur saja kerusakan tersebut sangat mengganggu kegiatan yang sehari-harinya selalu terintegrasi dengan internet. Saya kembali melakukan pelaporan melalui akun twitter Telkom Care, jalur ini saya tempuh karena saya amati seluruh keluhan pelanggan yang disampaikan lewat akun dengan lambang burung ini ditanggapi secara langsung dengan baik oleh admin. Saya pun mendapatkan hal yang serupa dengan pelanggan wifi Indihome lainnya.

Dihinggapi dengan perasaan yang kurang puas, keesokan harinya saya langsung mengunjungi kantor utama Plasa Telkom Indonesia di Yogyakarta untuk menyampaikan permasalahan yang saya alami secara langsung. Karena pada saat itu sugesti saya mengatakan kurang afdhol rasanya jika pelaporan kasus seperti ini tidak disampaikan secara langsung kepada pihak perusahaan yang tentu saja diwakili oleh Customer service yang selalu ramah menyambut dan melayani pelanggannya. Setelah seluruh kronologis kejadian saya utarakan, mereka kembali meminta untuk menunggu karena akan segera dilakukan pengecekan oleh teknisi Telkom, dan diusahakan dalam waktu dekat akan segera normal kembali. Seminggu setelah itu, bersama seorang kawan, saya kembali mengunjungi Plasa Telkom untuk menyampaikan bahwa wifi Indihome yang saya gunakan belum bisa kembali normal, namun lagi-lagi pihak customer service menyuruh untuk menunggu dengan sabar, namun pada saat itu ada sedikit perkembangan yang lebih maju dari sebelumnya, karena Telkom Indonesia meminta untuk meninggalkan nomor ponsel yang aktif agar bisa dihubungi jika ada teknisi yang datang untuk melakukan perbaikan di tempat tinggal saya. 

Pada saat itu ada keyakinan bahwa dalam waktu yang tidak lama akan benar-benar ada teknisi yang datang karena dengan permintaan dari Telkom untuk saya agar meninggalkan contact person yang bisa dihubungi, maka secara langsung saya beranggapan bahwa Telkom benar-benar berkomitmen untuk memperbaiki wifi saya. Tanggal 19 April 2016 untuk yang kelima kalinya saya kembali datang ke kantor Plasa Telkom Yogyakarta, kali ini customer service sedikit memberikan kepastian perihal kerusakan yang saya alami. Mereka mengkonfirmasi bahwa telah terjadi kerusakan jaringan secara masal di area sekitar yang saya tempati, artinya tidak hanya wifi Indihome punya saya saja yang mengalami gangguan, tetapi juga semua pengguna wifi Indihome yang berdekatan dengan saya. Selanjutnya, Telkom pada saat itu memberitahukan bahwa secepatnya akan segera mengirim teknisi untuk memperbaiki, namun mengenai kapan kepastian waktunya mereka tidak bisa memprediksi karena pada saat ini para teknisi perusahaan BUMN tersebut masih menyelesaikan perbaikan gangguan di daerah Kalasan. 

Meskipun sampai tulisan ini saya tayangkan di Kompasiana belum juga ada teknisi yang datang dan kerusakan wifi Indihome tidak kunjung berakhir, saya sedikit merasa lega karena adanya penjelasan yang lengkap sekaligus bersifat informatif dan edukatif yang mampu mengurangi rasa khawatir pelanggan yang dalam hal ini berstatus sebagai konsumen. Dengan demikian, saya jadi tahu secara detail tentang kerusakan seperti apa yang sedang terjadi, dan sampai mana proses perbaikan yang diupayakan oleh telkom melalui para teknisi handal tersebut. Setelah mendapatkan pemberitahuan yang jelas, customer service juga memastikan bahwa saya akan mendapatkan kompensasi berupa pengurangan jumlah tagihan pada saat pembayaran wifi Indihome bulan Mei mendatang, kompensasi ini diberikan karena kerugian yang dialami pelanggan akibat kerusakan jaringan merupakan tanggung jawab penuh Telkom Indonesia.

Pasal 4 dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memang memuat secara tegas bahwa seorang konsumen harus mendapatkan hak berupa :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; Halaman 4 UU PERLINDUNGAN KONSUMEN

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-­hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang­undangan lainnya

dengan adanya ketentuan di atas, maka para pengusaha diwajibkan untuk melindungi dan memberikan hak-hak yang sudah seharusnya menjadi milik konsumen

Undang-undang Perlindungan Konsumen sangat baik untuk perjalanan negara ini, apalagi menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA ), sudah seharusnya Indonesia segera berbenah dengan cara menjalankan amanat yang ada dalam undang-undang tersebut dengan tegas sehingga mampu memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang menjadi stakeholder, seperti masyarakat baik sebagai konsumen maupun pengusaha, dan Pemerintah sebagai penyelenggara negara dan pembuat undang-undang. 

Kepastian hukum yang saya maksudkan disini adalah harus ada tindakan dan eksekusi yang pasti terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran atas produk hukum tersebut. Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa “pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang­undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,” lebih lanjut pada ayat (3) “Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.” Artinya, bunyi dua pasal di atas menunjukkan bahwa ada tugas pengawasan yang harus dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian terkait, dalam hal ini adalah kementerian perdagangan untuk melaksanakan perlindungan konsumen secara nyata dan baik.

Pemerintah juga sudah dituntut untuk melakukan penindakan hukum secara tegas jika ada oknum yang melanggar ketentuan perundang-undangan tersebut dengan adanya Pasal 30 ayat (5) pada undang-undang yang sama menyebutkan “apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang dari peraturan perundang­undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang­undangan yang berlaku.” Maka sekarang tuntutan yang pasti muncul dari masyarakat adalah adanya sanksi pidana maupun perdata yang harus segera diberlakukan karena amanat undang-undang yang sudah berlaku sebagai hukum negara tidak bisa diingkari karena mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht. Lantas kepada siapa konsumen harus melakukan pengaduan apabila mendapatkan pelayanan yang tidak menyenangkan dari pelaku usaha ? jawaban pasti sebenarnya dapat kita amati pada BAB VIII Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, disitu diatur mengenai Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang juga bertugas untuk menerima pengaduan dari masyarakat. Namun BPKN juga mempunyai kelemahan, karena lembaga ini tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan eksekusi seperti halnya Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

 Badan Perlindungan Konsumen Nasional hanya berwenang untuk melakukan tugas yang diantaranya adalah : memberikan rekomendasi kepada Pemerintah, melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang­undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen, melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen, mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen, menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha, dan melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Saran saya semoga suatu saat ada rencana dari Pemerintah Republik Indonesia untuk menjadikan Badan Perlindungan Konsumen Nasional ini sebagai eksekutor, karena jika kewenangan eksekusi dan penindakan masih berada di tangan Kementerian Perdagangan, saya sangat ragu kepastian hukum akan tetap berjalan, karena Kementerian Perdagangan sudah disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan rumah yang menumpuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean saat ini, bagaimana mungkin mereka masih bisa fokus memperhatikan konsumen di dalam negeri yang begitu banyak dengan beragam permasalahan pelik yang seakan tidak pernah terselesaikan dengan baik. Sekali lagi, konsumen selalu diibaratkan sebagai raja, namun sampai detik ini saya belum pernah melihat si raja itu benar-benar memakai mahkota di kepalanya, mahkota dalam bentuk perlindungan konsumen yang baik dengan segala kepastian hukum yang tegas dan mengikat. [caption caption="Sumber Foto : www.merdeka.com"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun