Pilkada DKI Jakarta akan dilaksanakan pada 2017, artinya masih ada waktu yang tinggal menyisakan satu tahun lagi bagi semua pihak untuk bersiap, partai politik mulai ramai-ramai melakukan penjaringan guna mengusung calon yang mampu meraup suara terbanyak, sementara rakyat bersiap melakukan seleksi secara diam-diam melalui media yang akhir-akhir ini terus mengangkat pemberitaan calon gubernur dan wakilnya yang akan maju guna menentukan kepada siapa suara yang nantinya akan mereka berikan.
Dari berita yang saya amati, ada beberapa partai tertentu yang akan mengusung kader partai seperti Ridwan kamil, Ganjar Pranowo, dan Tri Risma. Meskipun isu tersebut belum bersifat valid dan final, namun saya menilai bahwa spekulasi yang dilakukan parpol untuk pilkada DKI Jakarta tahun depan sungguh nekat karena kebanyakan calon yang diisukan untuk dijaring bukan warga asli DKI Jakarta, atau minimal yang sudah punya pengalaman cukup banyak dengan daerah metropolitan tersebut.
Dengan fakta pemberitaan yang demikian, saya beranggapan bahwa pada akhirnya skenario pengusungan calon gubernur yang dilakukan oleh partai politik tidak akan jauh berbeda dengan periode sebelumnya yang hanya akan didominasi oleh “orang asing” dengan hanya berlabel bintang untuk mendongkrak popularitas partai di mata publik.
Semua cara tersebut hanyalah make up politik yang dilakukan oleh partai bahwa seakan-akan mereka memberikan pengertian sekaligus meyakinkan masyarakat DKI Jakarta akan mengusung calon gubernur terbaik yang mampu melaksanakan pembangunan ibu kota negara secara maksimal dan mengedepankan aspirasi dari rakyat namun mengabaikan rasa kedaerahan dari calon kepala daerah tersebut.
Hal yang demikian tentu bukanlah berita yang baik bagi negeri ini, karena banyaknya kader partai yang memiliki prestasi baik harus disebar sehingga penempatannya sesuai dengan daerah asal, bukan malah dikumpulkan ramai-ramai untuk suatu daerah tertentu yang pada akhirnya akan timbul stigma masyarakat bahwa daerah lain yang belum tersentuh dianak tirikan.
Selama ini atau paling tidak sejauh pemilihan umum langsung berjalan, memang belum pernah ada aturan khusus yang mengharuskan calon kepala daerah harus berasal dari daerah yang sedang menyelenggarakan pemilihan umum, melalui tulisan ini saya berharap jika di kemudian hari KPU yang merupakan otoritas resmi penyelenggara pemilu di Indonesia menggulirkan ketentuan baru yang mengharuskan calon kepala daerah berasal dari daerah yang sedang melaksanakan Pilkada, sehingga kemudian kaderisasi di dalam partai politik tidak hanya mengejar prestasi semata, tetapi juga mempertebal rasa kedaerahan dalam diri putera-puteri terbaik bangsa.
Pelaksanaan Pilkada sejatinya adalah untuk dan milik rakyat, sudah sewajarnya jika kontes pemilihan pemimpin ini menjadi panggung rakyat, partai sebagai sebuah alat politik harus peka mendengarkan kemauan rakyat, siapa dan seperti apa sosok yang dikehendaki untuk melayani mereka sebagai seorang kepala daerah nantinya, sehingga strategi pengusungan calon pemimpin bukan lagi hanya berorientasi pada nama besar dan prestasi semata, tetapi juga rasa kedaerahan dan kehendak rakyat, dengan demikian dalam perjalanannya nanti antara rakyat dan pemimpin akan terjalin sebuah keintiman karena adanya rasa saling memiliki antara kepala daerah, rakyat, dan daerah itu sendiri, begitu juga sebaliknya. Jangan sampai penyelenggaraan Pilkada justru hanya menjadi ajang gagah-gagahan bagi partai politik yang menjadi peserta, karena inilah panggungnya rakyat untuk menentukan penerus bangsa selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H