Kali ini saya ingin membagikan pengalaman saya menggunakan printer, yang tergolong kecil untuk usaha kecil menengah milik saya. Dahulu saya adalah karyawan swasta di sebuah percetakan, namun saat krisis melanda, saya mulai menggeluti usaha printing kecil-kecilan, atas saran dari pacar saya, Alhamdulillah, hasilnya cukup lumayan untuk sehari-hari.
Usaha printing dan fotokopi di kalangan masyarakat umum, memang memiliki margin keuntungan yang lumayan, biasanya untuk mencetak : undangan, nota, foto, dokumen dan sebagainya. Apalagi untuk tahun sekarang, didukung dengan printer yang telah berinovasi, telah membuat sistem infus atau Ink Tank, sebagai hasil kreativitas dari warga Indonesia yang ada saja akalnya untuk beberapa hal...
Printer di era 2000an kebanyakan menggunakan sistem cartridge, yang mana cartridge tersebut harus dibuang jika sudah habis, belum ada sistem isi ulang, harganya juga hampir setara dengan printer baru, jadi memang terlihat, biaya operasional printer kartrid tersebut tidak sepadan. Maka dari itu  mulai di tahun tahun-tahun berikutnya, para produsen mulai menanamkan sistem Ink Tank.
Oke, masuk kedalam sesi testimoni, printer apa saja yang saya gunakan selama merintis usaha, beberapa kendala yang saya alami, dan mungkin bisa berbagi pengalaman dengan anda juga.
1. EPSON L1110
Ini adalah printer pertama yang saya pilih untuk usaha printing. Sistem Ink Tank cukup menguntungkan, karena tinggal beli tinta original saja, infus original dari pabrikan, jadi tidak perlu melubangi unit cartridge dan beresiko menimbulkan eror atau kerusakan. Printer ini telah menemani saya selama sekitar 3 tahun, terbilang cukup awet dan tangguh. Saya dapatkan pertama kali dari hasil pesanan cetak calon mertua saya. Sesuai biaya jasa yang saya minta, dari hasil untung sudah cukup untuk membeli satu unit printer untuk dicetak dirumah sendiri, daripada harus jauh-jauh ke gerai fotokopi dan menggarap borongan disana, rasanya sungkan ditunggu pelanggan lain..hehe
Puluhan RIM kertas HVS, blangko undangan dan nota, sudah dilibas dengan sangat baik dikerjakan oleh printer ini. Namun, selang setahun berjalan, rekanku customer service mulai menyarankan memakai tinta Art Paper, sebuah tinta keras yang bukan peruntukannya yang katanya bisa digunakan untuk Epson tanpa kendala, memang kelebihannya, tinta tersebut tidak luntur saat kena air, dan akhirnya...printhead nya keok juga setelah gumpalan tinta mengeras, menyumbat printhead..(T-T) hingga mengotori hasil cetak di kertas dan tentu saja menimbulkan kerugian...mengganti printhead nya juga sangat mahal, servis mandiri juga beresiko karena bukan sistem cartridge yang bisa lebih mudah dilepas pasang.
Beberapa lama berjalan kerusakan mekanik juga turut memperparah kondisi printer ini. Mulai dari belt dinamo, yang bodohnya saya beri pelumas oli untuk mempercepat kinerja printing, karena saat itu sempat melambat saat sudah mencetak banyak lembar, dan akhirnya printhead nya jadi selip semakin bergeser, hasil cetak eror lagi, akhirnya saya bersihkan oli tersebut dan normal kembali.Â
Kemudian masalah kabel, didalam mesin printer ini menggunakan kabel fleksibel untuk menghubungkan panel, nah karena sering dibongkar untuk diservis, akhirnya pin tembaga lama-lama aus juga, panel power on off tidak tersambung, saya lihat tutorial youtube caranya dengan digerus plastik penutup tembaga supaya bisa tersambung, oke cukup masuk akal, namun ternyata prakteknya tidak semudah itu...entah kenapa plastik kabel itu sangat keras untuk dikelupas..(T-T) dengan hasil yang tak sempurna, hanya menyala sementara, di hari minggu tempat servis libur, cari kabel yang sesuai di mall elektronik di kota ku tidak ada, akhirnya orderan ditunda sampai datang pesanan spareparts nya.
Juga terakhir saya servis mandiri kabel fleksibel printhead pun juga rusak, haduh...akhirnya setelah beberapa tahun berjalan, harus suntik mati printer saya yang pertama ini, berbagai kerusakan dan biaya servis yang tidak sedikit.
2. HP (Hewlett Packard) 115
Setelah Move On dari printer Epson, saya memutuskan untuk mencari unit baru saja, untuk servis sudah tidak sepadan dengan umur printer yang sudah tua, apalagi untuk kinerja berat saat banyak orderan masuk. Dengan hasil kemarin yang pas pasan saya tabung. Akhirnya jatuhlah pilihan saya pada brand lain, HP, dengan harga yang lebih murah dari Epson dahulu, dapat di harga Rp. 1.500.000, lebih murah dari Epson L1110 seharga Rp. 1.900.000.
 Dengan harga yang lebih murah, tak banyak basa basi langsung saya boyong printer ini, dengan penuh senang hati. Saat mendengar brand ini yang terlintas di pikiran saya adalah brand asal Amerika yang digadang-gadang terjamin kualitasnya. Apalagi dengan sistem kartrid, biaya mengganti printhead saat sudah baret, juga jauh lebih murah daripada printer yang dulu, selain penggantian unit printhead, sebelumnya bisa dicoba dengan membersihkan permukaan nip nya saat ada residu tinta di permukaannya, tentu lebih ekonomis dan lebih mudah perawatannya. Sistem penarik kertas menggunakan roll yang bundar full, sehingga lebih kuat dalam menarik kertas, tidak seperti printer Epson yang sistem penariknya setengah lingkaran seperti hook saja, kadang kertasnya tidak ketarik kedalam untuk dicetak sehingga harus agak repot didorong kertasnya.
Kemudian, setelah beberapa bulan, saya kembali merasa kecewa. Setelah printer ini digempur orderan yang lumayan banyak, penyakit printer HP 115 mulai muncul, yaitu unit printhead nya macet, sehingga muncul error seperti ini :
Setelah berjalan cetak beberapa lembar, wadah printhead atau carriage nya, membentur beberapa kali pada sisi kanan body printer nya. Kemudian berhenti mencetak dan muncul error seperti diatas, sudah berbagai percobaan dan tutorial saya cari, namun eror nya masih muncul. Dari bagian pita encoder harus diganti, sampai restart nyalakan ulang printer, tetap saja muncul lagi. Entahlah mungkin sistem mainboardnya yang demikian, sistem adjust semacam tahapan saat mencetak, kertas masuk dan printhead memposisikan dipojok print, namun mungkin karena terbaca macet pada dinamo nya akhirnya muncullah error seperti diatas. Masalah itu kadang aku akali dengan membiarkan printer menarik kertas kosong, sampai suara benturan itu hilang dan akhirnya bisa normal untuk sementara, sedangkan bisa muncul lagi setelah beberapa lembar.
Masalah Carriage macet ini, saya curigai karena, printhead nya juga terlibat beban dalam menarik kertas, jadi pada sisi belakang carriage, ada semacam, tuas yang mendorong gear sambungan saat menarik kertas. Bisa dibayangkan, printhead yang sensitif, ikut dilibatkan dalam beban menarik kertas, apa tidak beresiko eror dan rusak ? Kadang juga macet di sisi kiri, saat printhead hendak parkir di housing bagian kiri, yang terdapat cover karet dan gabus, parts yang ini bisa diturunkan, namun mungkin karena dinamo nya melemah, tidak kuat menarik untuk terpasang pada housing, akhirnya eror carriage macet muncul lagi.Â
Error lain yang muncul adalah bagian karet pembersih head dibagian tengah dalam, entah kenapa tidak mau turun dan akhirnya membentur ujung kertas sehingga kertasnya ngejam dan rusak. Setelah dibawa ke teknisi langganan, karet itu dilepas saja, katanya itu tidak mempengaruhi jalannya printing, cuma memang harus dilap manual saja akhirnya.
Dan akhirnya, setelah berjalan 3 tahun, saya memutuskan untuk menambah satu unit printer lagi untuk usaha saya, bukannya saya boros, tapi setelah akan menerima order print foto pada blangko, sebanyak ribuan lembar, saya mulai ketar ketir, jika hanya mengandalkan satu unit saja, lama-lama bisa keok dan almarhum seperti printer pertama saya...dan juga printer HP ini tidak bisa print duplex, yaitu panjang kertas nya hingga sampai 1,2 meter seperti brand lain, jadi tidak cocok untuk blangko ukuran panjang.
Setelah diskusi sama istri saya, kami mulai survey mencari printer kedua, yang mana kali ini pengennya terdapat scanner nya sekalian, supaya tidak repot scan dokumen dengan handphone, terlebih juga aplikasi scanner di hape tidak gratis, ada watermark dan iklan. Akhirnya, jatuhlah pilihan kami pada printer...
3. CANON G-2730
Saya tidak akan membicarakan tampilan dan hal yang terlalu biasa pada printer ini. Yang saya lihat adalah seberapa kuat mekanik dalam printer ini dan sistem kartrid yang lebih ekonomis serta lebih mudah diganti, bukannya model printhead yang permanen yang lebih susah dan mahal untuk diganti. Juga yang saya sukai, tidak ada proses adjusting head yang beresiko seperti pada printer sebelumnya yang selalu rewel dan eror. Kelebihan lain adalah, cover penutupnya yang bisa dibuka cukup lebar, untuk nanti dicek jika ada potongan kertas yang macet didalam print nya. Mencetak blangko undangan 1000 lembar, sanggup dijalankan dengan cepat tanpa hambatan yang berarti, tapi tentu saja saya beri jeda tiap 100 lembar dan istirahat sebentar, demi menjaga parts dan keawetan printer ini.
Yang jadi pertimbangan agak berat disini adalah, unit cartridge yang agak mahal dari printer sebelumnya, tinta original juga lebih mahal di ukuran reguler namun ada juga varian kecil 40 ml, juga kotak Maintenance Box untuk pembuangan tintanya. Tentunya cost operasional printer satu ini cukup diperhitungkan.
Jadi itulah, riwayat pengalaman saya dengan printer sampai sekarang, mungkin teman-teman UMKM ada pengalaman printer dan lika-likunya, yang bisa dibagikan, silahkan bagikan di komen dibawah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H