Segera tergesa menuju Alun-alun kidul untuk mengambil seblak yang tadi, sudah maghrib, kami sholat di masjid Kauman. Setelah itu kami cari makan. Jalanan yang macet menambah kesal dihati kami, tidak kunjung mendapat warung makan yang cocok, wadah seblak istriku rusak, hampir saja ingin dibuangnya, penat kami mencari tempat sampah, namun, fasilitas sepenting itu ternyata tidak ada..sungguh menyedihkan. Akhirnya kami memutuskan untuk balik ke lapak abang seblak untuk meminta wadah, syukurlah abang itu sangat baik, diberi wadah baru secara cuma-cuma, dan akupun ikut memesan seblak sekalian. Seblak kali ini cukup murah, original tanpa toping seharga 8ribu saja, kalau tambah toping, hanya berkisar seribu duaribu per item. Untung-untungan memang, menemukan lapak makan yang murah seperti ini dengan citarasa yang cukup sedap, tidak mudah ditemukan. Kami duduk lesehan di belakang lapak, karena cuaca mulai mendung malam itu, menikmati seblak kami yang sempat terluka oleh rasa kesal dan ego..
Perut terisi, hati sudah tenang, akupun meraih tangan istriku, dengan lembut, aku meminta maaf padanya, atas sikapku yang tadi yang sempat emosi oleh keegoisanku, dan kami berdamai.
Langit sudah susah payah menahan hujannya, perlahan tapi pasti gerimis mengguyur pelan, tak ada atap teduh di alun-alun sini, kami duduk makan bersama sambil memakai jas hujan. Beranjak berjalan mengambil motor yang kami parkirkan di area mushola, melanjut kan eksplor kami di kota tua ini, menuju Malioboro. Sekilas kota Jogja juga, tak lebih sama dengan kota lain yang punya peninggalan, dikata SERBA MURAH, ya enggak juga, sekarang penataan dan modernisasi mulai dibangun, mungkin juga karena kawasan pariwisata, jadi banyak orang yang mematok harga lebih demi cuan, masih lebih murah di kota ku, yah..intinya, banyak yang berubah di kota Jogja, apalagi pasca pandemi, berusaha bangkit dari keterpurukan.
Kami parkir di sebuah minimarket, supaya gak digetok parkir terus..aku sudah muak, ada pungli parkir disetiap jengkal kami mangkal, semuanya rata 3ribuan. Memang harus bawa dompet tebal disini. Sekitar 500 meter, kami berjalan menuju Malioboro, melewati jalan gang yang kecil, di kanan kiri ada beberapa penginapan dan rumah penduduk yang menawarkan penitipan motor.
Tiba di kawasan Malioboro, tempat ini merupakan sentra kuliner dan oleh-oleh di kota Jogja, banyak orang yang meromantisasi tempat ini jadi begitu terkenal. Dengan santai dan sedikit penat kami berjalan-jalan, rupanya sudah ditata dengan rapi, kawasan kuliner disini dipindahkan didalam pasar, tidak dipinggir trotoar lagi. Tempat ini sangat padat oleh para pelancong yang berkerumun berjalan kaki, jadi kami hanya bisa selfie.Â