Dalam dunia politik kampanye menjadi salah satu cara yang efektif untuk menarik simpati dan dukungan dari masyarakat. Kampanye menjadi produk marketing dari para elit politik untuk menaikkan daya jual mereka. Banyak cara atau strategi dari jenis marketing politik satu ini. Terlepas dari siapa elit politik yang berkampanye, jenis kampanye yang dilakukan selalu menarik perhatian masyarakat.
Sebelum lebih jauh membahas kampanye kita harus lebih dulu memahami apa itu kampanye? Bagaimana kampanye dilakukan? Kapan kampanye dilakukan? Siapa yang sedang berkampanye? Apa isi dari kampanye yang disuarakan? Akan ada banyak pertanyaan bermunculan saat mendengar kata kampanye. Menurut Pfau dan Parrot (1993), kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan. Secara sederhananya, kampanye bisa diartikan sebagai suatu usaha dari komunikator politik untuk mendapatkan dukungan dari khalayak politik (pemilih). Seringkali kampanye diartikan sebagai usaha mengumbar janji manis yang pada akhirnya dipungkiri.
Semakin berkembangnya teknologi, maka semakin berkembangnya bidang-bidang lain dan salah satunya di bidang politik. Pada masa pasca kemerdekaan, kampanye politik berkembang melalui adanya lembaga pers dan surat kabar. Seiring waktu kampanye politik semakin berkembang dan berinovasi. Pada tahun 2004 kampanye politik mulai merambah media elektronik, yaitu melalui iklan politik yang disebarkan lewat televisi dan radio. Selanjutnya, setelah new media mulai terkenal kampanye politik juga menggunakannya sebagai alat pemasaran janji manis mereka. Tidak perduli dana yang dikeluarkan bisa sangat fantastis hanya untuk sebuah iklan politik, elit politik tetap menggunakannya. Oleh sebab itu, seringkali calon elit politik yang sudah menggelontorkan dana dengan fantastis saat berkampanye dan akhirnya mendulang kegagalan karena tidak terpilih memilih menjadi gila untuk lari dari hutang-hutang mereka.
Kampanye mulai bertebaran dan memenuhi pandangan menjelang pemilihan. Ini mengisyaratkan mereka elit politik ingat kepada masyarakat hanya pada saat mereka ingin dipilih. Mereka mendekati hanya apabila menginginkan sesuatu. Elit politik seringkali memiliki konsultan tersendiri sebagai tim sukses saat berkampanye. Oleh sebab itu, konsultan politik atau kata lainnya tim sukses ini seringkali laris manis menjelang diadakannya pemilihan.
Para konsultan yang mereka hire tersebut mengajukan jenis-jenis kampanye yang sesuai untuk para elit politik tersebut. Berikut beberapa jenis strategi kampanye politik yang sering digunakan adalah unjuk diri, iklan politik, berita politik, spot politik, film politik, reklame politik, dan new media. Dan yang paling menghabiskan dana saat berkampanye politik adalah dengan “kampanye langsung atau unjuk diri”.
Kampanye jenis ini mengharuskan elit politik untuk hadir dan menjual visi dan misi mereka agar terpilih, menyuarakan janji manis yang membuai masyarakat agar bersimpati, dan bersikap seolah-olah peduli dengan permasalahan yang mendera masyarakat lalu, berusaha menghibur lewat hiburan yang disajikan. Hiburan yang disajikan pun tidak main-main, seringkali mereka meminta para publik figure yang memiliki pengikut segudang untuk ikut berpartisipasi dalam kampanye politik mereka dan menggunakan para publik figure tersebut bukanlah hal yang murah tentunya. Para elit politik tidak perduli berapa dana yang harus dihabiskan karena tujuan mereka adalah satu, yaitu duduk dan berkuasa.
Elit politik yang terpilih akhirnya seringkali lupa atau melupakan janji manis yang mereka umbar kepada masyarakat agar memilih mereka dan kita sebagai masyarakat pun rasanya tidak bisa bertindak banyak apabila mereka sudah duduk dan berkuasa di belakang kursi kekuasaan. Sekalipun bertindak yang bisa melakukannya hanyalah para aktivis dan mahasiswa yang katanya peduli tentang kelangsungan negara, mereka pun hanya bisa bersuara lewat petisi hingga akhirnya memilih jalan akhir demokrasi, yaitu demonstrasi. Tidak perlu mengelak karena nyatanya hal ini ada di depan mata kita.
Janji-janji manis nan menggiurkan yang diumbar elit politik saat berkampanye harusnya tidak bisa membuat kita tergiur untuk memilih mereka. Masyarakat Indonesia yang sudah “melek politik” dan sebagian besar adalah masyarakat yang budaya politiknya partisipan harusnya lebih aktif dan pintar untuk menelaah janji-janji manis para elit politik. Kita juga tidak boleh terlena saat melihat track record yang memuaskan dari para elit politik karena kita hanya melihat berita politik yang baik-baik saja dari mereka. Berita politik yang ditayangkan pun lewat media massa yang pemiliknya adalah elit politik itu sendiri maupun sekutu mereka.
Percaya atau tidak memasuki dunia politik sangatlah rentan dengan kekejaman karena dalam dunia politik menyikut dan menjilat adalah hal paling dasar yang harus dikuasai. Idealis dalam dunia politik membuat Anda akan cepat terbuang dan tersingkirkan. Tidak ada putih yang bisa bertahan dalam dunia yang hitam. Lambat laun semua akan membaur dan membentuk warna baru, yaitu abu-abu.
Referensi : Heryanto, Gun Gun dan Shulhan Rumaru. 2013. Komunikasi Politik Suatu Pengantar. Bogor : Ghalia Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H