Sedikit berbagi pengalaman tentang bagaimana rasanya kesepian, sendiri, dan tidak punya siapa-siapa.
Semua ini berawal ketika aku pertama kali memutuskan untuk pindah dari Bekasi ke Jogjakarta. Pada saat itu aku baru lulus SMA, seperti remaja pada umumnya aku sangat berambisi untuk masuk ke perguruan tinggi negeri aku mencoba daftar di beberapa jalur dan mengikuti tes di kampus-kampus yang aku inginkan. Ada total 8 perguruan tinggi negeri yang ku coba daftar, namun hasilnya nihil. Tidak ada satupun kampus tersebut yang menerimaku.
Kecewa, tapi tidak lama.
Sampai akhirnya tiap hari aku memutuskan untuk bagaimana ya caranya agar aku bisa menghasilkan sesuatu dan bisa bermanfaat untuk banyak orang.
Yup! Dari kegagalan ditolak 8 kampus tadi, aku justru malah semakin bertekad bahwa aku ingin keluar dari zona nyaman dan ingin menemukan passion ku. Â Sempat beberapa kali aku bertanya ke beberapa teman, sebenaarnya apa passion mereka? Sampai tanpa sadar yang aku lakukan itu hanya membanding-bandingkan diri. Aku terlalu menggebu-gebu untuk mencari passion.
Aku coba membuat konten-konten pengembangan diri, pagi sampai malam otakku terus bekerja mencari ide ide, upload di sosmed sana sini dengan harapan aku bisa bermanfaat buat semua pengikutku.
Aku senang, ternyata respon mereka baik semua. Merasa puas dan mungkin ini adalah passion ku yang sebenarnya. Aku merasa hebat karena bisa berjalan lebih cepat dibandingkan teman-teman ku yang sepantaran.
Sampai pada akhirnya aku menyadari kalau semua itu semu.
Ketika aku memutskan pindah ke jogja, aku tidak punya siapa-siapa. Tidak ada teman, mental ku benar-benar dipermainkan. Aku menyadari, keluar dari zona nyaman ternyata sesakit itu.
Balik lagi, kenapa semu?
Karna aku merasa, konten-konten yang aku buat dan sebarkan di sosial media itu bukanlah diriku.
Aku capek, sumpah.
Sempat terfikir seperti, bisa-bisanya aku membuat konten dengan kalimat-kalimat pengembangan diri yang manis sekali. Mungkin memang, dari kata-kata motivasi yang ku buat itu banyak menolong orang, tapi aku tidak sadar kalo di dunia nyata ternyata diriku sendiri yang butuh ditolong.
Ini sebenarnya apasih yang ku kejar? Pengakuan dari orang lain? Membandingkan diri dengan orang lain? Kok selalu ingin menjadi yang sempurna?
Lagi lagi ternyata aku hanya ingin menyenangkan semua orang, menjadi yang sempurna dengan alasan membangun personal branding
Aku lelah, aku putuskan untuk istirahat. Aku deactivate akun instagram. Aku hanya ingin menjalani hidupku di dunia nyata.
Aku memutuskan untuk menyembuhkan diriku sendiri terlebih dahulu. Aku sadar, aku tidak bisa menyenangkan semua orang.
Sebelumnya, aku sudah terbiasa dengan berbagai macam kehilangan. Tapi yang kali ini lebih sakit karna ternyata setelah aku sadari aku kehilangan diriku sendiri.
Selalu ingin sempurna dan terlalu keras dengan diri sendiri.
Oke, karna aku menyadari semua masalah ada di diriku maka aku putuskan untuk memaafkan, memperbaiki diri dan fokus dengan diri ku sendiri.
Lucu ya, sempat mencari-cari dimana letak kesalahan ternyata semua itu sumbernya dari diri sendiri, paradoks.
Melakukan aktivitas di dunia nyata, membuatku jauh lebih baik. Makan tepat waktu, nonton film, masak, kuliah dan aktivitas lain yang aku suka.
Ternyata tidak punya siapa-siapa aku tidak apa-apa. Karna satu-satunya orang yang bisa nyembuhin diri sendiri, ya diri kita sendiri dan Tuhan tentunya. Benar kata orang, untuk bisa berbagi kebahagiaan pada orang lain kita harus bahagia dengan diri sendiri terlebih dahulu, begitu pula dengan perihal menyembuhkan. Kita gak harus menyembuhkan orang lain, karna kita bukan superman. Tapi kalau ingin? Ya sembuhkanlah diri sendiri terlebih dahulu dan jangan jadi orang yang jahat sama diri sendiri.
Sudah sebulan, dan saat ini aku jauh lebih tenang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H