Mohon tunggu...
Luthfiyah Fitri Andini
Luthfiyah Fitri Andini Mohon Tunggu... Lainnya - LOKAL LAKON

Luthfiyah Fitri Andini 11 kuliner 4 absennya 14 pokoknya paling manjiw.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kentang dan Realita Kehidupan

17 November 2020   13:43 Diperbarui: 17 November 2020   13:44 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hari ini hari pertamaku masuk ke sekolah menengah atas, yang di mana Aku baru saja lulus dari sekolah menengah pertama ku. Sampai lupa, Hai namaku, Riani! Biasa dipanggil Riri tapi kalo dipanggi sih aku seringnya noleh.

Ibu selalu berpesan kepadaku untuk senantiasa mengosongkan gelas saat bertemu orang baru, tapi jangan sesekali kau anggap aku akan membawa gelas tiap bertemu orang, bukan seperti itu. Maksudnya, kita diminta untuk tidak sok tahu atau sok pintar dihadapan orang lain.

Aku menyetujuinya, sangat! Terlepas dari itu semua, banyak sekali nasihat beliau yang tak segan aku bagikan ke kalian!

Termasuk tentang hati yang selalu berprasangka pada tiap-tiap manusia. Ibuku pernah berkata, "Dik, di dalem sini (sambil menunjuk dadaku) ada yang namanya hati. Kalau hatinya adik baik, badan adik juga sehat begitupula sebaliknya. Jadi, selalu dijaga ya! Gak apa kalau ada orang yang jahat sama kita yang terpenting jangan sampai dimasukan ke hati, oke?"

Aku dulu pernah mendengarnya, saat itu aku sedang habis-habisnya dikatai teman sebaya karena nilai rendah. Sehabis itu, Ibu meyakinkanku serta menyemangati agar aku mencoba lagi dikesempatan berikutnya, dan ya, semester berikutnya aku yang menjadi juara kelas. Eh, kok jadi nostalgia?

Suasana hiruk-pikuk lapangan SMA 77 semakin semrawut, keadaan dimana aku benar-benar menjadi orang paling tersendiri disini. Aku sengaja memilih sekolah yang lumayan jauh, mencari suasana baru niatnya.

Selang beberapa lama apel pembukaan, kami dibagi berdasarkan jurusan. Aku kedapatan 10 IPS 3 rupanya, tidak apa, angka 3 tidak terlalu buruk.

Aku memilih untuk duduk ditengah isi kelas, lokasi yang strategis untuk melihat ke papan tulis dan mendapat sedikit matahari. 

"Hai, aku boleh duduk disini gak?" 

Laki-laki berperawakan tinggi itu kini tengah berdiri persis disamping mejaku. Aku gelagapan, pasalnya baru dia yang mengajak aku bicara.

Sambil melihat ke penjuru kelas yang rupanya sudah penuh, aku mempersilahkan dia untuk duduk di bangku sebelahku.

Singkat cerita, wali kelas kami memasuki kelas. Kumisnya yang ikal dibagian samping membuat tangannya selalu melinting, memutar dan melakukan hal lainnya, menarik!

Dari perkenalan singkatnya, yang aku tangkap namanya Pak Bejo tinggal di Depok, punya 5 Anak dan 1 istri tentunya.

Dalam rangka 7 hari Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, Pak Bejo menyuruh kami untuk membawa sebuah kantung, tali, dan kentang sebanyak jumlah orang yang kita benci dan diberikan namanya diatas kentang tersebut. 

Kami semua kebingungan, tentu. Bahkan aku berfikir untuk bawa berapa kentang karena pasalnya, aku tidak ada orang yang dibenci.

Besok harinya, kami semua duduk dikursi yang sama. Bedanya, tiap meja kini dipenuhi kentang-kentang bak jualan dipasar! Aku tertawa melihatnya. Menyadari ada hal aneh yang ada di diriku, Deny---kawan 1 bangku ku--- mulai bertanya, "kamu gak bawa kentang sama sekali?"

Lantas aku menjawabnya, "untuk apa membenci orang? Buang-buang waktu saja!" Diakhiri dengan cengengesan pada ujung kalimat.

Rebecca, manusia paling terkenal di sekolah (katanya). Bangga dengan banyaknya kentang yang ia bawa. Teman-teman lain pun berbondong-bondong untuk bertanya siapa-siapa saja perwujudan asli dari kentang yang dibawanya.

Pak Bejo pun masuk, dari kejauhan nampaknya beliau tengah senyum-senyum sendiri. Setelah mengabsen kami satu persatu, beliau pun buka suara tentang tugas kami.

"Disini ada yang tidak membawa kentang?" Tanyanya. 

Aku yang merasa terpanggil dengan percaya diri menunjuk tangan. Dan kini, semua pandangan tertuju padaku dan diikuti gelak tawa seantero kelas karena ke-konyolanku.

"Saya gak punya orang untuk dibenci, pak. Saya bingung mau menamai kentangnya dengan nama siapa," 

Beliau pun tersenyum lagi, kali ini senyumnya melebar. 

"Baiklah, tugas selanjutnya masukan kentang tersebut ke dalam kantung, kemudian ikat dan kalungkan di leher kalian. Dan baru boleh dilepas setelah jam pelajaran usai."

Aku girang bukan main, berbeda dengan raut teman yang lain. Kini mereka nampak gusar, membayangkan benda berat menggantun di lehernya untuk waktu yang lumayan lama.

Diakhir jam kelas, pak Bejo mulai angkat suara dan bertanya kenapa beliau menyuruh membuat tugas ini.

Katanya, "nak, ini adalah bentuk kecil efek dari rasa benci terhadap seseorang. Hanya membuat beban yang selalu kamu bawa disetiap kegiatan! Dari sini bisa kita lihat bahwa kita sendirilah yang merugi! Jadi, belajar lah memaafkan dan jangan membawa pengaruh buruk dalam kehidupan kalian,"

Yang lain tertunduk lesu, sedangkan aku kembali mengingat perkataan lampau yang pernah Ibu ucapkan, ternyata beliau ada benarnya!

"Sudah, sekarang kentangnya kamu lepas dan boleh kalian masak di rumah." 

Diakhiri dengan nafas lega pada semua yang membawa kentang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun