Nama: Luthfi Rahma Fadillah
Nim : 212121104
Kelas : HKI 4C
Dosen Pengampu : Muhammad Julijanto,S.Ag.,M.Ag.
UTS Hukum Perdata Islam di Indonesia
1. Hukum perdata Islam adalah
  Semua hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban perseorangan di kalangan warga negara Indonesia yang menganut agama Islam. Dengan kata lain, hukum perdata Islam adalah privat materiil sebagai pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan yang khusus diberlakukan untuk umat Islam di Indonesia.
  Hukum perdata Islam tidak berlaku bagi warga negara nonmuslim. Hukum tentang waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf, zakat, dan infak adalah materi-materi hukum perdata Islam yang sifatnya khusus diberlakukan dan dilaksanakan oleh warga negara penganutan agama Islam.Â
Dalam keperdataan Islam dikaji secara mendalam hal-hal yang menyangkut hubungan orangtua dengan anak, masalah gono-gini, perceraian, rujuk, dan setiap hal yang berhubungan dengan sebelum dan sesudah perkawinan, serta hal-hal yang menyangkut akibat-akibat hukum karena adanya perceraian. Demikian pula, persoalan yang berkaitan dengan waris, ahli waris, harta, dan bagian-bagian untuk ahli waris, ashabah, dan sebagainya.
   Hukum perdata Islam juga dapat diartikan sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis, formal atau menjadi hukum positif.Â
2. *Prinsip perkawinan dalam UU 1 tahun 1974
1). Membentuk keluarga kekal
2). Sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan
3). Monogami terbuka dengan izin pengadilan untuk poligamiÂ
4). Batas umur untuk pria 19 tahun dan perempuan 16 tahun
5). Putusnya perkawinan dengan putusan pengadilanÂ
6). Kedudukan suami dan istri seimbangÂ
  *Prinsip perkawinan dalam KHIÂ
1). Adanya persetujuan atau suka rela kedua mempelai
2). Larangan kawin karena pertalian nasab, pertalian kerabat semenda, pertalian persesusuan
3). Terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan
4). Tujuan perkawinan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah warohmahÂ
5). Hak dan kewajiban suami istri seimbangÂ
   Â
3. Pendapat saya tentang pentingnya pencatatan perkawinan adalah Pencatatan perkawinan diatur tentunya guna untuk memberikan manfaat bagi kehidupan manusia serta perlindungan bagi pihak-pihak terkait yang terlibat dalam ikatan
perkawinan tersebut. Dengan adanya pencatatan perkawinan, baik pihak suami maupun istri mempunyai bukti kuat atas terjadinya suatu ikatan pernikahan. Ini juga sangat berpengaruh kepada anak yang dilahirkan dari perkawinan yang dicatatkan dan anak tersebut akan memperoleh perlindungan hukum yang baik.
Perkawinan yang dicatatkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak saja menjadikan perkawinan tersebut sah di mata hukum, namun juga suami istri tersebut terlindungi secara hukum dari kemungkinan terjadinya pelanggaran hak-hak yang lahir dari hubungan perkawinan, seperti terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, penelantaran diri dan anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Apabila perkawinan tidak dapat dipertahankan dan harus berakhir dengan perceraian dan apa yang menjadi hak istri akibat perceraian dapat dilindungi.
  Perkawinan yang tidak dicatat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah perkawinan yang tidak sah, maka tidak memiliki legalitas di mata hukum sehingga hak-hak suami dan istri serta anak-anak yang dilahirkan tidak memiliki jaminan perlindungan secara hukum.
*Dampak SosioloigisÂ
perkawinan masyarakat Hukum Adat yang tidak mencatatkan perkawinannya di KUA atau Kantor Catatan Sipil secara hukum negara berdampak pada beberapa hal, seperti halnya kedudukan dan status anak yang dilahirkan, pewarisan, dampak pendidikan. Akibat hukum lainnya apabila ada warga masyarakat Hukum Adat yang akan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sedangkan akibat hukum menurut hukum adatnya tidak menjadi masalah karena perkawinan sudah memiliki pengakuan dalam tatanan kehidupan Masyarakat Hukum Adatnya.Â
*Dampak Yuridis
Perkawinan yang tidak dicatatkan tidak adil jika dibebankan kepada anak-anak, oleh karena akibat dan resiko atas perkawinan tidak dicatatkan itu tidak menjadi hambatan bagi pemenuhan hak anak. Negara mesti membuat melakukan perubahan hukum yang masih membebankan resiko dan akibat perkawinan tidak dicatatkan pada anak.
*Secara Religius
Akibat hukum apabila suatu perkawinan yang tidak dicatatkan keabsahannya menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam perkawinan tersebut tidak sah.
4. ~Pendapat ulama tentang perkawinan wanita hamil
 *Pendapat pertama Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai ia melahirkan kandungannya.
 *Kedua, Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa menikahi wanita hamil karena zina dibolehkan bagi yang telah menghamilinya maupun bagi orang lain.
 *ketiga dari Malikiyyah, tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.
 *Pendapat yang keempat dari Madzhab Hanafiyyah masih terdapat perbedaan pendaan pendapat, di antaranya :
1. Pernikahan tetap sah , baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak.
2. Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan.
3. Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan.
4. Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro (masa menunggu bagi seorang wanita setelah mengandung).
 ~Pendapat KHI perkawinan wanita hamilÂ
 Kompilasi Hukum Islam Pasal 53 ayat 1 sampai 3 menjelaskan bahwa kawin hamil pada dasarnya sah secara hukum. Selain itu, Kompilasi Hukum Islam juga mengatur bahwa perempuan hamil di luar nikah tidak wajib 'iddah jika menikah dengan pria yang menghamilinya sehingga kawin hamil dapat langsung dilakukan. Kawin hamil banyak terjadi di masyarakat Indonesia dengan beragam alasan di belakangnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kawin hamil diantaranya adalah faktor orang tua, faktor agama, faktor pendidikan, dan faktor globalisasi.
5. Yang harus dilakukan untuk menghindari perceraian
1. Berkomunikasi Terbuka, Jujur, dan Teratur Berkomunikasi secara terbuka tentang kehidupan, minat, impian, frustrasi, dan perasaan adalah cara penting untuk menumbuhkan keintiman dalam suatu hubungan.
2. Saling Menghormati
Orang pasti berubah seiring waktu. Memahami, menghargai, dan beradaptasi dengan perubahan itu sangat penting untuk hubungan apa pun.
Salah satu trik mudah yang bisa dilakukan bersama adalah memberi pujian setiap hari dan berterimakasih.
3. Menghindari sikap egois
Jangan selalu memikirkan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan pasangan. Selalu berusaha memahami dan memperhatikan kebutuhan pasangan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.
4. Memperbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus
Jika terjadi konflik atau salah paham dengan pasangan, sebaiknya cepat memperbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus. Jangan pernah menyimpan dendam atau kemarahan yang bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga.
5. Berdoa dan berserah diri kepada Allah
Berdoa kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya merupakan salah satu cara yang efektif untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Memohon pertolongan dan petunjuk kepada Allah dapat membantu menyelesaikan masalah yang terjadi dalam rumah tangga.
6. Pengarang : Deni Sultan Bahtiar
Judul buku : Ladang Pahala Cinta Berumah Tangga Menuai Berkah
Terbit : Cetakan Pertama, Jakarta, Januari 2012, 226 hlm.
Kesimpulan buku
*Berumah Tangga Menjadikan Ladang Pahala
Cukup mudah bagi orang yang sudah berumah tangga untuk mendapatkan pahala, karena dalam memperlakukan pasangannya dengan baik dalam hal apapun maka Allah telah menghitungnya sebagai sebuah ibadah. Keutamaan hidup berumah tangga juga dijelaskan dalam hadis Nabi Saw:
"Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka atau perawan." (HR. Ibny Ady dalam kitab Al- Kamil dari Abu Hurairah).
*Menikahlah, Rejekimu Dijamin AllahÂ
Seperti disebutkan di atas, belum mapannya perekonomian merupakan sebuah masalah yang menakutkan bagi siapapun yang sesungguhnya memiliki keinginan untuk melangsungkan pernikahan.Â
Meskipun demikian bukan berati setelah menikah tidak melakukan ikhtiar untuk menafkahi istrinya. Hal ini harus tetap dilakukan sebagai sebuah wujud dan tanggung jawab bagi seorang suami terhadap istrinya dan merupakan sebuah kawajiban bagi seorang hamba untuk selalu melakukan ikhtiar untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Allah SWT tidak akan mengubah keadaan diri seseorang, semangat orang tersebut tidak melakukan usaha- usaha untuk mendapatkannya.Â
*Alasan Kenapa Mau Menikah (Dinikahi)
a. Karena AkidahnyaÂ
b. Karena Paham Agama dan Mengamalkannya
c. Dari Keturunan yang Baik
d. Lemah lembutÂ
Inspirasi setelah membaca bukuÂ
Jadi inspirasi yang saya dapatkan setelah membaca buku tersebut adalah di dalam pernikahan tidak semua harus bener- bener mapan misalkan dalam ekonominya yang kadang tidak stabil karena rezeki itu sudah diatur sama Allah dan selain itu memilih pasangan itu juga penting seperti yang paham agama, akhlak nya baik, dari keturunan yang baik dan lain- lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H