Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera. Sudah sepantasnya seseorang mendambakan pernikahan di usia mudanya. Namun berkebalikan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka perkawinan di Indonesia mengalami tren penurunan dalam enam tahun terakhir. Pada 2023, tercatat 1.577.255 perkawinan, yang merupakan jumlah terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Ini merupakan penurunan 128.000 perkawinan dari 2022, dan 28,63% dari dekade terakhir. Apa yang mendasari muda mudi ini enggan untuk menikah muda?
1. Mereka rata-rata sudah melek secara finansial
Anak muda sekarang banyak yang dari usia 20-an udah investasi dan paham soal perputaran uang. Sebagian menganggap pernikahan itu tidak ada di daftar cara meraup untung di usia muda. karena itu mereka tidak mau "diganggu" dengan segala tetek bengek dunia setelah pernikahan.Â
Mengingat harga kebutuhan hidup yang tinggi, dihadapkan dengan sulitnya persaingan dalam mendapatkan pekerjaan, ditambah gaji umr yang berkisar hanya 4 hingga 5 juta saja, maka jelas akan cukup sulit untuk bertahan hidup. Dibandingkan dengan generasi boomers dan generasi X (Generasi Baby Boomers: Lahir antara tahun 1946-1964. Generasi X: Lahir antara tahun 1965-1980) yang bisa kaya dengan usaha sendiri asalkan tekun.Â
Berbeda dengan generasi Z yang untuk  mendapatkan pekerjaan saja susah bila tidak punya orang dalam, membangun usaha pun susah karena pesaing dimana mana. Tidak salah jika muda mudi kini lebih fokus ke karir mereka. Intinya mereka ingin mengumpulkan uang terlebih dahulu sebanyak-banyaknya, entah untuk ditabung atau untuk dinikmati sendiri. Yang jelas belum ingin punya tanggungan.
2. Anak-anak muda sekarang juga sudah jauh lebih kritis
Mereka tahu jika pernikahan bukan solusi dari segalanya, nikah bukan jaminan bahagia, dan mereka punya hak untuk memilih dan menemukan pasangan yang sesuai tanpa diburu-buru apapun.
3. Sering dihadapkan dengan konflik rumah tangga orang tua sendiri.
Rumah tangga orangtua sangat menentukan apakah anak mau menikah atau tidak di masa depan. Apabila sedari kecil  sudah terbiasa melihat orangtua mereka berkonflik dihadapan mereka, maka bisa saja dia tidak mau menikah dengan harapan hidupnya akan lebih bahagia tanpa pasangan. Orangtua bertengkar di depan anak, mengeluhkan pasangan satu sama lain, mengeluhkan anaknya yang sulit diurus, menuntut anak terlalu banyak. Lalu mereka bingung kenapa anaknya tidak mau menikah saat dewasa. Padahal mereka lah yang jadi contoh "hidup menikah" selama ini. Ayah dan ibu yang seharusnya menjadi tempat pulang teraman dan ternyaman malah menjadi trauma untuk anaknya.
4. Banyaknya berita tentang kelamnya kehidupan rumah tangga.
Sosial media kini sudah menjadi ladang orang orang untuk bercerita, meminta pertolongan, bahkan melaporkan seseorang. Curhatan itu rata rata isinya permasalahan rumah tangga. Tidak jarang kita temui "Suami bunuh istri" "Istri bunuh anak" "Anak bunuh orang tua". Dilihat dari pengalaman orang dimedia sosial ini, jelas para gen Z akan berpikir dua-tiga kali untuk nikah. Istilahnya bikin trust issue.
Meskipun begitu, intinya mau nikah muda atau tua, calon suami atau istri harus benar benar sudah siap mental dan finansial. Mereka harus berani bertanggung jawab jika sudah mengikat diri dalam pernikahan. Karena memang kedewasaan seseorang itu tidak dilihat dari umur. Ada yang nikah muda tapi bertanggung jawab, baik suami maupun istrinya, terhadap kewajiban masing-masing. Ada juga yang nikah di usia matang tapi masih slengean. Poinnya, jangan buru-buru nikah jika belum siap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H