Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Dalam pelaksanaannya, RZWP3K bertujuan untuk memastikan pemanfaatan ruang laut yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan dan implementasi kebijakan ini.
Pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di kawasan utara Tangerang dan Jakarta Utara telah menjadi isu nasional yang memancing perhatian luas masyarakat dan pemangku kebijakan. Fenomena ini menggambarkan kompleksitas tata kelola wilayah pesisir dan laut di Indonesia, khususnya dalam konteks pelaksanaan RencanaPemagaran laut di kawasan tersebut dilakukan tanpa izin resmi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebagaimana dilaporkan oleh beberapa media. Pagar yang dibangun dengan bahan kayu dan bambu ini diklaim sebagai upaya untuk mencegah abrasi dan melindungi pesisir. Namun, fakta bahwa kegiatan ini tidak melalui proses legal yang sesuai menimbulkan kekhawatiran terkait pelanggaran regulasi dan dampaknya terhadap ekosistem laut maupun kehidupan masyarakat pesisir. Laut sebagai sumber daya bersama, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, seharusnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat secara luas, bukan dibatasi oleh praktik pemagaran yang merugikan sebagian pihak.
Pemagaran laut memiliki dampak yang kompleks. Dari segi ekologis, keberadaan pagar ini berpotensi merusak ekosistem pesisir, termasuk mangrove dan lamun, yang merupakan habitat penting bagi biota laut. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan ekologis serta pola migrasi ikan yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat nelayan. Temuan Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) menggarisbawahi bahwa aktivitas seperti ini mempercepat degradasi lingkungan, terutama di wilayah pesisir yang sudah mengalami tekanan akibat aktivitas manusia lainnya.
Dampak sosial-ekonomi dari pemagaran laut ini juga sangat signifikan. Nelayan di kawasan Tangerang melaporkan bahwa akses mereka ke laut menjadi terbatas akibat adanya pagar tersebut. Kondisi ini menyebabkan peningkatan biaya operasional karena mereka harus mencari lokasi tangkapan yang lebih jauh, sementara hasil tangkapan mereka justru menurun. Dalam jangka panjang, pembatasan akses seperti ini meningkatkan kerentanan ekonomi masyarakat pesisir, terutama mereka yang berada dalam kategori ekonomi rentan. Fenomena ini mencerminkan ketidakadilan ruang yang bertentangan dengan semangat RZWP3K untuk menjamin pemanfaatan ruang laut yang inklusif.
Masalah pemagaran laut juga menunjukkan lemahnya pengawasan tata kelola ruang pesisir oleh pemerintah. Meskipun regulasi sudah jelas mengatur bahwa setiap pembangunan di wilayah pesisir harus mendapatkan izin lokasi dan pengelolaan, kenyataannya banyak kasus seperti ini tetap terjadi tanpa sanksi yang tegas. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola wilayah pesisir semakin memperburuk situasi. Padahal, RZWP3K sebagai instrumen perencanaan ruang laut seharusnya mampu mencegah praktik-praktik semacam ini melalui pengawasan yang ketat dan partisipasi publik dalam proses perencanaan.
Dalam menghadapi situasi ini, diperlukan langkah-langkah kebijakan yang komprehensif untuk memperbaiki tata kelola wilayah pesisir. Pemerintah harus segera melakukan evaluasi terhadap dampak pemagaran laut, baik dari segi ekologis maupun sosial-ekonomi. Audit lingkungan yang transparan dan partisipatif sangat diperlukan untuk memahami dampak nyata dari praktik ini. Selain itu, penegakan hukum terhadap pelanggaran regulasi harus dilakukan secara tegas untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi hak-hak masyarakat pesisir.
RZWP3K perlu diintegrasikan lebih kuat dalam sistem pengawasan dan perencanaan wilayah pesisir. Zonasi berbasis ekosistem harus menjadi acuan utama untuk mengatur pemanfaatan ruang laut, dengan tetap memperhatikan hak akses masyarakat setempat. Pemerintah juga perlu memprioritaskan pemulihan lingkungan di kawasan yang telah terdampak oleh pemagaran laut ini. Restorasi ekosistem mangrove dan lamun menjadi langkah penting untuk mengembalikan fungsi ekologis wilayah pesisir yang telah rusak.
#pernah belajar tentang tata ruang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H