Beberapa waktu lalu, kita masih sibuk mengamati bagaimana kelanjutan penerapan UU MD3. Perundangan yang dikhawatirkan akan mematikan kritik dan ujungnya mematikan demokrasi.
DPR dianggap mencari aman dengan memberikan kewenangan pada Majelis Kehormatan-nya untuk mengambil langkah hukum bagi orang-orang ato lembaga yang merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya.
Beberapa waktu lalu, 'gaya' serupa ditampilkan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Beliau mengancam salah satu politisi yang mengkritik pemerintah dengan asal-asalan.
Tidak segan-segan, ancaman Luhut, dengan, pengalaman, Â posisi serta 'kekuasaan-nya' bisa membuat aktifis manapun jadi kecut, bahkan menjilat lagi ludahnya sendiri:
"Jangan asal kritik. Saya tahu track record mu, kok. Background saya Spion juga."
Lebih lanjut, dia bahkan bisa mencari hal-hal tersembunyi yang tidak diketahui publik. Semacam kalopengkritik punya rahasia 'busuk', maka yang bakal tahu hanya dia sendiri, sopirnya, Tuhan dan Luhut. Siapapun pengkritiknya.
Misalnya mahasiswa aktifis yang kalau di warung ngambil gorengan tiga dan cuma bayar dua ke ibu warungnya, lalu mereka mengkritik pemerintah, Luhut akan tahu dan akan dibuka ke publik. Maka hati-hatilah.
"Kalau kamu merasa paling bersih kau boleh ngomong. Dosamu juga banyak juga kok. Sudahlah diam saja. Jangan main-main, kalau main-main kami bisa mencari dosamu, memang kamu siapa?"
Demikian ucap beliau, seperti yang dikutip media Kompas.
Luhut ini, sebagai informasi, memegang posisi yang luar biasa dalam pemerintahan pakde Jokowi. Dia bisa ada di banyak posisi, walaupun kemampuan awalnya adalah prajurit Kopassus dan jadi spion ~~spionini mirip kalau anda tahu mirip James Bond, mirip Jason Bourne, dan Ethan Hunt, mata-mata.
Di pemerintahan Pakde Jokowi, Luhut pernah jadi Kepala Staf Kepresidenan, pernah jadi Menkopolhukam, lalu menggantikan Rizal Ramli saat dia diberhentikan sebagai Menko Bidang Kemaritiman pada 26 Juli 2016.
Dan ketika Arcandra Tahar ketahuan berpaspor negeri paman Sam, pak Luhut yang berkumis tipis itu juga yang ditunjuk Jokowi sebagai pelaksana tugas menteri ESDM.
Luar biasa!
Keberadaan Luhut tentu memudahkan posisi Pakde Jokowi, segala isu dan kritik yang mengancam pemerintah, pak Luhut berani pasang badan. Mulai perkara reklamasi, meminta bu Susi menghentikan pengeboman kapal asing pencuri ikan dan terakhir perkara kritik pemerintah, Luhut lah yang pasang badan.
Pak Jokowi, tinggal santai saja dan bilang dalam kongres partai Demokrat:
"Saya ini nggak ada potongan pemimpin otoriter, penampilan saya juga tidak sangar, kemana-mana saya selalu tersenyum...."
Kalau dalam buku Memompa Ban Kempis, tulisan Sukardi Rinakit (salah satu orang yang mendeklarasikan diri sebagai Marhen sejati), posisi Luhut ini strategis sebagai 'Panglima Perang' pemerintah.
Panglima yang mengatur bagaimana menghadapi berbagai situasi sulit, dan pasang badan langsung. Sehingga Raja atau presiden aman posisinya. Ini yang menurut Sukardi tidak dimiliki oleh presiden SBY. Saat itu, SBY seolah di publik tampak kelimpungan menghadapi berbagai serangan pada pemerintahannya.
Bahkan dalam catatan Sukardi, SBY yang kebanyakan curhat membuat rakyat antipati dan kata 'saya turut prihatin' jadi bahan guyonan.
Disisi lain, saya dulu waktu di kampus, pernah menjumpai pejabat birokrasi 'kelas A' yang posisinya mirip dengan Luhut ke Jokowi. Singkat cerita, kalau dulu ada demonstrasi mahasiswa, maka alur cerita yang terjadi:
'Mahasiswa datang di depan gedung rektorat, Rektor yang entah darimana informasinya selalu tahu jika tiba-tiba ada demonstrasi, selalu sudah bisa saja kabur sebelum mahasiswa datang. Lalu yang nemui, ya Si A ini, pejabat birokrasi panglima perang tadi.
Secara penampilan fisik, 85 persen mirip pak Luhut. Kumis tebal, batu cincin akik, dadan tegak dengan ujung bawah baju selalu dimasukkan ke dalam celana, dari gaya bicara dan diksinya bisa terasa ancaman bagi perwakilan mahasiswa yang masuk ke ruang audiensi, dan  rokok tentu saja.'
Maka, maha beruntunglah rektor yang selalu aman posisinya. Sehingga, tinggal menyampaikan panjang-panjang program dan prestasi blio setiap jadi pembicara publik. Entah dia paham betul atau tidak apa yang dibicarakan.
Jadi intinya, jika jadi pemimpin, cari satu orang yang rela pasang badan untuk jadi 'panglima perang' anda dan siap sediakan segala upah atau imbal balik berupa jabatan dan wewenang lintas batas dan tugas.
Sehingga, anda aman dan tinggal senyum-senyum setiap ketemu orang lain.
Menulis juga di: IndonesiaImaji.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H