Dan ketika Arcandra Tahar ketahuan berpaspor negeri paman Sam, pak Luhut yang berkumis tipis itu juga yang ditunjuk Jokowi sebagai pelaksana tugas menteri ESDM.
Luar biasa!
Keberadaan Luhut tentu memudahkan posisi Pakde Jokowi, segala isu dan kritik yang mengancam pemerintah, pak Luhut berani pasang badan. Mulai perkara reklamasi, meminta bu Susi menghentikan pengeboman kapal asing pencuri ikan dan terakhir perkara kritik pemerintah, Luhut lah yang pasang badan.
Pak Jokowi, tinggal santai saja dan bilang dalam kongres partai Demokrat:
"Saya ini nggak ada potongan pemimpin otoriter, penampilan saya juga tidak sangar, kemana-mana saya selalu tersenyum...."
Kalau dalam buku Memompa Ban Kempis, tulisan Sukardi Rinakit (salah satu orang yang mendeklarasikan diri sebagai Marhen sejati), posisi Luhut ini strategis sebagai 'Panglima Perang' pemerintah.
Panglima yang mengatur bagaimana menghadapi berbagai situasi sulit, dan pasang badan langsung. Sehingga Raja atau presiden aman posisinya. Ini yang menurut Sukardi tidak dimiliki oleh presiden SBY. Saat itu, SBY seolah di publik tampak kelimpungan menghadapi berbagai serangan pada pemerintahannya.
Bahkan dalam catatan Sukardi, SBY yang kebanyakan curhat membuat rakyat antipati dan kata 'saya turut prihatin' jadi bahan guyonan.
Disisi lain, saya dulu waktu di kampus, pernah menjumpai pejabat birokrasi 'kelas A' yang posisinya mirip dengan Luhut ke Jokowi. Singkat cerita, kalau dulu ada demonstrasi mahasiswa, maka alur cerita yang terjadi:
'Mahasiswa datang di depan gedung rektorat, Rektor yang entah darimana informasinya selalu tahu jika tiba-tiba ada demonstrasi, selalu sudah bisa saja kabur sebelum mahasiswa datang. Lalu yang nemui, ya Si A ini, pejabat birokrasi panglima perang tadi.
Secara penampilan fisik, 85 persen mirip pak Luhut. Kumis tebal, batu cincin akik, dadan tegak dengan ujung bawah baju selalu dimasukkan ke dalam celana, dari gaya bicara dan diksinya bisa terasa ancaman bagi perwakilan mahasiswa yang masuk ke ruang audiensi, dan  rokok tentu saja.'