Mohon tunggu...
Luthfi Hafidz Rafsanjani
Luthfi Hafidz Rafsanjani Mohon Tunggu... Lainnya - Undergraduate Law Student at Diponegoro University

Si Fakir Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Urgensi Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

4 Desember 2020   20:51 Diperbarui: 13 Desember 2020   02:16 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemudian, melalui rancangan undang-undang tersebut akan mengubah pola hubungan kerja antara PRT dan pemberi kerja di mana pada awalnya dalam hubungan kerja, tersebut posisi pemberi kerja sangat dominan sehingga hal ini yang kemudian mengarah pada bentuk-bentuk pengabaian terhadap hak-hak PRT. 

Harapannya, setelah adanya undang-undang ini, pemberi kerja dapat dan harus membatasi dirinya terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan hubungan kerja. Namun demikian, RUU Perlindungan PRT ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada PRT saja, akan tetapi juga memberikan perlindungan yang sama bagi pemberi kerja khususnya mengenai keseimbangan hak dan kewajiban antara PRT dan pemberi kerja.

Perlindungan terhadap PRT selama ini tidak diakomodasi dalam UU Ketenagakerjaan ataupun UU Cipta Kerja. Wilayah kerja yang bersifat domestik dan privat menyebabkan tidak adanya kontrol dan pengawasan dari Pemerintah, padahal dalam praktiknya rawan dan rentan terhadap diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan. 

Sebagai amanat dari konstitusi, PRT sebagai bagian dari warga negara berhak untuk mendapatkan pengakuan, penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak-hak dasar pekerja dan kesejahteraan sebagai pekerja dan warga negara. Oleh karenanya, melalui RUU Perlindungan PRT ini turut mengakomodasi hak-hak Pekerja Rumah Tangga sebagai bagian dari pekerja dan warga negara yang juga berhak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, seperti pengaturan mengenai ketentuan pengupahan, jam kerja dan istirahat, batasan usia minimum untuk boleh bekerja hingga jaminan sosial dan hal-hal lain yang mampu menunjang kualitas hidup PRT.

Adanya jaminan sosial bagi PRT dalam bentuk jaminan kesehatan seperti Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), di mana mereka akan masuk sebagai bagian dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Karena dalam praktiknya selama ini mayoritas PRT menerima upah yang rendah dan tidak sanggup berpartisipasi dalam program jaminan kesehatan demikian karena dalam hal pembayaran iurannya dianggap memberatkan mereka, sehingga jangankan ikut serta dalam program asuransi jaminan kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri pun sulit. 

Kemudian melalui pengaturan bentuk jaminan sosial lainnya pada bidang ketenagakerjaan dalam RUU ini, jaminan tersebut akan ditanggung bersama antara PRT dan pemberi kerja seperti jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Untuk menjamin perlindungan serta peningkatan kualitas hidup PRT, melalui pengaturan RUU ini para PRT juga berhak atas pendidikan dan pelatihan yang bisa didapatkan secara gratis dan berkualitas melalui Balai Latihan Kerja (BLK) yang difasilitasi oleh Pemerintah dan dapat diakses oleh PRT baik di wilayah asal ataupun di wilayah kerja.

Dalam RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ini, terminologi PRT tidak lagi disebut sebagai pembantu rumah tangga, melainkan pekerja rumah tangga. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengakuan kepada mereka sebagai insan pekerja yang juga memiliki hak-hak istimewa. Bahwa selama ini segala bentuk diskriminasi dan stigmatisasi terhadap PRT dan pekerjaannya terbentuk karena adanya bias kelas yang terbentuk di masyarakat, bahwa PRT dianggap sebagai ras pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan, serta pekerjaan yang dianggap tidak bernilai ekonomis dan rendahan.

Padahal, sebenarnya profesi ini melekat pada pekerjaan yang dibutuhkan di rumah kita, dalam artian yaitu pekerjaan yang bersifat domestik atau menyangkut mengenai kebutuhan rumah tangga. Pekerjaan rumah adalah bagian dari agen kehidupan, karena hal tersebut berkaitan langsung dengan kebutuhan kehidupan sehari-hari seperti kebersihan, perawatan dan sebagainya. Kontribusi pekerjaan domestik secara tidak langsung sebenarnya berperan penting dalam bidang sosial ekonomi, bahkan secara psikis bagi pemberi kerja. 

Sebagai perumpamaan, jika para pemberi kerja bekerja pada sektor publik, maka mereka tidak dapat sekaligus juga mengerjakan pekerjaan domestik atau melakukan dobel pekerjaan secara bersamaan, karena biasanya pemberi kerja yang bekerja pada sektor publik ini bekerja dari pagi hingga sore hari. 

Secara fisik, ketika mereka selesai bekerja kemudian pulang ke rumah sudah dalam keadaan lelah. Jika memaksakan untuk melanjutkan pekerjaan domestik, maka hal ini akan berpengaruh pula pada meningkatnya tekanan secara psikis, yang kemudian hal ini dapat dikatakan berkontribusi juga terhadap keadaan psikologis seseorang.

Harapannya, melalui penjelasan di atas dapat membuka mata kita semua mengenai urgensi dari pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ini. Walau sebenarnya hal ini juga merupakan bentuk inkonsistensi para pembuat kebijakan karena dalam praktiknya misalnya, untuk pekerja migran saja memperoleh perlindungan hukum, sedangkan pekerja yang bergerak pada sektor pekerjaan rumah tangga yang notabene bekerja di dalam negeri tidak diberi perlindungan. Serta, jika pekerja asing saja diberi perlindungan, maka selayaknya PRT sebagai bagian dari warga negara sekaligus pekerja dalam negeri juga berhak untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun