Mohon tunggu...
Luthfia Rizki
Luthfia Rizki Mohon Tunggu... Editor - Editor

Lifetime Learner | Humanities | Writing with purpose

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pasca Putus Cinta; Ditangisi atau Introspeksi?

17 Februari 2017   19:55 Diperbarui: 19 Februari 2017   08:44 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disinilah ego kita sebagai wanita mulai bermain. Pada dasarnya, wanita itu mudah sekali memaafkan pasangannya. Kesalahan apapun yang pernah dilakukan si pasangan, karena rasa sayang yang begitu besar, akan dengan mudah dimaafkan karena tertutup oleh hal atau kenangan indah yang pernah dilewati bersama pasangannya. Entah mengapa, mungkin seperti kutukan bahwa wanita mudah memaklumi kesalahan pasangannya.

Kemudian sahabat saya bercerita hanya karena satu kesalahan yang dia lakukan, pacarnya sulit memaafkan dan menerimanya kembali. Padahal menurut subjektif saya, hal yang dilakukan sahabat saya tidaklah fatal. Namun pada akhirnya, pacarnya tidak bisa terima dan memutuskan untuk memegang teguh satu prinsipnya yang menurut saya sedikit tidak masuk akal.

Dibandingkan prinsip sang lelaki yang sebetulnya agak "remeh" itu, seharusnya bisa tertutupi oleh kebaikan dan ketulusan sahabat saya dalam menjalin dan mempertahankan hubungan mereka. Tapi yah... cuma mereka yang berhak memutuskan, karena bagaimanapun mereka sendiri yang menjalani hubungan tersebut.

3. Saya menyesal. Kita putus gara-gara saya.

"Oh dear, itu bukan salah lo", itu yang kami ucapkan untuk menenangkan sahabat kami. Karena satu hal yang melanggar "prinsip" sang pacar tersebut, sahabat saya menyesal berkepanjangan dan selalu bergumam bahwa apabila ia tidak melakukannya, sang pacar tidak akan mengakhiri hubungan mereka.

Menurut saya pikiran ini hanyalah luapan emosi semata. Karena ketika putus, berbagai pikiran negatif pun menyeruak bebas tanpa bisa kita atur- dalam otak atau hati. Mulai dari sini, sering kita berandai-andai dengan kata "jika". Contohnya, jika dulu saya tidak egois, pasti si dia (pasangan) akan lebih sabar. Jika dulu saya tidak melakukan kesalahan itu, dia tidak akan memutuskan saya, dan seterusnya.

Namun, percayalah, mengenai hubungan yang kandas itu bukan merupakan kesalahan dari pihak wanita saja. Tidak seharusnya menyesal berkepanjangan dan terus menyalahkan diri sendiri. Kesalahan terletak pada dua-duanya, sang lelaki dan wanita. Karena sebagai manusia normal, kita semua pasti pernah melakukan kesalahan.

Dengan segala permasalahan yang ada, sisanya kita hanya bisa tabah dan bersabar saja terhadap hal yang sudah "sang mantan" lakukan. Setelah putus, pilihan terletak pada kita sendiri, mau seperti apa ke depannya. Pun memang cuma kita sendiri yang bisa dan berhak menentukan karena hanya kita yang memahami "kadar" masalah penyebab putus tersebut. Akankah nanti balikan dengan sang mantan, atau memilih move on karena setelah dipertimbangkan semuanya dengan matang, he doesn't deserve you anymore.

"No relationship is ever a waste of time. If it didn't bring you what you want, it taught you what you don't want." - Unknown.

(FIA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun