Belakangan ini banyak kaum muda yang terjerat dengan fenomena Hustle Culture. Banyak dari mereka merasa bangga dengan budaya kerja hustle culture yang mereka jalani. Lantas apa sebenarnya hustle culture itu? Hustle culture atau budaya gila kerja merupakan sebuah gaya hidup yang di mana mengharuskan seseorang untuk harus tetap dalam keadaan produktifitas tinggi di manapun dan kapanpun dirinya berada. Mereka beranggapan bahwa semakin banyak waktu yang mereka gunakan untuk bekerja dan semakin banyak kegiatan yang mereka ikuti maka semakin dekat membawa mereka ke dalam kesuksesan. Hal tersebut yang menjadikan sebagai dorongan bagi kaum muda untuk berlomba-lomba mengikuti berbagai rangakaian kegiatan hingga mengorbankan waktu istirahat dan waktu luang yang dimiliki.
Fenomena ini didukung dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini yang membuat kita diharuskan untuk berkegiatan di dalam rumah atau work from home (WFH). Adanya WFH menyebabkan tidak ada batasan waktu produktif dan waktu istirahat. Seluruh kegiatan dilaksanakan melalui metode daring yang memungkinkan kaum muda khususnya mahasiwa dapat lebih fleksibel mengatur waktu sehingga kebanyakan dari mereka lebih memanfaatkan waktunya untuk melakukan kegiatan di luar akademik yang berlebihan. Faktor lingkungan sangat memengaruhi fenomena hustle culture pada mahasiswa. Fenomena hustle culture yang terjadi pada mahasiswa salah satunya dipicu karena banyak dari mereka memamerkan produktivitas pada media sosial yang menimbulkan rasa persaingan sehingga banyak mahasiswa berlomba-lomba untuk mengkuti sebanyak-banyaknya kegiatan yang menguras banyak waktu dan tenaga. Mereka akan tetap merasa kurang atas apa yang dilakukan sehingga membuat mereka bekerja tanpa henti untuk mendapatkan kesuksesan berikutnya. Kendati mereka memiliki banyak kegiatan di luar akademik seperti organisasi dan kepanitiaan, tetapi mereka tetap mengejar kewajiban akademik yang membuat mereka bekerja secara berlebih dan hustle culture ini menuntut seseorang untuk bekerja secara multitasking. Namun, cara kerja secara multitasking dalam fenomena hustle culture tak jarang mengganggu tiap kegiatan dan akan memengaruhi kualitas pekerjaan yang dilakukan serta akan berisiko terhadap kesehatan.
Perlu diketahui bahwa fenomena hustle culture membawa berbagai dampak buruk terhadap kehidupan penganutnya. Dampak buruk yang ditimbulkan oleh hustle culture di antara lain adalah pertama, meningkatkan risiko terkena penyakit karena menurut penelitian Current Cardiology Reports pada 2018 mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular pada orang yang bekerja lebih dari 50 jam per minggu. Selain itu, lembur kerja juga dapat menurunkan imun tubuh. Kedua, meningkatkan gangguan kesejahteraan mental karena banyaknya tekanan pekerjaan menciptakan gejala depresi, kecemasan hingga keinginan bunuh diri. Adanya ambisi untuk mencapai kesuksesan membuat tubuh mencapai burn out yang akan meningkatkan stress. Ketiga, hilangnya work life balance atau kondisi seimbang antara kehidupan kerja dan pribadi. Keempat, penurunan kualitas pekerjaan dikarenakan banyaknya pekerjaan yang dikerjakan akan membuat seseorang tidak dalam kondisi optimal dalam pengerjaannya.
Sebagai seorang yang bijak dalam mengelola kehidupan agar mencapai work life balance maka kita hendaknya mengikuti beberapa tips ini agar terhindar dari fenomena hustle culture yang sedang marak menjerat kaum muda utamanya mahasiswa. Perbaiki pola pikir agar terhindar dari hustle culture di antaranya yaitu pertama, prioritaskan kesehatan mental dan fisik, dengan kita menjaga kesehatan tubuh maka kita akan sayang pada diri sendiri dan tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi pada diri. Kedua, memberikan apresiasi pada diri sendiri, hal itu penting karena dengan mengapresiasi diri sendiri maka kita akan merasa bersyukur dan cukup dengan apa yang kita miliki. Ketiga, menetapkan batasan dan tujuan yang jelas, dengan memiliki tujuan yang jelas maka hidup kita akan lebih tertata sehingga mencapai work life balance. Kemudian yang keempat adalah berhenti untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain, keberhasilan masing-masing orang tentu berbeda sehingga kita tidak sewajarnya untuk membandingkan diri dengan orang lain sehingga kita merasa tidak pernah puas atas apa yang dimiliki.
Memaksakan sesuatu hal merupakan tindakan yang tidak baik. Setiap orang memiliki start dan proses menuju kesuksesan yang berbeda. Kesuksesan orang tidak seharusnya dibanding-bandingkan dengan orang lain. Oleh karena itu, lebih baik kita tetap berproses sewajarnya agar dapat mencapai kesuksesan versi diri sendiri dengan tetap memperhatikan kondisi diri kita masing-masing. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H