haters yang kini melanglang buana di media sosial dan melontarkan berbagai komentar kebencian, sehingga media sosial terasa sebagai rumah yang nyaman bagi para haters.
Halo guys, apa kamu pengguna aktif media sosial? Jika ya, pasti sudah tidak asing bukan menemukanKalian merasa enggak sih kalau sekarang media sosial sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Bagaimana tidak? Di Indonesia sendiri, dilansir dari hasil survei Hootsuite (We Are Social), pengguna media sosial aktif di Indonesia pada tahun 2021 sudah mencapai 61,8% dari jumlah populasi. Wah, sangat banyak bukan? Kini, media sosial berhasil membuat kita tidak lagi khawatir dengan jarak dan waktu untuk berkomunikasi.
Namun, sayangnya nih, media sosial yang tidak digunakan dengan bijak juga menimbulkan permasalahan loh, salah satunya perilaku haters yang dengan mudahnya melontarkan komentar kebencian (hate speech) kepada pengguna media sosial lainnya.  Perilaku haters bukanlah sesuatu yang bisa dibenarkan maupun dianggap sebelah mata. Berbagai macam hal sudah dilakukan, tetapi perilaku haters ini masih terus terjadi.Â
Nah, sebenarnya, apa itu haters? Menurut Pradipta (2016), haters adalah orang yang tidak segan menyerang orang yang dibencinya dengan kata-kata kotor, melecehkan, hingga menghina. Nah, haters ini termasuk dalam perilaku agresif yang dilakukan secara verbal loh, ternyata juga mereka tidak bertindak sendirian, guys.Â
Menurut Sitorus (2017), haters berupa sebuah akun dengan unggahan yang bersifat menjelek-jelekkan orang yang mereka benci dan memiliki cukup banyak pengikut hingga ribuan. Pasti kita sering lihat di media sosial bukan,  banyak akun media sosial yang dimanfaatkan sebagai akun haters, sebuah grup sosial dari komunitas maya yaitu admin sebagai pemimpin dan pengikutnya sebagai anggota, yang secara bersama-sama membenci seseorang, ditunjukkan dalam kolom deskripsi, caption, dan foto atau video pada tiap unggahan mereka yang sama sama bersifat menghina dan menghasut untuk membenci, sekaligus kolom komentar yang memfasilitasi para pengikut untuk berinteraksi dengan pemilik akun.Â
Misalnya nih, pasti kalian sudah tidak asing bukan dengan Kekeyi, seorang selebriti internet, yang kerap mendapat komentar kebencian dari haters, seperti 'gigi tonggos, ' pendek', 'jelek', dan 'bau mulut', sebab haters merasa Kekeyi tidak pantas sebagai seorang selebriti karena tidak sesuai dengan standar kecantikan yang ada (Langi & Wakas, 2020). Sungguh ironis.
Lalu, bagaimana sih penjelasan mengenai penyebab perilaku haters di media sosial? Yuk, simak artikel ini!
Candu. Pasti kalian sering mendengar kata itu bukan? Kata candu identik dengan kecanduan rokok, alkohol, dan narkoba, sehingga seseorang ingin mengonsumsinya lagi, lagi, dan lagi.Â
Nah, efek media sosial juga bisa terasa candu loh bagi haters yang membuat mereka tidak bisa terlepas walau sehari dan interaksi tatap muka pun berkurang, apalagi dipengaruhi pula oleh pemikiran kelompok yang diiringi efek contagion dan menyulut kemarahannya pada subjek, sehingga keterbukaan diri mereka curahkan di media sosial dengan mengekspresikan ide, kritik, dan berdebat (Pradipta, 2016).
Apalagi nih, di media sosial, mereka bisa menyamarkan identitasnya alias anonim, sehingga mereka bebas mengutarakan pikirannya tanpa merasa bertanggung jawab. Kalian pasti sering melihat juga kan, akun yang menuliskan komentar kebencian seringkali tidak menggunakan identitas aslinya, seperti menggunakan nama "haiiniaku123'. Anonimitas juga menjadi aturan umum bagi akun haters loh, supaya kehidupan mereka di dunia nyata tetap 'aman'. (Hildawati, 2018)
Guys, menurut Langi & Wakas (2020), pengalaman masa lalu yang buruk dan fanatisme yang tinggi juga berpengaruh loh terhadap perilaku haters. Contohnya nih, pasti teman-teman yang sering menonton drama korea sudah tidak asing dengan Han Soo He, kan? Aktris korea yang ramai diperbincangkan karena membintangi sebuah drama korea mengenai perselingkuhan.Â
Pengguna media sosial mengatakan Han Soo Hee adalah seseorang yang memiliki wajah cantik, tetapi memiliki perangai yang buruk karena merebut suami orang. Komentar seperti ini muncul karena peran Han Soo Hee dalam suatu serial sehingga ibu-ibu rumah tangga ataupun mereka yang memliki masa lalu yang sama seperti cerita dalam serial drama tersebut terdorong melontarkan komentar kebencian.
Guys, menurut kalian, apa perilaku haters berdampak bagi korban?
Pasti saat ini, kalian sedang menjawab "Ya", perilaku haters tentu memberikan berbagai dampak bagi korban, khususnya dampak psikologis, seperti marah, malu, takut, depresi, frustasi, tidak dapat konsentrasi, memiliki harga diri rendah, peningkatan keinginan bunuh diri, dan berbagai tanggapan emosional lainnya (Yanti, 2018)
Kini, apakah kita harus diam saja melihat berbagai perilaku haters tersebut? Apakah media sosial adalah rumah ternyaman bagi para haters?
Jawabannya, pastinya tidak. Media sosial bukanlah sarana untuk saling membenci. Media sosial juga bukanlah tempat sampah kata-kata hujatan, apalagi rumah ternyaman bagi para haters. Akan tetapi, media sosial adalah tempat untuk saling berkomunikasi, berinteraksi, dan berekspresi untuk meraih kenyamanan bersama. Jadi, tunggu apalagi? Yuk bijak menggunakan media sosial, pilah dan pilih berita, serta tentunya jangan lupakan etika, karena kita adalah bersama. :)
Referensi :
Andi Dwi Riyanto. (2021). Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2021. Link: https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2021/ . Diakses pada tanggal 9 Desember 2021.
Anwar, F. (2017). Perubahan dan Permasalahan Media Sosial. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, Vol. 1, No.1, hlm. 137-144.
Hildawati. (2018). HATERS: Aktifitas Akun Haters di Sosial Media Instagram. ETNOSIA Jurnal Etnografi Indonesia, Vol.3, No.1. DOI: 10.31947/etnosia.v3i1.3608
Langi, F. & Wakas, E. (2020). Perilaku Agresif Verbal di Media Sosial. Journal of Psychology "Humanlight", Vol.1, nO.1, HLM. 41-50. doi: 10.51667/jph.vi1.312
Mulawarman, M. & Nurfitri, A.D. (2017). Perilaku Pengguna di Media Sosial beserta Implikasinya ditinjau dari Perspektif Psikologi Sosial Terapan. Buletin Psikologi, Vol. 25, No.1. DOI : 10.22146/buletinpsikologi.22759.
Pradipta, A. (2016). Fenomena Perilaku Haters di Media Sosial. Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Yogyakarta.
Sitorus, A. & Irwansyah. (2017). Fenomena Hater sebagai Dampak Negatif Perkembangan Media Sosial di Indonesia. A Journal of Language, Literature, Culture, and Educaton Polygot, Vol. 13, No. 2, hlm. 109-121
Voggeser, B. J., Singh, R.K., & Goritz, A.S. (2018). Self-Control in Online Discussions: Disinhibited Online Behavior as a failure to recognize social cues. Frontiers in Psychology, Vol. 8. DOI: 10.3389/fpsyg.2017.02372
Yanti, N. (2018). FENOMENA CYBERBULLYING PADA MEDIA SOSIAL INSTAGRAM. Jurnal Pustaka Ilmiah, Vol. 4, No. 1.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H