Mohon tunggu...
Luthfiah Rima Hayati
Luthfiah Rima Hayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi di Universitas Riau

Seorang mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang tertarik pada dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rasa Sakit Zia

11 Februari 2024   18:46 Diperbarui: 12 Februari 2024   13:41 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Pribadi Edited on Canva

Bayangan lainnya mengingatkan Zia ketika kedua orang tuanya bertengkar hebat. Ayah pergi dari rumah, Ibu bahkan tidak menahannya. Zia membenci Ibu. Ibu membiarkan Ayah pergi meninggalkan mereka.

Air mata gadis itu kembali mengalir. Rumah ini dulunya punya cerita bahagia. Rumah ini dulunya ditempati keluarga cemara. Zia rindu rumahnya yang dulu. Ini rumah yang sama, tetapi dengan suasana yang berbeda.

Tubuh gadis itu meluruh, tidak sanggup menahan rasa sakitnya lagi. Suara ketukan malam tadi terasa nyata, tetapi Zia tau itu hanya imajinasinya. 

Zia sedang bergumul dengan rasa sakitnya. Suara ketukan pintu kerap terdengar, tetapi tidak ada suara manusia yang menyertainya. Kulkas tidak lagi terisi. Di dalam bingkisan yang ada di meja tadi, ada hadiah lampu belajar yang Ibu beri, tetapi Ibu sudah pergi.

Dulu Ibu selalu mengetuk pintu kamarnya, meminta gadis itu untuk turun dan makan bersama. Dulu kulkas selalu terisi, karena Ibu tau Zia hanya ingin makan masakannya sendiri. 

Dulu, Zia punya lampu belajar di kamar, tetapi tanpa sengaja Ibu rusak setelah bertengkar dengan dirinya. Zia mungkin membenci Ibu, tetapi dalam hatinya dia rindu. 

Ketika Ayah pergi, Ibu berusaha menjadi figur Ibu dan Ayah sekaligus untuk Zia. Tetapi Zia tidak pernah terima. Ibu dan Ayah keras kepala, karena itu Zia juga.

Di rumah ini, semua hal baik seakan tidak pernah terjadi. Padahal dulu dia sering bercanda bersama Ayah di ruang keluarga, membuat kue bersama Ibu di dapur, berkebun bersama kedua orang tuanya di taman belakang, bahkan diceritakan dongeng ketika ingin tidur. 

Semua hal itu rasanya tidak pernah terjadi, yang ada hanya kenangan buruk ketika keluarga mereka sedang tidak baik--baik saja.

"Ibu, maafkan Zia. Terima kasih kado ulang tahunnya, tetapi yang Zia butuh sekarang cuma Ibu," ucap gadis manis yang tampak pucat itu.

Tubuhnya terasa di peluk. "Maaf membuat kamu sendirian, sayang. Maaf Ibu ninggalin kamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun