Hidup akan sulit jika tidak ada perjuangan dengan ikhlas. Mungkin kalimat itulah yang pantas diberikan pada gadis muda bernama Nisa. Nisa adalah seorang gadis belia yang tinggal disalah satu kota besar di pulau Kalimantan. Nisa berusia hampir 17 tahun dan sedang duduk di bangku SMA.
Nisa dapat digambarkan seorang gadis yang periang. Ia juga memiliki paras yang indah, cantik, tinggi, memiliki mata yang indah, dan berjilbab. Kesehariannya diisi dengan kesibukan sekolah. Dengan jam sekolah yang lumayan padat, dia tidak pernah mengeluh atas beban tersebut.
Selain sibuk dengan kegiatan sekolah, Nisa juga menekuni dunia seni, yaitu tari dan model. Dapat dibilang dia adalah salah satu model ternama di kotanya. Bahkan prestasinya sudah sampai tingkat nasional. Dia melakukan itu hanya ketika sedang akhir pekan, hari libur, ataupun saat sedang ada lomba.
Dia menekuni dunia model sejak dari umur 6 tahun, dan tidak sia-sia dia menekuni itu. Semua berjalan lancar, bahkan Nisa dapat dibilang gadis yang mandiri karena sudah bisa mengisi uang saku dengan usahanya sendiri. Kebutuhannya terus tercukupi, bahkan Ia memberi sebagian penghasilannya dari kegiatan modelnya kepada orang tuanya. Tetapi ibarat burung yang sedang terbang di atas langit, saat ia diatas dan semakin tinggi akan kencang angin yang menerpanya. Seperti itulah keadaan yang ia hadapi. Banyak orang yang mengomentari tentang kegiatan modelnya. Entah apa maksud mereka iri, syirik, atau dengki, atau apapun itu tidaklah Nisa tahu akan alasan mereka. Bahkan dia sampai diusik oleh senior di sekolahnya. Dan semua itu mengganggu pikiran Nisa beberapa hari ini. Ia menjadi tidak tenang, seakan-akan apa yang dia lakukan itu salah.
“Apa yang salah dari aku?”, tanya Nisa kepada sahabatnya, Ika. ”Apa yang salah dari seorang model? Apa salah aku mencari uang tambahan dari kegiatan modelku?”. “Bukankah itu halal? Mengapa mereka mengusikku seakan-akan apa yang aku lakukan salah, aku juga tidak macam-macam di luar sana”, tambahnya lagi. Ika hanya terdiam dan menyaksikan betapa beratnya beban sahabatnya itu. Ika hanya memberikan sedikit saran untuk Nisa untuk menjadi yang lebih baik lagi.
Hari teruslah berlalu, sudah hampir 3 bulan hujan enggan menyapa kota yang indah ini dan kabut menyelimuti indahnya langit biru besertakan awan putih. Tetapi Nisa terus menjalani hari-harinya dengan ceria. Saat dia disekolah dan membawa buku, tiba-tiba ada seorang murid laki-laki yang tidak sengaja bertabrakan dengan Nisa. Buku-buku yang berada digenggaman Nisa pun jatuh. Laki-laki itupun secara reflek langsung membantu dan meminta maaf. Nisa membalas kata maaf tersebut dengan jawaban yang halus. Dan mereka pun pergi ke kelas mereka masing-masing untuk menyelsaikan tugas.
Malam hari ketika Nisa pergi ke sanggar seni tempat ia berlatih menari, ia seakan-akan melihat orang yang baru saja ia kenal dengan tidak sengaja. Ternyata orang itu adalah laki-laki yang menabraknya tidak sengaja saat di sekolah tadi. Nisa baru tahu bahwa laki-laki tersebut juga berkecimpung di dunia seni dan bergabung di sanggar seni tempat Nisa berlatih. Tetapi laki-laki tersebut tidak menari melainkan memainkan musik untuk mengiri sang penari. Laki-laki tersebut bernama Karim. Karim adalah orang yang sangat ramah, baik hati, dan murah senyum. Tetapi ada satu hal yang aneh dengan dirinya, dia sangat gugup jika berhadapan dengan wanita. Dia seakan-akan gugup jika berhadapan dengan wanita. Tetapi saat dia melihat seorang Nisa, hatinya seakan-akan seperti ingin berkomunikasi dengan Nisa. Tetapi dia hanya menyembunyikan perasaan itu. Hingga akhirnya latihan pada malam hari itu selesai. Dan saatnya para penari maupun pemusik untuk pulang ke tempat yang disebut rumah.
“Iya... tidak... iya... tidak... iya...”, ucap Karim yang seakan gugup ingin berkenalan langsung dengan Nisa di pagi yang cerah ini. Saat Karim berada pas di belakang Nisa, tidak sengaja Nisa menoleh ke belakang dan melihat Karim sedang berdiri dibelakangnya. Nisa pun kaget dan bertanya pada Karim apa yang sedang ia lakukan. Karim pun terlihat seperti orang yang sangat gugup dan akhirnya ia menyampaikan tujuan sebenernya untuk berkenalan. Nisa pun membalas keinginan Karim tersebut dengan memperkenalkan namanya. Keadaan sangat pas karena Nisa sedang duduk sendirian. Seketika mereka pun duduk disebuah bangku panjang sekitar lapangan sekolah. Mereka pun mengobrol dengan seru. Karim pun merasa ada yang aneh terhadap dirinya. Dia seakan tidak gugup saat berhadapan dengan wanita, dan seketika hatinya merasakan hal yang tidak biasanya. Dia merasakan seperti ada panah asmara yang tertancap dihatinya karena berhadapan dengan seorang kaum hawa yang berparas cantik tersebut. Tetapi Karim hanya menyembunyikan perasaan tersebut. Dan juga Nisa hanya menganggap Karim hanyalah seorang teman bahkan seorang sahabat barunya.
Hari pun berganti malam, dan menunjukan pada pukul 7 saatnya Nisa mengerjakan tugas-tugas sekolahnya dan berlatih menari di sanggar seni. Untung sekali jarak dari rumahnya ke tempat ia berlatih lumayan dekat. Saat dia sudah sampai di sanggar seni tersebut, dia pun langsung bergabung dengan penari lainnya. Karim yang memainkan dengan indah alunan musik gambus khas pesisir ini, dan penari membalasnya dengan gerakan yang lembut dan energik. Tetapi tidak saat Karim melihat raut muka Nisa. Karim dapat membaca dari raut muka Nisa bahwa ia pasti sedang mempunyai masalah. Dan ketika latihan hampir berakhir, Karim menghampiri Nisa yang sedang duduk sendirian.
“Ada yang berbeda dari seorang gadis periang yang aku kenal”, ucap Karim. “Ada masalah apa?”, tambah Karim lagi. Nisa pun kaget mengapa Karim dapat membaca perasaan yang sedang ia rasakan saat ini. Nisa pun memberi tahu apa yang sedang ia pikirkan dari tadi. Ternyata dia masih memikirkan tentang masalah orang yang mengomentari kegiatan modelnya. Tampak Karim mendengarkan curahan hati dari Nisa. Ternyata Nisa dikomentari oleh senior-seniornya karena saat sekolah ia menggunakan jilbab, tetapi ketika sedang model ia menggunakan pakaian yang dapat dikatakan sedikit terbuka. Karim pun memikirkan solusi yang kiranya tepat untuk Nisa. Karim mengatakan bahwa Nisa tetap melakukan apa yang dia lakukan sekarang, karena semua pencapaian yang sudah di raih itu bukanlah hal yang mudah. Dan pastikan bahwa mereka yang selalu mengomentari Nisa adalah orang yang ingin seperti Nisa karena mereka belum tentu bisa melakukannya. “Pilihan ada di kamu, Nis. Suatu saat pilihanmu itu bakal benar dan orang lain akan suka terhadap pilihanmu itu”, ucap Karim yang seakan-akan bijaksana. “Sedikit saran, Nis. Kamu seharusnya tetap memakai jilbabmu karena itu adalah perintah agama.”, tambah Karim lagi. Nisa yang mendengarkan semua perkataan karim seketika tertunduk dan merenungkannya. Setelah itu dia mengangkat kepalanya dan terlihat ceria lagi. Dia mengucapkan terima kasih kepada Karim karena sudah memberikan pencerahan yang sangat berarti padanya.
Hari teruslah berlalu, komunikasi diantara Nisa dan Karim tetap terjaga. Terkadang saat Karim melihat Nisa sedang duduk sendirian ataupun sedang di kantin bersama temannya, dia tidak melihat kesedihan lagi, bahkan terpancar senyuman indah dari wajahnya. Saat Karim melihat senyuman yang terpancar dari wajah Nisa, dia merasakan sesuatu yang tidak biasa. Seperti ada panah asmara yang tertancap dia hati seorang adam ini. Tetapi dia selalu menyembunyikan perasaan tersebut dan hanya berteman dengan Nisa. Mungkin inilah salah satu cara dari seorang Karim untuk tetap bisa berinteraksi dengan seorang wanita dan tidak merasakan kegugupan sedikitpun. “Mungkin perasaan tidak selamanya harus di sampaikan secara nyata, dan menyembunyikan perasaan ini adalah satu hal yang aku bisa lakukan untuk tetap bisa dekat dia.”, gumam Karim. Bersamanya atau tidak, tidak menjadi pilihan Karim, karena yang ia tahu hanya untuk kebahagian Nisa.