Mohon tunggu...
Luther
Luther Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa biasa yang terkadang suka membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menganalisis Kampanye #SpotifyWrapped Secara Retorika dan Dialektika

16 Oktober 2024   23:32 Diperbarui: 16 Oktober 2024   23:56 0
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Spotify Wrapped ialah sebuah tren tahunan yang selalu diselenggarakan oleh Spotify. Jika melihat dari apa yang ada pada halaman resmi Spotify Wrapped, dapatlah terlihat bahwa Spotify Wrapped ini merupakan sebuah fitur untuk mengetahui musik seperti apakah yang Anda dengarkan selama setahun ke belakang, sebagaimana yang dijelaskan oleh Kurniawan (2023, dalam Ramadhinda et al., 2024). Hal ini tentu akan menjadi menarik bagi para anak muda, terutama Generasi Z yang memang dikenal selalu aktif akan hal-hal yang berbau anak muda seperti Spotify Wrapped ini.

Sebagaimana yang dijelaskan Braun (2020), ternyata, campaign Spotify Wrapped ini sudah ada sejak Desember 2016, di mana Spotify mengajak para user untuk membagikan beberapa informasi terkait musik yang sering mereka dengarkan atau artis yang paling sering mereka putar lagunya. Sementara para produser atau pencipta musik akan membagikan pula Spotify Wrapped ala mereka lewat jumlah streaming dari musik-musik, jumlah user yang mendengarkan musik mereka, atau jumlah negara yang mendengarkan musik mereka.

Mari kita coba untuk menganalisis secara retorika terlebih dahulu. Dalam retorika ada tiga hal utama, yaitu ethos (kredibilitas pembicara), pathos (emosi audiens), dan logos (logika). 

1. Secara ethos: Kita tahu bahwa Spotify merupakan sebuah perusahaan besar yang sudah berdiri sejak 2008 dan merupakan salah satu perusahaan yang mendominasi lewat aplikasi streaming musiknya, seperti yang ditulis oleh Ramadhinda et al. (2024), di mana data yang dikeluarkan oleh IMS Business Report pada tahun 2023, menunjukkan bahwa Spotify berada pada posisi tertinggi dengan persentase 30,5%. Hal ini membuktikan bahwa Spotify bukan sembarang perusahaan. Selain itu, Spotify juga menghasilkan Spotify Wrapped lewat informasi yang ada dari akun user Spotify kita, sehingga kita akan merasa bahwa, "Hal ini aman, karena yang menggunakan informasi saya adalah Spotify." Seperti yang dijelaskan oleh Vonderau (2019, dalam Braun, 2020), "Musik telah menjadi data, dan data pada gilirannya menjadi bahan kontekstual untuk penargetan pengguna dalam skala besar."

2. Secara pathos: Spotify menayangkan musik-musik yang pernah kita dengar lewat Spotify Wrapped dan akan memberikan kesan/rasa nostalgia yang tentu melibatkan emosi. Mendengarkan kembali musik-musik yang pernah/selalu diputar selama setahun ke belakang akan memberikan sebuah rasa emosional tersendiri. Selain itu, kita juga dapat membangun sebuah koneksi lewat Spotify Wrapped karena saling berbagi, seperti yang dijelaskan Ramadhinda et al. (2024), "...memperlihatkan bahwa masyarakat mempersepsikan hasil Spotify Wrapped sebagai suatu fitur yang memiliki manfaat yaitu dapat memunculkan interaksi dengan individu lain...".

3. Secara logos: Spotify Wrapped menggunakan data-data dari user Spotify untuk menghasilkan informasi mengenai pengalaman dari user dalam menggunakan Spotify selama setahun ke belakang. Informasi didapatkan bisa dari seberapa lama Anda streaming sebuah lagu, atau berapa banyak lagu yang Anda sukai. Hal itu juga dijelaskan oleh Braun (2020), "Spotify builds a "Taste Profile" for each user, which is not publicly available, logging their consumption habits through interactions with music such as "follows," "likes," "repeats," "downloads," and "skips."" Tentu hal ini menjadi wajar dan logis karena hanya Spotify yang menggunakan data informasi dari user dan bukan pihak lain. 

Media daring ANTARA
Media daring ANTARA

Sekarang, kita lanjut untuk menganalisis secara dialektika. Spotify Wrapped berhasil mempertemukan dua hal: data dan emosi. Pada satu sisi, memang Spotify Wrapped menyajikan data tentang pengalaman mendengarkan seorang user dan informasi itu dapat dibagikan, namun pada sisi lain, akan ada rasa khawatir apabila data informasi mendengarkan user disalahgunakan. Namun, pada akhirnya kita dapat menikmati musik kembali lewat Spotify Wrapped berupa kilas balik sembari membaca informasi yang telah kita lakukan sepanjang tahun itu. 

Apakah teknik Spotify Wrapped efektif untuk mempengaruhi audiens? Menurut saya, sangat efektif. Dengan membagikan informasi tentang Spotify Wrapped, tentu orang lain akan mengikuti apa yang kita lakukan (membuat Spotify Wrapped), dan Spotify akan mendapatkan promosi secara gratis. Jika teknik Spotify Wrapped ini digunakan untuk strategi promosi, menurut saya ini akan sangat berhasil. Untuk menarik audiens muda (Generasi Z) juga tidak akan sulit, karena visual yang digunakan adalah visual yang berwarna-warni.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun