Selelah apapun tubuh saat bekerja, tidak selelah tubuh para perempuan penyintas kekerasan bertahan memperjuangkan hak hidupnya. Kejadian-kejadian yang merugikan kedudukan Hak Asasi Perempuan tidak hanya satu atau dua saja, tetapi terjadi kapanpun dimanapun dengan kondisi apapun. Perlu disadari kembali bahwa kejahatan terhadap perempuan bukan lah suatu fenomena baru. Penganiayaan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan terhadap perempuan merupakan kejahatan yang dirasa sudah terjadi sejak lama. Sampai sekarang pun masih terjadi dan terus diberitakan melalui laman di media sosial maupun di berita televisi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan bahwa kasus kekerasan pada perempuan per 2024 di Indonesia ada pada angka 23.630 dengan persen mencapai 80% lebih. Hal ini menyatakan bahwa memang betul kasus-kasus kejahatan terhadap perempuan telah terjadi selama ini. Berdasarkan fakta ini tidak ditemukan celah keamanan dan kenyamanan yang dirasakan oleh perempuan. Kesadaran penuh akan besarnya angka kasus tersebut perlu diperhatikan kembali.
Pengenalan istilah "Femisida" secara global membawa perhatian lebih akan bagaimana kondisi ancaman yang perempuan rasakan setiap harinya. Penggunaan lema tersebut bukan hanya sebagai bentuk peduli akan perempuan, tetapi kekhawatiran yang terus berlanjut sampai detik ini. Diana E. Russell merupakan pengguna pertama kali kata "Femisida" pada tahun 1976 (Weil, dkk. 2018:18). Hal ini semakin memperkuat bahwa "Femisida" bukan lah trending penggunaan lema baru yang baru hadir masa kini. Tujuan awal dari penggunaan "Femisida" sendiri masih serupa, yaitu untuk memperjuangkan kompleksitas kejahatan terhadap perempuan. Russell sebagai aktivis feminis pada masanya, menuturkan kata tersebut dalam International Tribunal on Crime against Women (Weil, dkk. 2018:18). Hingga sekarang lema "Femisida" dipakai dalam setiap pembahasan permasalahan kejahatan dengan perempuan sebagai korban.
Setiap kata tersebut ditampilkan atau dibahas dalam laman berita, maka satu nyawa perempuan telah terancam. Meskipun Femisida jarang digunakan untuk memberitakan suatu kasus, frasa "Pembunuhan Perempuan" pun menggambarkan bagaimana femisida telah terjadi. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Fox dan Zawitz (2007) bahwa "The term femicide refers to the killing of a woman generally". Maksudnya, Femisida merujuk kepada pembunuhan yang terjadi pada perempuan secara menyeluruh, tanpa ada syarat seberapa besar kejahatannya. Selain itu, dalam dokumen PBB sendiri, femisida diperkenalkan sebagai pembunuhan dengan penyebab yang beragam, antara lain pembunuhan oleh pasangan, pembunuhan karena identitas gender, bahkan berkaitan dengan mahar (Zulaichah, 2022). Pada intinya, femisida hadir sebagai penyebutan akan peristiwa pembunuhan yang tidak menguntungkan bagi perempuan.
Mengingat ada banyak sekali kasus kekerasan pada perempuan mampu mengartikan bahwa femisida juga terjadi dalam kasus-kasus tersebut. Belum cukup digambarkan melalui angka, salah satu yang masih ramai dibincangkan di Indonesia adalah kasus pemerkosaan dan pembunuhan pada seorang perempuan penjual gorengan bernama Nia Kumala Sari yang berusia 18 tahun. Tidak hanya itu saja, di negara luar pun terjadi. Lebih tepatnya di India dengan kasus serupa, yaitu pemerkosaan dan pembunuhan secara mengenaskan yang terjadi pada seorang perempuan berprofesi sebagai dokter magang. Kasus yang menimpa Nia maupun dokter muda tersebut menyadarkan bahwa femisida masih berlanjut sekaligus mengguncangkan keamanan bagi para perempuan dan berakhir menghabisi jiwa perempuan muda.Â
Tidak ada yang namanya kejahatan, jika tidak ada pelaku. Setelah dibahas mengenai perempuan sebagai korban, perlu disadari pula bahwa ini semua tidak akan terjadi, jka tidak ada pelaku kejahatan. Feminisme sebagai gerakan yang memperjuangkan hak perempuan, mengutamakan juga yang namanya kesetaraan dalam peran gender. Dalam kasus serupa ini mengartikan bahwa perempuan dan laki-laki telah terjadi ketimpangan di tengah-tengah kedudukan mereka sebagai makhluk hidup. Awalnya diperlukan kesejajaran hidup sebagai bentuk terjalinnya strata yang setara, tetapi terancam karena kejahatan-kejahatan dan memunculkan peristiwa femisida.Â
Jika dilihat dari kasus Nia dan juga dokter muda di India, pelaku yang bersalah adalah laki-laki. Melalui KBBI, femisida diartikan sebagai pembunuhan seorang perempuan oleh laki-laki karena kebenciannya terhadap perempuan. Dalam pengertian di sini mengungkap kenyataan bahwa femisida terjadi saat perempuan dibunuh oleh laki-laki. Maka dari itu, femisida juga mengungkapkan belum ada kesetaraan kehidupan dalam setiap gender, terutama ketimpangan yang dialami oleh perempuan penyintas kejahatan dengan laki-laki sebagai pelaku di sini.Â
Para pelaku yang mengancam dan menghabisi nyawa korban perempuan didasari karena pemenuhan nafsu dalam diri yang membawa dirinya kepada tindakan kejahatan. Pada dasarnya setiap kejahatan, termasuk femisida, tidak ada yang tidak disengaja. Terlebih diungkapkan oleh WHO bahwa femisida memiliki macamnya sendiri, yaitu femisida intim, femisida atas nama kehormatan, femisida terkait mahar, dan femisida non intim (Zulaichah, 2022). Mengingat bentuk femisida dibagi berdasarkan faktor terjadinya membuka pandangan bahwa penyebab mengapa pelaku laki-laki melakukan femisida tidak didasari satu atau dua motif saja. Meskipun begitu, keragaman motif pelaku mengartikan sejauh apapun perempuan menjalani kehidupan sehari-harinya, tetap pelaku menemukan celah untuk melakukan perbuatan yang mengancam kenyamanan hidup perempuan itu sendiri.
Dilansir dari laman berita bbc.com, pada kasus femisida yang dialami Nia, pelaku melakukan kejahatan atas dasar nafsu. Miris dan sedihnya, bahkan dalam berita dilanjutkan bahwa pelaku memang berniat untuk melakukan pemerkosaan. Dalam hal ini mengartikan bahwa keegoisan dari pelaku laki-laki dalam memenuhi hasrat dirinya dengan menetapkan perempuan berjiwa muda sebagai korbannya. Pelaku yang dikenali bukan orang terdekat korban membuktikan peluang kejahatan lebih meluas karena pelaku yang tidak dikenali sekalipun dapat beraksi dalam femisida. Selain dari kasus Nia, dilihat pula dari kasus dokter muda di India yang sama-sama terjadi femisida. Berdasarkan fakta yang diungkapkan melalui laman berita cnnindonesia.com pelaku melakukan kekerasan seksual atau pemerkosaan kepada korban. Kesadisan ini berlanjut kepada pembunuhan yang akhirnya menghabisi nyawa perempuan tersebut. Bahkan disebutkan bahwa pelaku memiliki kekuasaan lebih atas jabatannya sehingga proses penyelidikan berlangsung secara tidak singkat.
Melalui penjelasan berdasarkan studi kasus femisida yang dialami Nia dan dokter muda tersebut mengartikan bahwa kejahatan pada perempuan terjadi hanya karena ia seorang perempuan. Nafsu yang tidak dapat dikontrol dan tingginya hasrat dalam diri laki-laki sebagai pelaku menjadi sorotan mengapa femisida akan selalu terjadi. Namun, ancaman yang perempuan dapatkan tidak hanya dari nafsu dalam diri pelaku saja, tetapi bagaimana kedudukan pelaku dan korban dalam kehidupan sosial mempengaruhi pandangan perempuan sebagai korban di masyarakat luas.Â
Gerakan seperti feminisme maupun penegak keadilan dalam kejahatan femisida ini diperlukan untuk menyadarkan kembali bagaimana kesengsaraan dan ketidaknyamanan hidup perlu dibenahi kembali. Baik itu dari sifat manusianya itu sendiri. Selain kesadaran pribadi dan masyarakat luas akan kasus femisida tidaklah cukup, diperlukan dukungan dari penegak hukum negara yang menguntungkan kedudukan perempuan sebagai penyintas maupun korban dan menjatuhkan sanksi setimpal pada pelaku femisida. Terlebih diperlukan juga ruang aman dan nyaman bagi perempuan-perempuan di luar sana yang menjadi penyintas kekerasan serta kekejian. Maka dari itu, perlu lah perlindungan lebih lanjut bagi perempuan-perempuan yang dirugikan atas kejahatan, baik femisida ataupun jenis lainnya, agar kesejahteraan terus berlanjut tanpa memerlukan pembuktian lebih lanjut akan adanya nyawa perempuan yang terancam.
Referensi
Fox & Zawitz. (2007). Homicide trends in the U.S. Washington, DC: Bureau of Justice Statistics.
Zulaichah, S. (2022). Femisida dan Sanksi Hukum di Indonesia. Egalita: Jurnal Kesetaraan dan Keadilan Gender, 17(1), 1-16.
Tim CNN Indonesia. (2024, Agustus 19). Kronologi Dokter Magang Diperkosa-Dibunuh Sadis di India. Cnnindonesia.com https://www.cnnindonesia.com/internasional/20240819101529-113-1134669/kronologi-dokter-magang-diperkosa-dibunuh-secara-sadis-di-india
Halbert Caniago. (2024, September 20). Pembunuhan dan Pemerkosaan Perempuan Penjual Gorengan di Sumbar -- 'Tidak dimaafkan, kami harap pelaku dihukum seberat-beratnya'. BBC.com  https://www.bbc.com/indonesia/articles/cx20n3rx14eo
Weil, dkk. (2018). Femicide Across Europe: Theory, Research, and Prevention. Bristol: Policy Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H