Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah dalam Bayang-bayang Kasus Bullying, antara Harapan dan Kekhawatiran

23 November 2021   13:08 Diperbarui: 23 November 2021   20:02 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari sejenak kita memejamkan mata, membayangkan wajah dan senyum orang tua saat melepas anaknya pertama kali ke sekolah. 

Senyum itu ditimpali si anak sambil melambaikan tangan dan berjalan maju memasuki dunia baru mereka. 

Bergabung dengan anak-anak lainnya yang tidak dikenal. Tidak perlu disangkal, saat orang tua melepas anaknya untuk pertama kali, di situ pula orang tua telah menggantungkan harapan bahwa si anak akan ini dan itu, menjadi yang terbaik dan sukses di masa depan.

Seiring berjalannya waktu, para orang tua pun akan memutar otak, bekerja keras, memeras keringat, membanting tulang untuk mewujudkan harapan yang diembankan pada si anak yang sekolah. Segala kebutuhan akan dicoba untuk dipenuhi apalagi masalah sekolah. Utang pun kadang menjadi alternatif saat isi tabungan sudah tidak ada.

Jika hari ini atau suatu saat kita mendengar dan melihat anak petani sukses, anak tukang becak mampu kuliah keluar negeri, anak pedagang sayur menjadi dokter dan contoh lainnya yang mungkin tidak sempat viral. Maka ini menjadi suatu yang sangat membanggakan bagi orang tua setelah perjuangan yang sangat dan melelahkan. Jika ditanya para orang tua akan menjawab, "Sekolah (pendidikan) telah mengubah nasib kami," sambil bercucuran air mata.

Sekali lagi, sekolah menjadi pilihan orang tua untuk mewujudkan cita-cita di masa depan. Bahkan, tidak hanya harapan orang tua, tetapi juga harapan bangsa. Maka, tidak salah jika pemerintah menghembuskan angin segar dengan berbagai programnya di bidang pendidikan.

Iya, sekolah menjadi primadona hingga saat ini. Dari yang semula hanya untuk mengisi waktu luang pada zaman yunani kuno dulu, kini lebih kompleks dan menjadi suatu lembaga yang didukung dengan berbagai fasilitas. Bahkan hingga kini, sekolah (pendidikan) menjadi syarat untuk mendapat pekerjaan dan memperoleh status sosial. Maka dari itu, dengan kemajuan tersebut, anak-anak akan semakin mudah dalam belajar dan menentukan masa depan.

Janji sekolah tentang masa depan yang cerah dan cita-cita yang tercapai sebagaimana contoh di atas membuat siapa saja terbuai. 

Kata "sukses" yang selalu menjadi pamungkas dalam setiap pertemuan, hajatan, pamflet atau selebaran serta buku-buku telah terpatri dalam pikiran sehingga sekolah terus saja mengalami lonjakan peminat.

Seolah menjadi candu, sekolah yang telah menjadi primadona justru kerap melupakan bagian terpentingnya yaitu membuat anak merasa bahagia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun