Kabar duka datang dari dunia permusikan tanah air. Dionisius Prasetyo atau yang dikenal dengan nama Didi Kempot meninggal dunia pagi tadi (5/5/2020) di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, Jawa Tengah. Didi Kempot meninggal pukul 07.30 pada usia 53 tahun.
Meninggalnya Sang Maestro lagu campursari membuat kaget penikmat musik tanah air. Pasalnya tidak ada tanda-tanda kalau sedang sakit. Bahkan, terakhir Didi Kempot mengadakan konser yang disiarkan langsung oleh Kompas TV.
Konser yang bertujuan menggalang dana untuk masyarakat yang terdampak covid-19 ini berhasil mengumpulkan dana sebesar 7,6 miliar rupiah. Tidak ada yang menyangka kalau itu adalah konser terakhir Didi Kempot.
Ada salah satu pelajaran yang sangat menarik dari seorang Didi Kempot dalam mengarang dan menyanyikan lagu. Lagu campursari yang dinyanyikannya menggunakan bahasa Jawa.
Sang maestro tetap konsisten menyanyikan lagu-lagu campursari dengan menggunakan bahasa Jawa di tengah hingar bingarnya lagu pop, dangdut, rock berbahasa Indonesia dan Inggris. Kekonsistenan itulah yang mengantarkan Didi Kempot pada kesuksesan.
Saat ini siapa yang tidak kenal dengan Didi Kempot, namanya sebagai Legandaris musik campursari dikenal di seluruh daerah di tanah air. Berkat lagu-lagu yang diciptakan Didi Kempot pula bahasa Jawa semakin familiar di telinga.
Salah satu yang unik dari lagu Didi Kempot yaitu temanya tentang patah hati atau perasaan. Oleh karenanya julukan "Godfather of Broken Heart" melekat pada Didi Kempot.
Lagu-lagu Didi Kempot juga seperti mewakili setiap perasaan seseorang yang mendengarkannya. Terlebih lagi anak-anak muda yang sedang galau karena putus cinta. Sebab dari itu, lagunya disukai lintas generasi, termasuk generasi milenial sekarang ini.
Selanjutnya dengan lagu dan pilihan bahasa Jawa yang terkesan akrab, seolah Didi Kempot mengajarkan kita "ini loh cara mengenalkan bahasa daerah sekaligus melestarikannya."
Coba kita lihat saat konser di Jakarta 14/2/2020 beberapa waktu lalu sebelum diberlakukannya physical distancing, seluruh penonton terhanyut dengan lagu yang dinyanyikannya. Orang tua dan muda-mudi ikut bernyanyi dengan bahasa Jawa. Kita tahu yang hadir bukan hanya orang Jawa tetapi dari daerah lain yang tidak berbahasa Jawa.Â
Atau yang menurut penulis paling ambyar adalah Didi Kempot menyanyikan lagu-lagunya di luar negeri seperti Suriname tahun 2018 lalu. Konser tersebut juga dihadiri oleh Presiden Suriname beserta ibu negara.
Efek dari lagu bahasa Jawa yang enak didengar dan didukung dengan tema-tema yang sering dirasakan oleh orang serta lintas generasi membuat orang yang tidak mengeri bahasa Jawa penasaran dan bertanya apa artinya. Dari situlah secara tidak langsung Didi Kempot mengajarkan bahasa Jawa, karena yang penasaran tadi akan mencari tahu artinya. Caranya pun bermacam-macam, bertanya kepada teman, google atau mencari di kamus bahasa Jawa.
Lebih jauh lagi, lagu-lagu Didi Kempot yang berbahasa Jawa akan terus dikenang dan dinyanyikan oleh generasi milenial. Generasi tersebut dapat mendengarkan melalui MP3 atau menontonnya di YouTube. Selain itu, lagu-lagu Didi Kempot juga akan dinyanyikan ulang oleh generasi penerus atau penyanyi lain dengan musik campursari atau versi lain semisal dangdut dan koplo.
Dari situlah kita juga dapat mengetahui bagaimana Didi Kempot mengajarkan kita untuk melestarikan bahasa Daerah. Melalui lagu campursari yang ditulis, direkam dan disebarkan melalui media cetak dan rekam (audiovisual) seperti YouTube bahasa Jawa akan tetap eksis dan dinikmati generasi berikutnya.
Bagaimana dengan bahasa yang lain? Barangkali usaha yang dilakukan Didi Kempot dapat menjadi satu referensi untuk mengenalkan dan melestarikan bahasa daerah yang ada di Indonesia selain dengan proses pembukuan dan digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H