Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Disebut Pahlawan Apakah Tim Medis yang Gugur?

17 April 2020   19:08 Diperbarui: 17 April 2020   19:07 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tenaga medis sedang melakukan telekonferensi | Sumber: Tangkapan layar dari status whatsapp Gunawan Sujana

Setiap individu adalah pahlawan untuk dirinya sendiri dan pahlawan untuk orang lain.

Kata pahlawan biasanya disematkan kepada orang yang gagah berani dan rela berkorban untuk kepentingan bersama. Jika disematkan pada kata devisa, maka akan menjadi pahlawan devisa dan jika disematkan pada kata demokrasi maka akan menjadi pahlawan demokrasi.

Salah satu contoh pahlawan devisa di Indonesa adala tenaga kerja Indonesia (TKI). Para TKI telah banyak membantu meningkatkan devisa negara. Sementara itu pahlawan demokrasi disematkan kepada orang-orang yang berjibaku dan meninggal saat pemilu tahun 2019 lalu. 

Pada saat pemilu tahun 2019 lalu, ada sekitar 894 orang meninggal dunia (via kompas.com). Faktor penyebabnya meninggalnya petugas penyelenggaraa pemilu tersebut di antaranya karena kelelahan dan beban kerja yang begitu berat.

Pada tahun tersebut merupakan tahun duka untuk demokrasi kita yang menelan korban begitu banyak. Selanjutnya tahun ini, negara kita dihadapkan pada masalah baru, yaitu pandemi covid-19 yang bermula dari Wuhan, China.

Secara global, dilansir dari situs covid-19.go.id, pandemi covid-19 tersebar ke 213 negara dengan jumlah kasus lebih dua juta orang terpapar dan 135.163 orang meninggal. Di Indonesia sendiri, data terakhir menunjukkan 5.923 orang terpapar dan 520 orang meninggal. Di antara yang meninggal itu ada 23 dokter yang meninggal dan 12 perawat meninggal.

Sungguh menyesakkan mendengar kabar duka orang yang terpapar covid-19 dan sangat menyesakkan pula tim medis yang merawat juga ikut meninggal. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jika tidak ada mereka.

Mengaca pada petugas pemilu yang meninggal dan kemudian disebut pahlawan demokrasi, di sebut pahlawan apakah tim medis yang di antaranya adalah dokter dan perawat? Jika jawabannya pahlawan kemanusiaan, pertanyaan berikutnya adalah sudahkah tim medis diperlukan selayaknya manusia yang berjasa kepada masyarakat dan negara?

Kita dapat membayangkan seorang pahlawan gagah berani dan berdiri paling depan untuk menumpas musuh. Selanjutnya, kita bisa membayangkan jika pahlawan itu pulang dalam keadaan hidup dan selamat pasti akan dielu-elukan warga. Jika jasad yang pulang pasti banyak yang berduka. Itulah seharusnya perlakuan terhadap pahlawan yang membela tanah air.

Pahlawan kemanusiaan akan tersemat dengan sendirinya kepada tim medis tanpa seremonial dan pengangkatan. Namun, melihat pemberitaan akhir-akhir ini kata pahlawan yang tersemat pada tim medis tidak diringi sambutan dan penghormatan yang baik oleh sebagian masyarakat. 

Lihat saja beberapa kasus bullying terhadap tim medis dan keluarga. Kasus lain yang paling disesalkan ketika sang pahlawan atau tim medis gugur, justeru bukan penghormatan terakhir yang diberikan malah sikap penolakan dan tidak berempati kepada jenazah sang pahlawan.

Kasus yang paling baru terhadap jenazah tim medis (perawat) adalah kasus yang terjadi di Sewakul. Perawat perempuan yang gugur dan hendak dimakamkan di dekat almarhum ayahnya ditolak oleh warga. 

Alih-alih memberikan penghormatan terakhir bagi sang pahlawan, masyarakat lebih memilih sikap yang di luar dugaan dan terprovokasi. Akhirnya, jenazah perawat perempuan itu tidak dimakamkan berdampingan dengan ayahnya, tetapi dimakamkan di dekat RSUP Kariadi, Semarang.

Setega itu kah kepada orang yang sudah berjuang di garis depan, mengorbankan jiwa dan raga serta keluarga? Hanya karena pengaruh segelintir orang kemudian beramai-ramai menolak jenazah yang hendak dimakamkan. Coba bayangkan bagaimana jika bukan perempuan itu dan tim medis lain yang berjuang. Lalu siapa?

Catatan

Negara kita adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara turun-temurun. Nilai-nilai luhur tersebut meliputi gotong royong, cinta damai, peduli terhadap yang lainnya, dan saling membantu.

Pada saat pandemi covid-19 inilah ajang pembuktian sejauh mana nilai-nilai luhur itu tertanam pada setiap generasi penerus bangsa. Semangat gotong royong dan peduli terhadap sesama harusnya dimunculkan, bukan malah memunculkan sikap antipati dan berlebihan dalam menyikapi korban pandemi covid-19 ini.

Mari kita ingat kembali pidato Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1961 "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya." Kita dapat menghormati jasa para medis, lebih khusus dokter dan perawat dengan berjuang bersama melawan pandemi covid-19.

Biarkan tim medis bekerja, kita juga bekerja dari rumah, mengedukasi keluarga, tetangga, dan rekan-rekan lain melalui media sosial. Terakhir, yang paling penting jangan mudah terprovokasi dengan berita yang belum terbukti kebenarannya. Kalau pun gugur satu saat nanti, berilah penghormatan yang terbaik.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun