Karena situasi politik Indonesia yang memanas, pabrik tersebut berhenti berproduksi dan mangkrak hingga akhirnya kepemilikan berpindah tangan kepada PT. Rumah Atsiri Indonesia pada tahun 2015. Di situs tersebut terdapat lubang besar yang dahulunya merupakan tempat peletakan alat produksi minyak atsiri.
  Â
Bergeser sedikit mengikuti alur jalannya pemandu, kami melalui beberapa galeri yang menunjukan peradaban, bahan, fungsi, dan kegunaan atsiri pada masa lampau di berbagai belahan di dunia, antara lain Yunani-Romawi, Cina, Mesopotamia, India, Mesir, dan Arab. Pemandu meminta kami untuk menghirup minyak atsiri yang digunakan sebagai obat luka dan antiseptik pada peradaban kuno di Arab.Â
Tidak ada satupun dari kami yang bisa menebak terbuat dari bahan apakah minyak atsiri tersebut. Ternyata, minyak atsiri tersebut terbuat dari terpentin atau pinus. Oh, pantas saja aromanya sangat familiar, menyengat mirip salah satu produk cairan pembersih lantai dan karbol.
Tur museum yang berdurasi sekitar 45 menit ini juga memaparkan berbagai karya seni yang terbuat dari tanaman atsiri, sejarah terbentuknya Rumah Atsiri Indonesia, kuis mengenai fakta unik seputar atsiri, bagaimana persebaran tanaman penghasil minyak atsiri di Indonesia, manfaat dan panduan penggunaan berbagai macam minyak atsiri, serta yang paling menarik adalah karya seni visual oleh Isha Hening yang dipadukan dengan iringan musik karya Iga Massardi yang memanjakan mata pengunjung.
"Harum dan Menenangkan!"
Pancaran sinar proyektor yang menampilkan berbagai macam tanaman penghasil minyak atsiri bergerak perlahan dipadukan dengan musik yang tenang, dinginnya suhu ruangan, aroma bunga melati, dan wewangian floral lainnya mampu menciptakan atmosfer yang tenang. Sehingga, dapat membuat hati para penikmat seni visual tersebut menjadi tentram dan damai. Rasanya seperti meditasi sesaat!
Seusai tur museum, kami bergegas menuju restoran untuk makan karena sudah kelaparan lupa belum makan siang. Tidak terasa waktu menunjukan pukul 16.30, artinya 30 menit lagi Rumah Atsiri Indonesia sudah tutup. Alhasil kami serampangan memesan makanan tanpa lagi melihat deskripsi menu, main asal tunjuk saja.Â