oleh: Dhifi Zulputri, Lutfi Ro'isatul Ummah
Kenapa bullying rentan terjadi pada generasi Z?. Generasi Z adalah generasi yang mencakup individu yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012, kelompok generasi yang tumbuh dalam era digital. Melansir dari rri.co.id mereka dikenal sebagai digital natives, yang akrab dengan teknologi dan media sosial sejak usia dini. Generasi ini memiliki pandangan yang berbeda tentang dunia, dengan nilai-nilai yang lebih berkembang dan kesadaran sosial yang tinggi. Namun, meski memiliki banyak kelebihan, mereka juga menghadapi tantangan besar. salah satunya adalah masalah bullying. Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan menyakiti atau mengintimidasi individu lain. Bentuknya bisa berupa fisik, verbal, atau sosial, dan dalam era digital saat ini, bullying virtual (cyberbullying) juga semakin umum.
Generasi Z juga dikatakan sebagai generasi strawberry mereka sama halnya seperti strawberry yang cantik dan indah namun rentan hancur ketika menghadapi tekanan. Oleh itu, generasi Z sering kali menjadi target bullying,baik secara langsung maupun melalui media sosial. Dengan interaksi dan komunikasi yang lebih banyak dilakukan secara virtual, banyak remaja yang mengalami intimidasi dalam bentuk komentar negatif, penyebaran rumor, atau bahkan ancaman. Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak aman dan dapat mengganggu perkembangan sosial dan emosional mereka. Pada awal tahun 2023 KPAI mencatat kenaikan kasus bullying sebanyak 1.138 kasus kekerasana fisik dan psikis yang terjadi di usia anak-anak dan remaja. Oleh dari itu kata "STOP BULLYING" sangat penting digunakan untuk mencegah kasus masalah bullying terutama pada generasi Z.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bullying di kalangan generasi Z. Adanya tekanan sosial yang tinggi dapat membuat remaja merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi teman sebaya. Ketidakstabilan ekonomi juga berpengaruh, di mana kondisi ekonomi yang sulit dapat meningkatkan stres di kalangan remaja. Pengaruh media sosial menjadi faktor yang signifikan, meskipun menawarkan banyak manfaat, platform ini sering kali menjadi tempat berkembangnya perilaku bullying. Komentar negatif dan intimidasi secara virtual dapat terjadi dengan cepat dan luas di media sosial. Selain itu, banyak remaja yang merasa kesepian dan kurang mendapatkan dukungan emosional. Kurangnya dukungan dari teman sebaya dapat membuat korban bullying merasa dijauhi dan tidak berdaya. Keluarga yang tidak memberikan perhatian atau dukungan emosional juga dapat meningkatkan risiko terjadinya bullying. Remaja yang tidak memiliki ruang untuk berbicara tentang pengalaman mereka lebih rentan terhadap dampak negatif. Semua faktor ini saling berinteraksi, menciptakan lingkungan yang memungkinkan bullying untuk berkembang di kalangan generasi Z.
Bullying pada generasi Z memiliki dampak yang serius dan luas, terutama pada kesehatan mental. Menurut laporan Riskesdas (2018), tercatat prevelensi gangguan mental pada kelompok usia 15-24 tahun sebesar 6.2% untuk depresi dan 10.0% untuk gangguan mental emosional dari 157.695 angka tertimbang. Korban bullying sering mengalami kecemasan yang berkelanjutan, membuat mereka merasa tertekan dalam berbagai situasi sosial. Selain itu, banyak remaja yang mengalami depresi akibat perlakuan buruk yang mereka terima, yang dapat mengganggu kestabilan emosional mereka. Rendahnya rasa percaya diri juga merupakan dampak dari bullying, di mana korban merasa tidak berharga dan kurang mampu dalam segala hal. Selain masalah mental, bullying juga berdampak pada kehidupan akademis korban. Banyak remaja yang mengalami penurunan prestasi belajar, karena mereka sulit berkonsentrasi di sekolah akibat gangguan emosional. Tingginya tingkat absensi juga menjadi masalah, di mana korban merasa enggan untuk pergi ke sekolah karena takut akan diintimidasi. Dalam kasus yang lebih ekstrem, tekanan yang dialami korban bullying dapat membuat beberapa remaja merasa putus asa dan berpikir untuk mengakhiri hidupnya, menunjukkan betapa seriusnya dampak bullying ini.
Berikut adalah beberapa tips untuk mengatasi dan mencegah bullying:
- Kembangkan Kesadaran Diri: Penting untuk mengenali tanda-tanda bullying, baik yang dialami sendiri maupun yang dilakukan kepada orang lain. Berani untuk berbicara dan melaporkan kejadian bullying dapat membantu menghentikan perilaku tersebut.
- Buat Jaringan Dukungan: Membangun hubungan yang sehat dengan teman-teman dan orang dewasa yang dapat dipercaya sangat penting. Jaringan dukungan ini dapat memberikan rasa aman dan membantu korban merasa tidak sendirian dalam menghadapi masalah.
- Gunakan Media Sosial Secara Bijak: Batasi interaksi dengan akun-akun yang berpotensi negatif dan merugikan. Selain itu, penting untuk melaporkan perilaku bullying yang terjadi di platform media sosial agar tindakan tersebut dapat ditindaklanjuti.
- Pelajari Keterampilan Sosial: Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik dapat membantu anak-anak dan remaja untuk menghindari konflik. Keterampilan sosial yang baik juga dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam bergaul.
- Dukungan Profesional: Jika mengalami bullying, sangat penting untuk mencari bantuan dari konselor atau profesional kesehatan mental. Mereka dapat memberikan dukungan dan strategi yang diperlukan untuk mengatasi dampak bullying secara efektif.
Dengan langkah-langkah ini, generasi Z dapat lebih siap menghadapi tantangan bullying dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi diri mereka dan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H