Mohon tunggu...
Lutfi Lutfan
Lutfi Lutfan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Anjuran Mengelola Sumber Daya Alam (Tanah) dalam Islam

18 Maret 2019   22:10 Diperbarui: 18 Maret 2019   22:16 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Istilah tanah diberi arti khusus di dalam ilmu ekonomi. Ia tidak hanya bermakna tanah saja seperti yang terpakai dalam pembicaraan sehari-hari, melainkan bermakna segala sumber daya alam, seperti air dan udara, pohon dan binatang, dan segala sesuatu yang di atas dan di bawah permukaan tanah, yang menghasilkan pendapatan atau menghasilkan produk.

Kebanyakan aktivitas ekonomi manusia tergantung secara langsung pada tanah, bahkan pada saat ini pun, sebagaimana di masa lalu, seperti berburu, mencari ikan, memberi makan binatang ternak, produksi pertanian, taman, mineral, logam, bahan mentah industri, tenaga listrik, air, dan berbagai macam sumber daya alam lainnya.

Islam memandang tanah sebagai salah satu faktor produksi yang terpenting. Islam tidak memberi aturan yang ketat dalam setiap dan semua persoalan sehingga akan menghalangi kebebasan bertindak manusia. Sebaliknya, sebagian besar masalah yang berkenaan dengan hal ini diserahkan kepada pertimbangan akal manusia di sepanjang waktu dan tempat untuk menetapkannya, sesuai dengan situasi sosial-ekonomi yang senantiasa berubah. Hanyalah sedikit perintah umum yang dikemukakan oleh Al-Qur'an dan Nabi SAW dalam persoalan pemilikan tanah, penggarapannya, reklamasi tanah mati, hubungan pemilik  tanah dan pekerjanya, irigasi, dan sebagainya.( Dr. Muhammad Sharif Chaudhry, M.A., LLB., Ph.D., 2012, Hlm:162 )

Allah juga menyatakan bahwasanya, Ia adalah pemilik harta, kemudian menganugerahkannya kepada umat manusia. Penganugerahan dari Allah Dzat Maha Kasih Sayang ini dalam rangka memberikan fasilitas bagi kehidupan manusia. Dialah yang telah memberikan segalanya kepada manusia, termasuk harta kekayaan yang ada di muka bumi ini. Dalam firman-Nya, Allah SWT telah menegaskan tentang masalah ini. Seperti pada Surah Al-Baqarah ayat : 29  yang artinya : ''Dialah (Allah) yang telah menciptakan apa saja yang ada di muka bumi buat kalian semuanya'' dan juga menerangkan di dalam surah An-Naba ayat : 6-16 yang artinya : ''Bukankah Kami menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak? Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari kahidupan, dan Kami jadikan pelita yang amat terang (Matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?''. Jelaslah, bahwa Allah SWT telah menciptakan semua harta yang ada di dunia ini. Untuk siapa? Tentu saja, untuk memenuhi kebutuhan manusia dan juga makhluk lainnya.( M. Sholahuddin, S.E., M.Si., 2007, Hlm:42-43)

Kemudian Allah SWT juga memerintahkan kepada seseorang untuk memanfaatkan harta yang di milikinya dan melarang untuk dimemiliki kecuali dimanfaatkan. Jika tidak memanfaatkannya maka seseorang itu akan di anggap sebagai orang yang bakhil dan akan mendapatkan dosa. Karena, Allah menganugerahkan kekayaan sebagai sebuah kenikmatan yang layak untuk dinikmati. Seperti Firman Allah pada surah Al-Isra' Ayat 29 yang artinya : ''Dan janganlah engkau menjadikan tanganmu terbelenggu di atas lehermu, serta janganlah engkau terlalu mengeluarkannya sehingga engkau tersela karenanya''. Dan juga seperti Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya : ''Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada Hamba-Nya agar menampakkan tanda-tanda kenikmatan-Nya.'' (HR Imam At-Tirmidzi). ( M. Sholahuddin, S.E., M.Si., 2007, Hlm:129-130).

Dalam uraian di atas seseorang yang memanfaatkan hartanya bukan hanya dengan mengelolanya sendiri melainkan memperkerjakan seorang buruh untuk mengelola hartanya. Seperti yang di lakukan seorang sahabat. '' Dari Thawus sesungguhnya Muad bin jabbal, ia menyewa lahan di zaman Rosulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman dengan bagi hasil 1/3 dan  maka ia melakukannya sampai hari ini.''(HR Ibnu Majah)

Dan juga Nabi Muhammad SAW melarang memperlakukan buruh dengan kasar. Pengalaman Nabi Muhammad SAW tatkala Ia menjadi seorang pekerja bagi siti Khadijah menjadi inspirasi bagi semua ajarannya tetang bagaimana perlindungan terhadap kaum pekerja. Pada banyak kesempatan Nabi Muhammad SAW memarahi sahabatNya yang berlaku kasar pada pembantunya. Misalnya dengan memukulnya: "Dari Aisyah ia berkata,Rasulullah SAW tidak pernah memukul seorang budak,atau perempuan,atau sesuatupun dengan tangannya". Hadis diatas menjelaskan bagaimana perlakuan Rasulullah SAW terhadap pembantu. (Isnaini Harahap, Yenni Samri Juliati Nasution, Marliyah, Rahmi Syahriza, 2015, Hlm: 75)

Begitu pula, jikapun kita sudah memperkerjakan seorang buruh maka kita janganlah lupa untuk membayar Buruh tersebut sebagaiman dalam Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya : ''Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rosulullah SAW bersabda: Berikanlah upah pada pekrja sebelum kering keringatnya.''(HR. Ibnu Majah). Upah di berikan tepat waktu sesuai dengan tingkat pekerjaan yang dilakukan.

Seseorang tidak boleh di eksploitasi tenaganya sementara haknya tidak di berikan tepat waktu. Buruh mempunyai hak-hak sebagaimana yang dimiliki oleh majikan, Sebagai konsekuensi sama-sama sebagai manusia. Majikan tidak boleh melakukan eksploitasi (mendzalimi) buruh, dan harus memberikan haknya sesegera mungkin sesuai dengan mekanisme yang telah menjadi kesepakan bersama. (Isnaini Harahap, Yenni Samri Juliati Nasution, Marliyah, Rahmi Syahriza, 2015, Hlm: 84-85)

Sebagai wujud komitmen Islam terhadap keadilan, Maka islam juga melindungi majikan dengan memberikan kewajiban moral kepada para pekerja/buruh. Kewajiban pertama, yaitu untuk mengerjakan pekerjaan dengan hati-hati dan rajin dengan perhatian dan kemampuan yang semaksimal mungkin. Rosulullah SAW memberi nasehat dalam hal ini. Yang artinya: "Dari Abu dzar dia berkata, Aku pernah bertanya Rasulullah SAW, 'Wahai Rasulullah! Amalan apakah yang paling utama?' Rasulullah SAW menjawab: Kamu bisa membantu orang yang bekerja atau bekerja untuk orang yang tidak memiliki pekerjaan." Aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah! Apa pendapatmu jika aku tidak mampu melakukan sebagian dari amalan?' Rasulullah SAW menjawab: 'Kamu hendaklah menghentikan kejahatanmu terhadaporang lain karena hal itu merupakan sedekah darimu kepada dirimu."  

            Tak perlu ditanya lagi, bahwa keadialan sosial dan ekonomi yang dengan jelas ditekankan oleh Islam juga menginginkan seorang muslim memiliki performa yang efisien dalam menjalankan fungsi yang menjadi bagian dari pekerjaannya. Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW bekata: "Dari Ibnu, Umar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Seorang hamba jika setia pada tuannya dan beribadah dengan baik kepada tuhannya maka baginya mendapat dua pahala."

            Kewajiban kedua bagi pekerja adalah jujur dan amanah. Dalam Al Quran Allah SWT berfirman: "Bahwa seorang pekerja terbaik adalah yang kuat (mampu) serta jujur dan amanah (QS.Al Qashash [28]: 26). Dengan demikian, disatu sisi Islam menetapkan kewajiban-kewajiban terhadap majikan, disisi lain islam pun menekankan kepada pekerja untuk melakukan pekerjaannya dengan hati-hati dan rajin, serta dengan kejujuran dan amanah. Tujuannya untuk menegakkan keadilan bagi kedua belah pihak dalam semua hubungan ekonomi. Dengan itu, Islam membangun suatu aturan yang harmonis terhadap tanggung jawab dua arah yang menekankan kerja sama dan pemenuhan masing-masing kewajiaban secara hati-hati dalam lingkungan yang penuh dengan persaudaraan, keadilan, juga supremasi nilai moral. Dengan sistem aturan seperti itu, konflik dan gesekan antara pekerja dan majikan dapat dihilangkan dan terwujud ketenteraman industri. (Isnaini Harahap, Yenni Samri Juliati Nasution, Marliyah, Rahmi Syahriza, 2015, Hlm: 85-86). 

 

Sumber Refrensi :

Isnaini Harahap, Yenni Samri Juliati Nasution, Marliyah, Rahmi Syahriza, Hadis-hadis Ekonomi, Jakarta: kencana, 2015.

Dr. Muhammad Sharif Chaudhry, M.A., LLB., Ph.D., Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: kencana, 2012.

M. Sholahuddin, S.E., M.Si., Asas-asas Ekonomi Islam, Jakarta, 2007.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun