Mohon tunggu...
LUTFI LAILA
LUTFI LAILA Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Tak Tersampaikan.

18 April 2013   14:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:00 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, untuk pertama kalinya aku berjumpa dengannya.

Di sudut warung kopi itu, suatu malam di bulan Januari.

Dia menyenangkan, hanya itu yang aku tahu.

Hari berganti sejak pertemuan itu dan dimulailah pertemuan-pertemuan yang lain.

Obrolar demi obrolan terlontar, dia pintar dan aku tergila-gila pada jalan pikirannya.

Aku mulai nyaman bersamanya, dan entah sejak kapan aku mulai menunggu pesan-pesan singkat darinya.

Aku mulai peduli padanya, mulai ingin selalu tahu keadaannya dan mulai ingin memberinya perhatian.

Aku tak mengharap timbal balik, aku cukup memberi dan biarkan dia yang merasakan.

Hari bertemu dengannya menjadi hari yang paling ku nantikan.

Tak jarang, aku tak berani menatap ke dalam matanya, karena matanya sungguh meneduhkan.

Aku mulai memikirkannya dalam hayalku, dalam nyataku dan dalam mimpiku.

Hingga pada akhirnya, aku sampai pada bagian di mana aku jatuh cinta padanya.

Namun, dia hanya mampu ku gapai sebatas matanya saja.

Aku hanya mampu menikmati matanya, menikmati senyumnya, tanpa mampu menikmati hatinya.

Rasanya aku hampir menyerah, seluruh perhatianku mulai ku rasa percuma.

Dia tak merasakan apa yang ku rasakan, dia tak mampu membaca seluruh perhatianku.

Bahkan, pesan-pesan singkatnya mulai menghilang entah kemana.

Mungkin pesan-pesan itu sudah milik orang lain, mungkin dia mulai rasa enggan memberikannya untukku.

Ahh, sudahlah, aku tak ingin berfikir seperti itu, dia sedang asik dengan dunianya.

Aku mulai lelah, aku menyerah, dia tak membutuhkan yang ingin aku tawarkan, karena aku tak pantas.

Dia, yang kehadirannya laksana pelangi, hanya sekejap.

Belum sempat aku menggapainya, dia telah menghilang dari pandangan mata.

Belum sempat ku nikmati keindahan warnanya, dia telah memudar.

Dan rinduku, rasaku hanya menjadi sesuatu yang tak tersampaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun