Misalnya, dengan memahami dinamika kekuasaan dari perspektif realis, negara-negara dapat mengembangkan kebijakan pertahanan yang lebih kuat. Sementara itu, dengan mengadopsi pendekatan liberal, mereka dapat mempromosikan kerjasama internasional dan memperkuat institusi global. Konstruktivisme, di sisi lain, dapat membantu mereka dalam membangun dan memelihara identitas nasional yang positif dan norma-norma internasional yang mendukung perdamaian dan stabilitas.
2. Perspektif Realisme
Munculnya realisme sebagai respons atas kegagalan idealisme. Teori Realisme muncul sebagai respons terhadap kegagalan Idealisme dalam mengatur dan menjaga stabilitas politik global pasca Perang Dunia I. Ketidakmampuan Idealisme mencegah Perang Dunia II semakin memperkuat dominasi Realisme dalam studi hubungan internasional.Realism berakar pada pandangan skeptis terhadap sifat manusia yang egois dan cenderung mementingkan diri sendiri. Pandangan ini melahirkan keyakinan bahwa negara-negara lebih memilih konflik daripada kerjasama dalam mencapai tujuannya.
Realism memandang negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional. Negara-negara saling berinteraksi untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya melalui berbagai cara, termasuk membangun dan memperkuat kekuatan. Kekuatan (power) menjadi elemen penting dalam konteks keamanan negara, mendorong negara-negara untuk terlibat dalam kompetisi dan meningkatkan kekuatannya. Kapasitas kekuatan (power) yang dimiliki oleh suatu negara secara signifikan mempengaruhi perilakunya dalam interaksi dengan negara lain. Negara dengan kekuatan yang lebih besar cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar dan dapat menentukan arah politik global.
Studi Kasus : Invasi Rusia dan Ukraina tahun 2022
Invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 dapat dianalisis melalui lensa Teori Realisme. Situasi anarkis dalam sistem internasional, di mana tidak ada otoritas pusat yang kuat, menjadi faktor pendorong utama. Ketiadaan "polisi internasional" yang mampu menegakkan hukum dan menghukum pelanggar dengan kekuatan militer, seperti PBB, memungkinkan Rusia untuk mengejar ambisi ekspansionisnya tanpa hambatan berarti.
Meskipun peringatan keras dari PBB, Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara kuat lainnya, Rusia mengabaikan seruan untuk menghentikan invasi. Sanksi ekonomi yang diberlakukan sebagai konsekuensi pun tidak cukup untuk menghentikan ambisi Rusia. Tindakan Rusia dapat dipahami sebagai strategi "pencegahan" dalam kerangka Teori Realisme.Â
Ukraina, yang berusaha menyeimbangkan kekuatannya dengan bergabung dengan NATO (Bandwagoning), dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan Rusia. Rusia memandang ekspansi NATO ke arah timur sebagai provokasi dan potensi bahaya di masa depan.
Ketidakpercayaan Rusia terhadap blok Barat dan keraguannya terhadap jaminan keamanan yang ditawarkan mendorong mereka untuk mengambil tindakan militer. Bagi Rusia, menyerang Ukraina sebelum menjadi anggota NATO yang kuat dianggap sebagai langkah proaktif untuk mengamankan kepentingannya.Â
Kesimpulan dari studi kasus adalah Invasi Rusia ke Ukraina merupakan contoh nyata bagaimana Teori Realisme dapat menjelaskan dinamika politik global dalam konteks anarki dan perjuangan untuk kekuasaan. Kegagalan mekanisme penegakan hukum internasional dan dilema keamanan yang dihadapi Rusia menjadi faktor penting dalam memahami motivasi di balik tindakan agresif tersebut.