Mohon tunggu...
Nisa Lutfiana
Nisa Lutfiana Mohon Tunggu... Tutor - Okee saya seorang perantau yang tengah mencari penghidupan di perbatasan negeri ini :)

I know I'm not the only one. Belajar tak akan pernah mengenal waktu. Inilah sepenggal cipta dari rasa yang terjaga.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mencerna Involusi Pertanian ala Clifford Geertz

26 November 2017   09:52 Diperbarui: 26 November 2017   15:18 4871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mekanisasi pabrik gula pada abad ke-19 menyebabkan Sistem Tanam Paksa - penggunaan tenaga (Jawa) untuk menggantikan modal (Belanda)- menjadi ketinggalan jaman. Oleh sebab itu pada 1870 Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria, di dalamnya terdapat suatu anggapan bahwa tanah bera adalah milik negara. Oleh karena itu, perusahaan perkebunan swasta dapat menyewa tanah tersebut atas dasar kontrak jangka panjang dari Jakarta.

Sedangkan untuk daerah luar Jawa, terdapat beberapa pola, Pertama pengembangan secara geografis hanya di tempat-tempat tertentu, contohnya perkebunan tembakau, karet, teh dan minyak sawit terpusat di Deli dan sekitarnya. Kedua, fokus pengembangan tidak lagi pada rempah-rempah namun produksi bahan mentah industri. Ketiga, petani memainkan peran yang relatif lebih besar dalam ekonomi ekspor.

Perkebunan tembakau dan pertanian rakyat tidak berintegrasi dalam satu ekosistem. Para peladang manaruh curiga bahwa pengusaha tembakau sesungguhnya tidak menghendaki keberadaan mereka. Tidak seperti di Jawa, penduduk setempat tidak dipekerjakan di perkebunan, baik karena jumlahnya yang tidak cukup besar atau kaena jiwa nya yang tidak suka bekerja di perkebunan (karena mereka cukup punya tanah dan kebebasan), maka didatangkanlah buruh orang Cina maupun Jawa.

Kemudian apa yang terjadi selanjutnya? Setelah orang-orang Indonesia mengambil alih milik mereka pada Desember 1957, orang-orang Belanda tidak memiliki peran apa-apa lagi.

ps. artikel ini juga saya publikasikan di blog pribadi saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun