Saya baru saja menyelesaikan buku ini setelah bertarung sengit untuk menaklukannya. Buku ini sukses membuat saya kesal luar biasa. Bagaimana tidak, buku yang tebalnya hanya 200an halaman ini baru saya rampungkan setelah sebulan. Lama sekali kan? Bukan maksud ingin membela diri atau semacamnya, namun faktor otak saya yang engan bertele-tele menjadi alasan utamanya. Iya, otak saya tiba-tiba kehilangan jati dirinya sebagai otak ketika menemui bahasa njelimet dan muter-muter.
Buku-buku terbitan komutas bambu rata-rata dibandrol dengan harga yang cukup tinggi. Awalnya saya pikir harga mahal untuk membayar loyalti pada penulis-penulis asing (buku terjemahan). Namun belakangan teman saya menjelaskan bahwa yang membuat buku terjemahan mahal adalah untuk membayar penerjemahnya, loyalti tak terlalu besar jika penulis sudah tiada. Katanya sih begitu.
Maka saya tak ragu-ragu untuk membeli buku ini, meski harganya hampir 100k. Saya percaya harganya akan sesuai dengan apa yang saya peroleh. Namun, saat saya mulai membaca buku ini rasanya ada yang berat ya, otak saya atau bahasanya? Semoga si otak saya, karna jika bahasanya, kemana perginya harga buku yang tinggi itu?
Meski dengan kerja keras dan susah payah, ada beberapa uraian Clifford Geertz yang membuat saya berpikir kembali dan membandingkannya dengan buku lain yang pernah saya baca. By the way, involusi adalah proses perubahan yang terjadi pada tampilan luar saja, saya tidak akan menjelaskan involusi menurut Clifford Geertz, saya hanya akan menceritakan bagaimana perubahan ekologi itu terjadi.
Berdasarkan ekologinya Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Indonesia bagian dalam dan Indonesia bagian luar. Indonesia bagian dalam memiliki ekologi yang tepat untuk ditanamami padi, sehingga umumnya berbentuk persawahan. Wilayahnya terbentang sepanjang Jawa, Bali serta Lombok. Sedangkan Indonesia bagian luar ekologinya lebih tepat untuk perladangan. Wilayahnya mencakup seluruh kepulauan nusantara selain yang disebutkan tadi.
Peta daerah persawahan dan perladangan (sumber : buku)
Pertanian adalah suatu usaha tertentu untuk mengubah ekosistem sehingga dapat dimanfaatkan manusia. Persawahan mengolah alam sekitar sehingga sesuai untuk tanaman padi, sedangkan perladangan dengan meniru alam sekitar.
Pada peladangan biasanya ditemui tanaman beraneka rupa. Penurunan hasil pada perladangan cenderung tinggi, oleh sebab itu perladangan selalu berpindah, hingga mencapai suatu siklus hingga kemudian kembali ke tanah yang mulanya digarap. Pembakaran hutan yang sudah ditebang pada dasarnya untuk mempercepat proses pembusukan.Â
Abu tanaman yang dibakar menjadi energi mineral yang dimanfaatkan tanaman ladang, sehingga sempurnanya pembakaran menjadi faktor paling penting yang menentukan hasil panen. Siklus pemulihan dan pembakaran ini bisa mencapai tahunan. Oleh sebab itu, penduduk di sekitar perladangan biasanya berjumlah sedikit, apabila penduduk bertambah padat, maka ladang-ladang dibutuhkan segera untuk ditanami, hasilnya terciptalah padang ilalang karna menyalahi siklus.
Tidak seperti ladang, penurunan hasil pada sawah tidak terlalu tinggi. Mungkin hal ini disebabkan karena adanya genangan air yang menjaga energi dari tanah tidak menguap, keluar sistem. Maka, dalam setahun sawah bisa langsung ditanami dua kali atau lebih, tanpa kehilangan hasil yang berarti.Â