Saat ini, aku sedang membaca 1984. Belum selesai memang, cenderung lambat malah dengan beragam alasan yang menyertainya. Novel 390an halaman itu baru tiga per empatnya ku baca, sudah sampai bagian Winston, pemeran utama novel 1984, membaca "kitab" persaudaraan Bab II. Tapi tak apa bukan, bila aku bagi yang ku kira menarik, sebelum lupa dan berfokus pada akhir cerita. Â
Apa yang menurut ku menarik adalah, pada Bab II buku karya Goldstein yang dibaca Winston tersebut dijelaskan kenapa perang penting dalam sebuah sistem, dan tidak akan pernah selesai. Goldstein menjelaskan bahwa perang mustahil dan tidak akan mungkin berakhir. Ia bertujuan untuk menggunakan produk-produk mesin tanpa meningkatkan taraf hidup keseluruhan manusia.
Ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus berkembang dengan pesat. Namun ini tidak akan terjadi karena pemiskinan sebab perang panjang. Ilmu pengetahuan dan teknologi juga tidak dapat berkembang pada kehidupan masyarakat yang serba diatur dan dikomando dengan ketat. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pula cara berpikir manusianya. Perang dan masyarakat yang hierarkis  cenderung membunuh nalar berpikir kritis.
Peningkatan taraf hidup keseluruhan manusia mengancam rusaknya masyarakat hierarkis. Dunia dengan jam kerja yang singkat, setiap orang makan 3 kali sehari, tinggal di rumah yang ada kamar mandinya, memiliki mesin cuci, lemari es dan berjaringan internet, atau bahkan mempunyai mobil. Dunia dimana semuanya setara dan tidak ada jurang antara si miskin dan si kaya. Sedang kuasa, tetap berada pada segelintir manusia yang memperoleh hak istimewa.Â
Masyarakat yang demikian tidak dapat lama bertahan. Karna ketika kemakmuran dinikmati oleh semua, sejumlah manusia yang biasanya terbingungkan oleh kemiskinan menjadi pintar dan belajar berpikir sendiri; maka cepat atau lambat mereka akan sadar bahwa segelintir manusia yang memegang kuasa tidak memiliki fungsi apa pun, dan akan segera disapu bersih. Masyarakat hierarkis hanya mungkin ditegakkan di atas kemiskinan dan kebodohan.
Lalu bagaimana? Kembali kepada masyarakat agraris bukanlah solusi. Negara yang terbelakang secara industri, tak akan berdaya dari segi militer, sehingga mungkin akan didominasi oleh pesaing yang lebih maju. Membiarkan dipertahankan miskin dengan membatasi produksi barang bukanlah hal bijak. Perekonomian macet, alat modal tidak ditambah, sebagian besar masyarakat dicegah dari bekerja dan dipelihara dalam keadaan setengah mati dengan bantuan sosial dari negara. Hal ini juga melemahkan militer karena negara mesti berfokus pada sesuatu yang tak perlu (red : menghidupi masyarakatnya).
Oleh sebab itu, dibutuhkan cara agar roda industri terus berputar namun tidak meningkatkan kesejahteraan. Dan satu-satunya cara mencapai itu adalah dengan perang yang terus menerus. Perang menghancurkan apa pun, manusia ataupun hasil kerja manusia.
Pada keadaan sedang berperang, dan tentu saja terancam bahaya, pemasrahan kekuasaan pada segelintir orang tampak menjadi syarat yang wajar untuk bertahan hidup. Perang menjadi satu-satunya cara untuk menyalurkan tenaga rakyatnya yang baik secara ekonomis maupun emosional bagi masyarakat hierarkis.
Ulasan tentang perang yang di baca Winston pada buku Goldstein mengingat ku pada The Lego Movie. Pada film lama ini diceritakan bahwa tokoh utama, Emmet adalah seorang pekerja konstruksi di kota Lego. Di sana, semua sudah diatur sedemikian rupa, dari bagaimana kamu bangun pagi dan bahagia menyapa dunia hingga perkerjaan apa yang kamu kerjakan.Â
Emmet bekerja menghancurkan bangunan-bangunan yang sudah ada dan membangunnya kembali. Perkerjaan yang menurut ku sia-sia, dan terlihat jelas bahwa ini hanya untuk membuat masyarakatnya sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa memikirkan yang lain. Maka terciptalah masyarakat hierarkis, tanpa ada perlawanan terhadap President Business.
Selain The Lego Movie, ada juga yang serupa, namun dengan sudut pandang berbeda. Pada novel Piramid, karya penulis Mesir, diceritakan bahwa raja baru Mesir tak ingin membangun makamnya yang begitu megah (piramida) hingga membuat penasehat dan jajaran menterinya gelisah kebingungan.Â
Kemudian diuraikanlah sejarah kenapa seorang raja Mesir harus membangun Piramida. Selain untuk mendekatkan sang raja kepada surga, Piramida juga menunjukkan kebesaran kuasanya. Piramida harus lebih dari pada raja sebelumya, baik lebih banyak maupun lebih besar. Piramida akan mengontrol rakyatnya, agar tidak melawan, agar stabil, bertahan pada masyarakat hierarkis meskipun ia memakan jutaan korban jiwa.
Ketiganya sama-sama berupa mempertahankan masyarakat hierarkis, melanggengkan kuasa segelintir manusia. Ketiganya fiksi, hanya rekaan, namun bisa menjadi opsi untuk menjawab permasalahan dunia : tidak bisakah semua manusia hidup setara?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H