Mohon tunggu...
Nisa Lutfiana
Nisa Lutfiana Mohon Tunggu... Tutor - Okee saya seorang perantau yang tengah mencari penghidupan di perbatasan negeri ini :)

I know I'm not the only one. Belajar tak akan pernah mengenal waktu. Inilah sepenggal cipta dari rasa yang terjaga.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Animal Farm: Sejarah dalam Cerita

20 Juli 2017   07:47 Diperbarui: 20 Juli 2017   19:53 3052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Membaca Animal Farm terasa sangat menyenangkan, cerita tentang semangat perlawanan dan penghianatan umumnya terasa begitu berat dan membosankan, tidak memiliki unsur hiburan, dan monoton. Namun dalam novel Animal Farm, semua-semua disajikan dengan begitu renyah tanpa basa-basi terlalu banyak. Memang masih terkesan serius, namun entah bagaimana mampu memikat saya untuk terus membacanya. Menghabiskannya dalam satu tarikan nafas (jika bisa).

Pada lembaran pertama cerita, kita sudah disuguhkan dengan angan-angan tentang perlawanan. Langsung, tanpa banyak cerita tak penting lainnya. Nampaknya Orwell ingin pembacanya berfokus pada alur cerita, bukan setting atau deskripsi tokoh. Mungkin, inilah sebabnya novel ini tak memerlukan banyak halaman untuk sampai pada maksud yang ingin disampaikan, kisah yang ingin diceritakan.

Mengusung tokoh binatang, Animal Farm menjadi cerita surealis dengan kisah realis. Orwell sukses menggambarkan tokoh-tokoh binatangnya serupa manusia. Menurut saya, cara ia menokohkan serupa dengan Zootopia. Sebuah film tentang dunia binatang, sejenis dengan Animal Farm, yang saya kira memiliki tingkat kerennya tersendiri.  Ada si Babi yang pintar dan licik, kuda yang kuat namun bodoh, keledai yang tidak peduli dengan lingkungannya, kucing yang malas, anjing yang garang serupa militer, burung gagak yang terus saja membual soal daratan penuh gula-gula, serupa manusia yang menceritakan surga.

Animal Farm bercerita tentang para binatang di suatu peternakan yang menolak untuk patuh, para binatang yang melawan manusia yang seringkali tidak manusiawi (emm, atau ku sebut tidak berperi-kebinatangan saja ya?). Diawali dengan cerita seekor babi yang begitu di hormati di peternakan bermimpi tentang binatang yang memperebutkan kemerdekaan dari manusia. Tak lama ia mati, meninggalkan ramalan akan kemerdekaan. Kemudian benar lah terjadi perebutan itu, merdeka lah umat binatang dalam peternakan itu. 

Menariknya, binatang-binatang itu mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan melanjutkan kerja peternakan namun dilakukan sepenuhnya oleh binatang.Setelah kematian babi bijak, dua babi yang lain mengambil inisiatif mengambil alih kepemimpinan para binatang. Sewajarnya dua kepemimpinan, maka seringkali terjadi perselisihan. Sampai pada akhirnya satu babi dipaksa melarikan diri dari peternakan oleh babi lainnya.

Alhasil, terbentuklah satu kepemimpinan tunggal yang semakin lama semakin otoriter dan rasis. Kelompok babi diutamakan, memang pada awal perebutan kelompok babi sudah mengambil keistimewaan yang dipaksakan, namun semakin menjadi kala peternakan lebih otoriter. Memaksa hewan yang lain bekerja lebih keras, sedang babi leha-leha dengan dalih kerja otak serta berupa administrasi lainnya lebih berat. Semakin lama kelompok babi berperilaku menyerupai manusia.

Para binatang mau tidak mau dipaksa bekerja lebih keras. Berjargon kemerdekaan, kemandirian dan kebanggan atas kehidupan yang lebih baik serta satu-satunya peternakan tanpa manusia di daratan Inggris, para binatang dibuat menuruti apa-apa saja yang si babi mau. Pembangunan terus menerus tiada henti, dengan dalih untuk meringankan beban kerja binatang, agar supaya binatang bisa leha-leha, sambil menikmati hari tua. Sebut saja membuat kincir angin untuk listrik (meski akhirnya untuk pemipil jagung), gedung sekolah anak babi, menanam jelai, dan kincir angin lagi; dan mungkin akan terus ada banyak agenda pembangunan lagi.

Menarik sekali bukan, apa-apa yang Orwell ceritakan saya kira mirip sekali dengan keadaan dunia. Novel ini menyerupai kisah sejarah manusia! Ya, sejarah tentang Karl Marx yang meramalkan kapan revolusi terjadi, kemudian dilanjutkan oleh Lenin dan diakhiri Stalin. Tentang semangat "revolusi" yang seringkali dilupakan pemimpin besarnya. Seakan lupa bahwa semua berawal dari ketimpangan dan menginginkan kesetaraan, tidak ada kelas. Hingga sayangnya, masih saja berakhir dengan terbentuk kelas, malah keadaannya tidak lebih baik dibanding sebelum peristiwa bersejarah yang kita sebut revolusi terjadi.

Tentu ada banyak sekali kisah perlawanan di dunia, banyak yang serupa namun tak sedikit juga yang berbeda cerita dengan Animal Farm. Hanya saja, Orwell mengambil cerita yang dicederai dengan kisah penghianatan, atau lebih halus dengan kelupaan yang dialami pemimpin kala menduduki kursi pimpinan.

Hal yang membuat saya tidak berhenti mengagumi novel ini adalah Orwell tidak menuliskan bagian akhir cerita ini dengan rinci. Ia seperti membiarkan pembaca menebak sendiri bagaimana akhirnya. Atau jangan-jangan, ia membiarkan sejarah dunia yang menjawabnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun