Mohon tunggu...
Lutfiah Ramadhani
Lutfiah Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ Angkatan 2023

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan pada Dunia Pelajar Indonesia

22 Oktober 2023   12:25 Diperbarui: 22 Oktober 2023   12:28 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEKERASAN PADA DUNIA PELAJAR INDONESIA 

Kekerasan dalam era ini tengah marak-maraknya terjadi, dalam berbagai elemen kehidupan, kekerasan tak pernah luput menjadi bagian didalamnya. Kekerasan yang mungkin orang-orang banyak mendengar adalah kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan verbal dan non verbal. Namun, dalam kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai Kekerasan Pada Dunia Pelajar Indonesia. Sebelum itu, mari kita telisik terlebih dahulu mengenai arti nyata dari kata kekerasan.

(Windu, 1992) menjelaskan mengenai pengertian kekerasan yang lebih mengerucut, bahwa kekerasan adalah sebuah serangan atau penyalahgunaan kekuatan fisik akan seseorang atau sebuah serangan penghancuran perasaan yang sangat kejam, dan ganas atas diri atau sesuatu yang secara potensial dimiliki seseorang.

Kekerasan dapat diartikan sebagai sebuahh perilaku menyimpang yang mana didalamnya menghasilkan salah satu pihak terluka, dan juga merupakan sebuah perilaku menyakiti orang lain. Tindak kekerasan dapat pula diartikan sebagai penganiayaan, yaitu sebuah perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan intensi untuk menimbulkan rasa sakit ataupun luka pada tubuh orang lain (Chazawi 2001).

Dari beberapa pengertian di atas dapat kita semua simpulkan bahwa kekerasan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan intensi sengaja dengan niatan untuk melukai atau menyakiti orang lain baik pada fisik atau non fisik dan bersifat merugikan.

Seperti yang sempat saya singgung, kekerasan terjadi dalam berbagai elemen kehidupan, salah satunya adalah dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan salah satu elemen yang paling sering dan mudah untuk ditimpa kekerasan adalah para pelajar, Kekerasan yang diterima oleh pelajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, diskriminasi dan intoleransi. Kekerasan ini dapat terjadi antar pelajar dengan pelajar satunya, kumpulan pelajar dengan kumpulan pelajar lain, pelajar dengan orang asing diluar lingkungan sekolah, dan juga tak jarang kekerasan pun terjadi antar pelajar dan tenaga pengajar yaitu guru.

Kekerasan dalam dunia pendidikan rawan terjadi karena terkadang rendahnya kesadaran diri seorang individu atas perlakuannya, dapat dikatakan bahwa individu atau pelaku kekerasan tak jarang tidak menyadari bahwa apa yang dirinya lakukan adalah sebuah kekerasan dan mengira bahwa hal tersebut hanyalah candaan semata. Dapat dilihat dari sebuah contoh yaitu, seorang siswa sekolah dasar yang menghina teman sekelasnya dan menyudutkan teman sekelasnya tersebut, yang mana membuahi teman sekelasnya merasa tersakiti secara psikis, dan meminta permintaan maaf dari pelaku tersebut. Namun, alih-alih meminta maaf, sang pelaku menolak dan berlindung dibalik kata 'bercanda'.

Pada kesempatan ini, saya akan membahas mengenai perundungan yang terjadi antar kelompok pelajar, kekerasan yang terjadi antar kelompok pelajar satu dengan kelompok pelajar lainnya dapat dikatakan sebagai kekerasan yang cukup sengit, karena pihak yang terlibat bukan hanya satu atau dua orang tetapi, banyak pihak terlibat. Dalam satu kumpulan pelajar saja minimal sudah terdapat 3-4 orang dalam satu kelompok, begitupun kelompok lain. Akan lebih menyeramkan jika kekerasan antar kelompok yang terjadi melibat satu kelompok besar, seperti murid-murid kelas A dengan murid-murid kelas B.

Yang mana jika kasus ini ditelaah menurut pandangan sosiolog, perbedaan kelompok sosial ini mengacu kepada salah satu pemikiran tokoh terkenal sosiologi, yaitu George Simmel, dengan pemikirannya mengenai Ruang Sosial yang mana didalamnya terdapat Aspek Ruang dan Waktu, dalam aspek ruang dan waktu ini pun dibagi lagi menjadi aspek ruang dan aspek waktu. Yang akan menjadi sorot utama dalam essay saya kali ini adalah aspek ruang, di dalam aspek ruang dijelaskan bahwa terdapat 5 aspek lainnya, salah satunya adalah Aspek Batasan Ruang

Aspek batasan ruang dijelaskan sebagai adanya penyekatan atau pembeda yang menghasilkan unit dan pembagian dalam satu ruang sosial. Simmel menjelaskan tentang bagaimana ruang sosial tidak melulu mengenai satu ruang sosial yang utuh, lebih dari itu, ruang sosial akan terbagi menjadi beberapa ruang sosial lainnya, karena adanya intensi sang actor untuk membuat ruang sosial lain.

Jika diimplikasikan dalam masalah yang diangkat adalah, para pelajar yang tergabung dalam satu ruang sosial yaitu kelas, di dalamnya, mereka memiliki intensi untuk membuat unit baru dalam ruang sosial yaitu kelas. Mereka membuat ruang baru, menyekatkan ruang sosial barunya dengan actor-actor lain. Dari sini lah, perlahan terbentuk ruang sosial baru.

Actor-actor atau pelajar lain yang tidak masuk dalam ruang sosial baru itu pun juga timbul perasaan tidak ingin kalah, mereka pun ikut membuat ruang sosial barunya. Yang mana jika anak-anak jaman sekarang sering menyebutnya sebagai circle. Circle-circle ini lah yang membuat kelas atau ruang sosial terlihat menjadi terpecah. Karena, tak jarang circle satu dengan circle lainnya menolak untuk melakukan interaksi atau bersosialisasi satu sama lain. Masalah ini menjadi suatu hal umum yang terjadi antar para pelajar.

Kekerasan yang kerap terjadi antar kelompok pelajar ini adalah kekerasa secara verbal, yaitu kekerasan terhadap perasaan dengan mengeluarkan kata-kata kasar tanpa menyentuh fisik, kata-kata memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina, atau membesar-besarkan kesalahan. Kekerasan verbal ini sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari pelajar dimana mereka kerap kali menghina, mengatai, mengumpat, antar kalangan pelajar.

Jikalau dapat diberikan contoh adalah ketika kelompok pelajar 1 menghina dan mengolok kelompok pelajar 2. Kelompok pelajar 2 tentunya yang mendapat penghinaan tersebut akan merasa marah dan tidak terima akan kucilan dan hinaan yang dilontarkan oleh kelompok pelajar 1. Dari hinaan dan kucilan yang dilontarkan oleh kelompok pelajar 1, kelompok pelajar 2 tidak terima dan kembali membalas hinaan dan kucilan tersebut kepada kelompok pelajar 1.

Dari situasi ini, dapat menjadi implementasi nyata atas suatu Teori Sosiologi, cabang materi Paradigma Defini Sosial dengan teori Interaksme Simbolik. Dalam salah satu cabang materi sosiologi, yaitu Paradigma, paradigma ternagi menjadi 3 jenis paradigma, yaitu Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Definisi Sosial, dan Paradigma Perilaku Sosial. Paradigma Definisi Sosial memiliki beberapa teori pendukung, salah satunya adalah Teori Interaksme Simbolik

Teori Interkasme Simbolik merupakan teori pengembangan dari salah satu teori sebelumnya yaitu teori aksi. Teori ini menjelaskan mengenai manusia yang memiliki kemampuan untuk berpikir yang terus berkembang. Perkembangan kemampuan berpikir ini dibentuk dari adanya interkasi sosial para individu.

Dari interaksi inilah yang membawa manusia dapat mempelajari simbol dan makna yang individu itu dapat dari interkasi yang dilakukannya. Dari simbol dan makna ini, memungkinkan manusia untuk memnggunakan kemampuan berpikirnya untuk menelaah makna dan simbol dan lalu menentukan situasi setelahnya.

Pengeimplementasian teori ini terlihat dari sikap interkasi antar kedua kelompok pelajar tersebut, dimana hinaan dan kucilan yang dilontarkan kelompok pelajar 1 diartikan sebagai simbol dan oleh kelompok pelajar 2, mereka mencoba menfasirkan makna dan simbol tersebut. Dan dengan kemampuan berpikir kelompok pelajar 2, mereka menafsirkan simbol tersebut sebagai hinaan, cacian, makian, sebagai sesuatu yang menjatuhkan harga diri para individu kelompok pelajar 2.

Dengan kemampuan berpikir yang terus berkembang, pelajar kelompok 2 berhasil menafsirkan simbol dan makna yang diberikan kelompok pelajar 1. Teori Interaksme Simbolik ini terimplementasi dengan baik dalam kasus kekerasan verbal yang terjadi antar kedua kelompok pelajar ini.

Kekerasan pelajar dalam dunia pendidikan bukan hanya selalu mengenai perundungan, perkelahian, dan lainnya. Hinaan, cacian, makian, dan lainnya pun dapat masuk ke predikat kekerasan, yang mana dapat kita sebut sebagai kekerasan verbal. Kekerasan verbal ini sering sekali terjadi dalam lingkup pelajar, karena memang pada dasarnya saling caci satu sama lain sudah menjadi menjadi hal yang wajar dalam linkungan pelajar.

Kekerasan antar para pelajar terutama antar satu kelompok pelajar dengan kelompok pelajar lainnya tertanya berkaitan dengan salah satu hasil Pemikiran dari seorang tokoh sosiologi terkenal yaitu, George Simmel, dengan pemikirannya mengenai Ruang sosial yang mana memiliki Aspek Ruang dan Waktu, yang membahas mengenai Aspek Batasan Ruang. Yang mana ternyata berkaitan dengan situasi terkini mengenai ruang sosial para pelajar indonesia.

Tidak hanya situasi ruang sosial yang berkesinambungan, pola permasalah sosial yang terjadi antar kelompok pelajar sosial tersebut juga tercerminkan dalam salah satu Cabang Ilmu Sosiologi, yaitu Paradigma Definisi Sosial, dengan salah satu teori pendukungnya, yaitu teori Interaskme Simbolik. Teori ini menjelaskan tentang bagaimana manusia atau individu dapat menangkap makna dan simbol yang diterimanya dan menafsirkan simbol dan makna tersebut menggunakan kemampuan berpikirnya yang terus berkembang. Teori ini menjabarkan perilaku-perilaku pelajar yang sejalan dengan teori interksme simbolik.

REFERENSI 

Universitas Lampung, 1--2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun