Muhammad Khoirul Irfan, atau akrab dipanggil Kang Irfan, adalah seorang santri sederhana asal Desa Waru, Mranggen, Demak. Lahir dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi ayahnya hanya seorang kuli panggul dan buruh tani tidak menghalanginya untuk menuntut ilmu. Tahun 2016 menjadi titik awal perjalanan Kang Irfan di Pondok Pesantren Usmaniyyah Ngemplak Mranggen Demak, yang diasuh oleh KH. M. Arif Jatmiko, Lc., M.Si., dan Nyai Ishthifaiyyatus Sa'adah, S.Pd.I.
Di pesantren, Kang Irfan menunjukkan prestasi gemilang. Hampir setiap semester, ia masuk dalam Peringkat tiga besar Madrasah Diniyyah. Selain itu, ia juga dikenal sebagai santri yang tirakat, rajin puasa Senin-Kamis, dan tekun mendirikan salat malam. Di tahun kedua mondok, ia berniat mengikuti program nahun tirakat setahun penuh tanpa pulang ke rumah dengan amalan tertentu. Namun, ujian berat datang ketika ia jatuh sakit parah, memaksanya kembali ke rumah untuk memulihkan kesehatan. Meski demikian, tekadnya tak surut. Tahun berikutnya, ia melanjutkan niat nahun hingga berhasil menuntaskannya bersamaan dengan kelulusan dari Madrasah Aliyah.
Pengabdian Seorang Santri
Suatu hari selepas sekolah, Abah Arif dawuh ke kang Irfan, "Abah pijiti nang", waktu itu kang Irfan kaget dan gugup. Namun dengan rasa ta'dzim yang besar, ia berusaha memberikan pijatan terbaik untuk Abah, meski awalnya hanya bermodal keberanian dan belum mahir. Sejak saat itu, Kang Irfan menjadi santri kepercayaan Abah untuk memijat. Ia selalu siaga kapan pun dibutuhkan, bahkan rela tidur di pondok saat malam takbiran demi memastikan ia ada jika dipanggil.
Pengabdian Kang Irfan tak berhenti di situ. Ia sering menemani Abah Arif mengisi pengajian, baik di dalam kota maupun hingga ke luar Jawa. Ketika Abah sakit selama dua tahun, Kang Irfan setia mendampingi hingga Abah pulih kembali. Kesetiaannya ini menjadi bukti nyata bahwa menjadi santri bukan hanya soal belajar ilmu agama, tetapi juga pengabdian total kepada guru.
Cita-Cita ke Al-Azhar
Sebelum lulus Madrasah Aliyah, Kang Irfan menyampaikan keinginannya kepada Abah untuk melanjutkan studi ke Al-Azhar University. Mendengar itu, Abah langsung memberikan dukungan penuh, mulai dari membimbing hafalan Al-Qur'an, memperdalam nahwu-sharaf, hingga melatih kemampuan berbahasa Arab. Bagi Kang Irfan, Abah adalah inspirasinya. Sebagai alumni Al-Azhar, Abah sering bercerita tentang keistimewaan universitas tersebut, baik dari para syekh, dosen, hingga atmosfer keilmuan di Mesir. Kang Irfan pun terinspirasi untuk mengikuti jejak gurunya, dengan harapan dapat menggantungkan sanad ilmunya kepada para masyayikh Al-Azhar.
"Mesir adalah negeri para ulama besar. Banyak kitab dan syair indah lahir dari sana. Saya juga ingin memperdalam ilmu agama di tempat yang telah menjadi pusat keilmuan Islam selama berabad-abad dan ingin menggantungkan sanad ilmunya kepada para masyayikh Al-Azhar," ujar Kang Irfan.
Perjalanan Menuju Al-Azhar
Usaha Kang Irfan untuk mewujudkan mimpinya tidaklah mudah. Tahun 2023, ia mengikuti persiapan di Yogyakarta, namun gagal dalam tes pertama. Kegagalan itu tidak menyurutkan semangatnya. Ia kembali ke pesantren, belajar lebih giat, dan mempersiapkan diri untuk mencoba lagi. Tahun berikutnya, ia kembali mencoba dan harus menghadapi kegagalan kedua. Namun, Kang Irfan tetap teguh pada tekadnya.
