Animasi 2 dimensi atau biasa dikenal dengan animasi 2D banyak digunakan dalam proses pembuatan film kartun terkenal. Walaupun prosesnya rumit, salah satu negara seperti Jepang masih mempertahankan teknik ini. Jenis animasi 2D adalah jenis animasi yang memiliki sifat flat secara visual. Animasi ini dibuat dengan dua teknik pembuatannya, yaitu secara manual atau tradisional dan juga secara komputer. Teknik animasi 2D secara manual memungkinkan animator untuk membuat gambar pada lembaran yang berlapis-lapis yang disebut dengan celuloid. Beberapa contoh film animasi 2D yang terkenal adalah Tom And Jerry, Scopby Doo, dan Doraemon.
Animasi 2D dengan menggunakan teknik tradisional atau yang lebih dikenal dengan sebutan celluloid animation merupakan animasi yang terdiri dari lembaran-lembaran atau gambar yang membentuk animasi tunggal. Setiap Cell memiliki objek yang terpisah-pisah, namun dengan satu latar belakang yang sama. Sehingga ketika gambar-gambar ini diputar secara bersamaan akan membentuk sebuah animasi yang utuh. Jenis dari animasi ini adalah animasi Hand Drawn, Flip Book, Rotoscoping, dan sebagainya. Animasi 2D merupakan jenis teknik tradisional yang digunakan dalam menghasilkan karya animasi. Baik itu berbasis video pendek ataupun film, proses pengerjaan pada bentuk animasi ini memerlukan waktu yang panjang. Inti dari bentuk animasi 2D merupakan gambar yang bergerak. Dalam satu detik saja, seorang animator memerlukan paling sedikit 12 gambar. Adapun 24 gambar yang digunakan per detik bila ingin menghasilkan gerakan yang lebih mulus. "Tergantung karya yang akan dihasilkan pokoknya," ungkap Johan Kristanto, animator dan dosen Universitas AMIKOM Yogyakarta.
Berbeda dengan jenis animasi modern, jenis animasi 2D paling tradisional masih mempertahankan cara lama. Animator diharuskan untuk menggambar setiap itemnya satu per satu. Menurut Johan, sejumlah film animasi bahkan masih menggunakan kertas dan scanner sebagai alat utama. Adapun beberapa yang melakukan pewarnaan dengan cat dan kuas.
Johan menjelaskan bahwa untuk membuat satu objek saja prosesnya tidak mudah. Mulanya, sketsa gerak gambar akan dibuat oleh seorang Key Animator. Kemudian dilanjutkan pada In-between Animator untuk memperhalus gerakan dengan menambah sejumlah gambar. Gambar gerakan yang sudah membentuk kesatuan utuh kemudian diperbaiki. Lalu, diwarnai oleh divisi Colour Animator. Baru kemudian gambar diproses dengan tambahan item dan background di divisi lainnya. Itulah mengapa budget yang diperlukan untuk membuat animasi 2D sistem lama lebih mahal.
"Saya dan tim dengan total ratusan orang membuat film animasi sepanjang 1,5 jam, memerlukan setidaknya 2 tahun untuk produksi," terang Johan.
Dalam penjelasan animator Battle of Surabaya itu, praktek animasi 2D telah memasuki era baru. Tidak semua animator mempertahankan cara lawas dalam dasar proses produksi. Meski jenis animasi ini disebut sebagai seni tradisional, banyak fitur baru yang hadir dan mempermudah animator dalam membuat suatu karya. Hal ini menjadikan dasar animasi 2d frame by frame bisa tidak digunakan. "Kalau kata beberapa animator, 2D modern itu cara curangnya untuk buat animasi 2D," celetuk Johan.
Johan menyebutkan sebuah teknik yang disebut face tracker. Pada fitur ini, animator cukup membuat satu gambar dasar. Dengan bantuan kamera, gerakan akan tercipta setelah fitur mendeteksi objek. Dalam kondisi ini, manusia digunakan sebagai subjek untuk menghasilkan gerakan dari gambar.
Kemudian ada pula teknik cut out. Jenis teknik animasi ini mengharuskan animator untuk membuat rangka sebuah objek animasi persis seperti membuat wayang. Kepala, badan, alat gerak, dan item lainnya dipisah. Ini dilakukan agar setiap bentuk nantinya dapat digerakkan.
Lalu Apakah Animasi 2D Masih Mempunyai Peminat ?
Meski sulit dalam produksi pembuatannya, nampaknya  animasi 2D tradisional selalu memiliki peminatnya tersendiri. Johan menyebutkan beberapa jenis animasi dan pasarannya. Untuk area asia termasuk Indonesia, peminat karakter kartun Jepang sangat banyak. Berbeda dengan minat di negara Eropa dan Amerika yang memiliki bentuk animasi yang khas.
Menurut salah satu penggemar anime, Muhammad Dani. Sebuah film animasi atau anime tidak hanya dilihat dari bagaimana cerita itu berlangsung. Tapi juga pengetahuan terhadap proses produksi pembuatannya. Dani mengaku tertarik pada nilai yang ditorehkan para animator di dalam film tontonnya. "Awalnya senang dan suka saja menonton film animasi atau series anime. Tetapi lama kelamaan jadi penasaran ingin tahu bagaimana proses cara pembuatannya," ungkapnya.
Ketertarikan terhadap nilai dalam proses produksi animasi juga dijumpai dari penuturan Ahmad Rizki, yang memiliki minat terhadap animasi Jepang. Baginya, teknik tradisional yang dipertahankan para animator negara Jepang itu membuat penggemar anime tampaknya dapat lebih menghargai karya film animasi.
Rizki kemudian mendeskripsikan hal yang ia temukan pada saat menonton film animasi. Bila diamati secara cermat, gerakan tokoh anime ada yang tidak sempurna, gerakan tubuh tidak sesuai dengan pelafalan dialog. Juga beberapa latar atau situasi yang pasti memiliki kekurangan. Bagi Rizki, kondisi demikian sangat lumrah terjadi. Apalagi jika menggunakan teknik gambar di atas kertas. Kesalahan pada setiap goresan dalam animasi dengan teknik itu justru menunjukkan nilai dari seni manual yang digunakan para animator Jepang. Hal itu pula yang membedakan kekhasan pada animasi negeri sakura tersebut.
"Beda rasanya kalau kita nonton anime atau kartun lainnya. Keliatan banget kalo gambar. Coba deh!" pungkas Rizki dengan semangat sambil menunjukkan beberapa contoh scene anime yang ditontonnya.
Meski animasi 2D dengan tenik tradisional merupakan jenis kuno dari bagian teknik animasi, baik Dani maupun Rizki yang sangat suka pada teknik tersebut sepakat mengenai satu hal. Tidaklah mungkin animasi 2D hilang dari pasaran. Tetapi akan selalu ada titik jenuh dari setiap era. Dani kemudian mencontohkan, ketika awal kemunculan animasi 3D, banyak orang berlomba-lomba untuk membuat kartun serealistis mungkin. Tapi, kini banyak animasi yang kembali ke era lama, Â karena adanya nilai khas dan filosofi yang tercantum dalam cara lama tersebut, namun dengan kualitas yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H