Perlahan semuanya berubah, hal yang kita mimipikan telah usai. Kita berjalan dan menjalani hidup masing-masing, suka duka kita tanggung sendiri.
Sedih dan bahagia tak lagi kita nikmati. Rumah yang pernah kita impikan hanya sebatas angan-angan.
Kita tidak pernah dewasa satu sama lain, terlalu sibuk dengan egonya masing-masing. Hidupku dan juga hidupmu terlalu berantakan dan aku menambahnya dengan persimpangan yang akhirnya dipilih. Tapi keegoisanku dan berantakannya hidupku, buat aku ingin berpetualang dan mencari apa itu arti hidup sesungguhnya.
Dan sekarang kita usai, hanya tinggal kenangan. Kenangan yang menjadi rekam jejak dalam gaung ingatanku. Tidak di sadari semuanya berubah, kita yang dekat kini benar-benar menjauh, hampa yang di rasa. Malam menakutkan mencari kesibukan agar rasa sedih bisa pulih. Tapi, nyatanya tetap mengusik dan akhirnya terpikirkan, hal yang lalu tak dapat lagi di nikmati.
Sekarang di antara kita tak ada lagi yang bisa diusahakan karena telah saling melukai hati. Sepertinya kamu memblokir segala hal tentangku. Mungkin aku tidak seperti impianmu! Namun aku tak mau berlarut-larut dalam kejauhan.
Karena sejauh ini masih ada harap yang aku semogakan tentang kamu. Aku mau menua dan mau bersamamu selamanya.Â
Masih ada cinta tentang Kita. Entah bagaimana, aku masih larut dalam kesedihan. Aku memelihara kebodohanku karena nyatanya, aku masih seseorang yang bersembunyi dibalik tawa. Aku lupa aku luka.
Mungkinkah? Mungkinkah kita akan kembali bersama? Mungkinkah semesta mengizinkan kita untuk itu?Â
Aku hanya berharap masih ada kesempatan untuk itu. Aku masih ingin disetubuhi hujan dan itu bersamamu. Menikmati kebisingan dan kegaduhan bersama oleh kenakalan-kenakalan kita.
Aku tidak tahu realita akan mengijinkan dan memberikan kabar baik atau malah sebaliknya. Karena dibalik ketawa banyak kemungkinan dan kemustahilan yang terjadi.Â